Ben melaju menjamah Polusi dan Matahari yang masih dengan senang hati menemani. Mengiringi waktunya menuju Cafe. Bekerjalah dengan hati yang menang jangan dengan sesuatu yang sedang berperang. Ungkapan ini salah satu yang selalu Ben ingat, bila berbicara tentang Filsafat. Meskipun pada akhirnya dia terlempar dari bangku Kuliahnya karena hal yang dia pilih.
Ben tiba di Cafe dengan keadaan yang masih sepi. Lampu-lampu masih menyala dan tempat duduk masih tersusun diatas meja. Pertanda dua teman nya masih sedang tertidur pulas, karena mengingat ini adalah hari libur dan jam masih menunjukan pukul 7 pagi. Ben menepikan Vespa miliknya di tempat Parkir. Ben masuk melalui jalan rahasia yang telah dia persiapkan sejak lama.
Obsesi Ben selalu mengalahkan logika nya. Dia tidak peduli dengan apapun kata orang, yang dia pedulikan bagaimana caranya bisa bermesraan dengan Mesin Kopi. Itu adalah prinsip menjadi seorang Barista. Dia harus paham apa yang sedang dilakukan Mesin nya ketika diam. Ini bukan tentang Teori, tapi bagaimana menyatukan Benda mati dan Manusia seperti Ben untuk bisa melahirkan minuman yang tepat dan Presisi.
Walau bagaimana pun Kopi telah membuatnya melampaui usia nya. Dia tidak pernah berhenti memuja untuk setiap Cangkir Espresso.
Tangannya gemetar, bila sehari saja ujung lidahnya tidak bertemu Kopi.
Sekarang Ben berada di tempat Barista bekerja. Dia ingin berbicara serius dengan pujaan nya. pikiran Ben masih bergelut bagaimana membuat Espresso yang begitu Presisi, yang bisa di terima oleh seorang Coffe Couping mungkin pelanggan tidak berkomentar bila Kopi buatan Ben salah. Mengingat Ben sangat ramah dengan para pelanggan.
Waktu berlalu senada dengan Logika Ben yang masih beku.
"Apa yang salah Tuhan !"
Ben meradang di lemparnya gelas hingga menimbulkan gaduh seluruh ruangan. Biar bagaimana pun Ben harus memikirkan hal ini, demi Karir nya mendapatkan pengakuan yang layak dari berbagai pihak, yang berada di lingkungan nya.
Takdir telah salah memilih Ben sebagai pemainnya. Batin nya selalu bekerja menuntut paham yang sepadan dari setiap argument yang di lemparkan kehidupan.
Ben masih mengurung diri. Sesekali Ben melihat jam Rolex wasiat terakhir dari Jody melaju menemui angka demi angka, menguras pikirannya. Benda yang sangat tidak ternilai harganya oleh Ben setelah vespa nya.
"This is trap !"
Ben berteriak membunuh hening yang tercipta. Dia mulai sadar apa masalah yang terjadi pada setiap Cangkir Espresso yang dia buat, Espresso yang baik tidak perihal Tekanan dan Temperatur. Ben melupakan satu hal. Waktu. karena waktu adalah penentu Espresso yang baik. Setidaknya Espresso mempunyai waktu saji 45 detik sebelum Rasanya hilang.
"Ini kesalahan gua. Gua janji ini yang terakhir kali nya Coffe Couping minum Soda, setelah minum Espresso gua janji !"
Seorang Barista yang baik, selalu menyediakan Soda One Shoot kepada setiap penikmat Espresso sebagai antisipasi, jika Espresso yang di buat oleh barista gagal memenuhi standar.
Ben bergegas pulang dengan perasaan lega. Akhirnya satu masalah berhasil di pecahkan.
"Bonjour Ben!
Heureux de vous voir bien"
Secarik surat tergeletak diantara majalah yang sedang Ben rapihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Filosofi Kopi 2
AdventureBen ketika berumur 17 tahun selalu dihadapkan oleh pilihan sulit dalam hidupnya. kemunculan Dee sebagai wanita Pernacis membuat keadaan semakin tidak membaik. Petuah demi petuah dia terima dari geti nya sebuah kehidupan. Di satu sisi, Jody mengalami...