11. Perginya sang ibu

233 23 1
                                    

"DEK! UDAH BERAPA KALI GUE BI-"

Sebuah truk besar menerobos lampu merah dan berjalan kencang menuju mobil yang dikendarai Rangga.

"BANG! AWAS!" teriak Naya kemudian membanting stir mobil yang dikendarai Rangga.

Bruk!

Mobil Rangga menabrak mobil mewah di sampingnya, menyebabkan tabrakan beruntun antara mobil-mobil disekitarnya. Sedangkan truk besar tersebut menabrak bagian belakang mobil Rangga, membuat Rangga melepas stir untuk memeluk Naya agar tidak terjadi benturan yang kemungkinan dialami Naya.

***

"Awh! Sakit!" ringis Baskara, menahan tangan Lerana yang sedang mengoles betadine di wajah Baskara.

Sebelumnya, Rayn dan Baskara memang saling berebut bola basket. Namun setelah beberapa saat, mereka berdua sama-sama terjatuh. Kemudian, Baskara bangkit dengan perlahan, melihat itu, Rayn menendang kedua kaki Baskara hingga Baskara kembali terjatuh ke tanah.

Akibat tertawa, darah yang berada di sudut bibir Rayn menetes. "Bangun!" teriak Rayn, menghampiri Baskara yang jatuh tengkurap. "BANGUN! GUE BILANG!" lagi-lagi Rayn memaksa Baskara yang sudah tak berdaya untuk bangun.

Baskara memang tidak berdaya, tapi ia mampu mendorong Rayn dan membuat Rayn marah lalu menonjok wajahnya.

Setelah semua siswa membuka mulutnya dengar lebar dan berteriak meminta tolong, sebuah pertolongan datang untuk menolong keduanya.

"Bas, kita ke rumah sakit aja yuk," ajak Lerana menatap Baskara dalam.

Baskara mengelus puncak kepala Lerana. "Aku baik-baik saja, sayang," katanya.

Lerana menahan lengan Baskara, "Baik apanya? Kamu daritadi meringis, pasti sakit, kan?"

Baskara mengangguk lemah disertai handphone Lerana yang berdering kencang.

Lerana mengabaikan handphonenya dan meraih plester untuk Baskara.

"Angkat dulu nih," kata Baskara memberikan Lerana handphonenya.

Lerana menerimanya dan langsung menekan tombol hijau.

"Halo...Bang Rangga," kata Lerana setelah menempelkan handphone ke telinganya.

'Tolong ke rumah sakit sekarang, Naya dirawat di UGD.'

'WHAT?!'

'Jangan teriak elah!'

'Naya kenapa?'

'Kecelakaan. Jagain sebentar ya, gue ada urusan.'

Lerana meletakkan handphonenya diatas meja. "Naya di UGD, abis kecelakaan...." lirih Lerana.

Mendengar itu, Baskara langsung menarik lengan Lerana untuk menuju rumah sakit.

Di tempat lain, Yuna masih berusaha mengobati luka Rayn. Walaupun luka tersebut terlihat biasa saja dibandingkan luka yang dialami Baskara.

Sudah 15 menit, Rayn menolak Yuna untuk mengobatinya. Tapi, Yuna tetap menginginkan luka Rayn dapat diobati olehnya.

Rayn bangkit dari duduknya. "Gue pergi."

Begitulah kepergian Rayn, sedangkan Yuna tidak dapat menahannya.

***

UGD, 19:00 WIB.

Suara alat-alat rumah sakit berbunyi bergantian, mewarnai ruangan yang berpenghuni beberapa manusia yang terbaring lemah.

"Dek..." bisik Rangga di telinga Naya yang tertidur pulas. Tidak, Naya tidak tertidur, ia hanya tidak dapat membuka matanya akibat trauma kecelakaan, begitulah kata sang dokter yang memeriksanya ketika ia baru saja sampai di rumah sakit.

Setelah berbisik, Rangga mondar-mandir di sekitar tempat tidur Naya. Anehnya, Rangga tidak mengalami luka yang serius seperti yang dialami Naya.

"Haruskan gue pergi?" bisiknya dalam hati. "Gue udah nelfon Lerana dan dia akan datang beberapa menit lagi," lanjutnya.

"Dek...Tolong sadarlah, gue minta maaf udah buat lu kayak gini," ucap Rangga di samping Naya.

Rangga merogoh saku dan membuka handphonenya.

1 panggilan tak terjawab.

"Papa?" tanyanya dalam hati.

Setelah ia bertanya dalam hati, sebuah panggilan kembali muncul.

Papa is calling...

Hatinya ragu untuk mengangkatnya, mengingat kejadian terakhir kali di tangga darurat antara ia dan Joe.

Tiga panggilan terabaikan, kemudian muncul kembali panggilan dari orang yang sama. Rangga enggan, sangat enggan.

Tapi jika dipikir-pikir, ini merupakan panggilan yang penting karena sudah dilakukan berkali-kali.

'Hallo,' kata Rangga membuka pembicaraan.

'Cepat ke rumah sakit.'

'Ya, ada apa?'

'Astrid meninggal.'

"MAMA?!" batinnya berteriak keras, lalu Rangga mematikan panggilan tersebut dan bergegas ke lantai 7, tempat Astrid dirawat.

Rangga tidak ceroboh, ketika sampai di depan kamar rawat Astrid, ia hanya berdiri di depan pintu untuk mengintip Astrid yang akan dipindahkan dan menghindari Joe agar tidak terjadi pertengkaran lagi disana.

Setelah Joe keluar, Rangga memasuki kamar yang tercium bau badan Astrid, mamanya.

Rangga terjatuh duduk dengan kedua dengkul tetap menahannya. Rangga menunduk dan terus menggeleng, ia belum dapat menerima ini, ia menangis di keadaan hening dalam kamar rawat itu.

Lima belas menit berlalu, ia bangkit dan mencium puncak telapak tangan mamanya dan berlari meninggalkan semuanya, berlari menyusuri jalanan dan jembatan.

Rangga terus berlari tanpa henti bersamaan dengan bayangan yang terus menghantuinya.

***

Yayyy! Sudah update, bagaimana part kali ini?
Jangan lupa vote yaaa...
Juga Comment jika ada yang mau disampaikan.

Love,
Vine ;)



Everything Has Changed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang