16. Perasaan

194 16 0
                                    

Yuna mengelus dadanya. "Sial gue kaget!" pukul Yuna dengan cepat ke kepala Andi. "Bentar, kok lo disini?" pertanyaan Yuna membuat Naya menghampirinya.

"Naya bangun tidur," tunjuk Yuna ke Naya. "Andi pake baju tidur," tunjuk Yuna beralih ke Andi. Sedangkan yang ditunjuk hanya menatapnya datar. "Tadinya di rumah ini gak ada siapa-siapa selain kalian berdua," kata Yuna. "WTF! KALIAN TIDUR BARENG YA?!"

Dengan segera Andi membekap mulut Yuna yang kelewatan berisik. "Ya." kedip Andi berjalan menuju ruang tamu.

Dan Yuna hanya mematung kebingungan.

Ting...nong...ting...nong...
Bel rumah Naya berbunyi.

"BERISIK!" teriak Naya dari dalam. Kemudian membuka pintu rumahnya. "KALO MALEM JAN—" perkataan Naya terpotong saat mengetahui siapa yang berisik.

"Mbak ini pesanan makanannya," kata seorang kurir pengantar makanan.

"OH! Maaf mas," Naya merasa bersalah dan mengambil pesanannya.

"GAIS, SEMBILAN AYAM PEDAS SUDAH DATANG BERSAMA SODA NIH!" cerocos Naya membuat Andi dan Yuna mendatanginya.

"Wih, party," kata Yuna kesenengan.

Berjam-jam mereka lalui dengan bercerita dan makan besar, tak kerasa Yuna sudah menghabiskan semuanya bersama Andi. Sedangkan tuan rumah terlelap dengan menempelkan wajahnya di meja tempat makanan mereka.

"Gue la—gi sene—ng nih, tapi gue se—dih. Hoamm..." Yuna menguap lebar.

"Lho kenapa?" tanya Andi.

Bukannya menjawab pertanyaan Andi, Yuna malah berjalan menuju sofa dan menjatuhkan tubuhnya disana.

Andi menatap kedua wanita tersebut. Lalu, tatapannya beralih ke Naya yang tertidur duduk. Dia merasa simpati. Dia memutuskan untuk menggendong Naya menuju kamarnya.

Andi merasa kedua tangannya sangat lelah, bagaimana tidak dia harus membawa Naya naik keatas tangga dengan menggendongnya.

Seampainya di kamar Naya, Andi membaringkan Naya dan menarik selimutnya agar Naya tidak kedinginan. Andi menatap Naya cemas dan mengelus puncak kepala Naya.

***

M

atahari terbit dari timur, membuat cahayanya memasuki ruangan sederhana nan rapi. Cahaya tersebut berhasil membangungkan seorang gadis yang tertidur pulas dari semalam.

"Ah ngantuk," eluh Naya mengelus-elus kasurnya.

Seorang lelaki memasuki kamad tidur Naya. "Gimana tidurnya?" tanyanya.

"Nyenyak. Yuna mana? Dia gak mungkin masih tidur."

"Dia pulang duluan, mungkin. Tapi gak pamit."

"Besok ulang tahun Yuna."

"Oh ya?" Andi mendekati Naya dan duduk disampingnya.

"Jauhan ah! Gue bau, belum mandi."

"Yaelah."

Naya berlari menuju kamar mandi. Sedangkan Andi, turun ke bawah untuk menunggunya.

Sudah tiga puluh menit Naya habiskan untuk membersihkan diri, ia berjalan turun. Menuju dapur. 'Siapa yang masak? Kok wangi?' batinnya.

Naya memerhatikan sesosok lelaki yang sedang sibuk dengan alat dapur dan bahan makanan di sekitarnya. "Ini lo yang masak, Ndi?" tanya Naya menunjuk sayur sop di sampingnya.

"Iya."

"Gue cobain ya," Naya mengambil sendok dan mencicipinya. "Ini enak banget!" Naya terheran dengan rasanya. "Suami idaman gue tuh yang kayak gini."

Andi tersenyum tipis setelah Naya mengatakan itu, dia berharap dapat menjadi teman hidup Naya.

***

Minggu sore ini, Rayn sedang menyiapkan kejutan untuk menyatakan perasaanya kepada Yuna dan dibantu oleh Dev. "Sekarang gue gak akan minta tolong lo lagi, jadi sekarang terserah lo mau berbuat apa," kata Dev kepada Rayn.


"Bagaimana dengan lo dan Naya?" tanya Rayn.

"Rayn, gue selalu berfikir kalo gue cuma luka buat dia."

"Luka itu bisa di sembuhkan, Dev." Rayn menatap Dev, kemudian tersenyum.

"Lo emang kakak gue yang paling the best."

"Oh ya Dev, Sebenarnya ini kejutan buat lo dan Naya, bukan untuk ulang tahun Yuna."

"Lho?"

"Untuk ulang tahunnya gue bakal ngelakuin secara privasi," ucap Rayn disertai tawanya.

"Gue pikir kalian buat ini untuk Yuna.  Padahal gue udah excited banget buat ulang tahun Yuna," Naya datang tiba-tiba.

Dev membulatkan matanya. "Sejauh mana lo denger ini semua? Siapa yang menyuruh lo kesini?"

"Dari telfon seorang wanita, gue gak kenal."

"Dev, gue yakin dia belum tau kalo kita saudaraan," bisik Rayn. "Gue pikir Maria yang ngasih tau Naya," lanjut Rayn.

Naya menatap Rayn sedih. Kedua laki-laki yang ada di depannya saat ini merupakan luka baginya. Hanya satu yang amat ia sayangi dari keduanya.

"Lo sekarang milik gue, Nay," Dev membuka suara dan mendekap Naya erat.

"Lo—"

Rayn menatap mereka. Tersenyum, ekspresi wajahnya. Kemudian pergi meninggalkan mereka.

***

HAPPY NEW YEAR🎇
Jangan lupa vote. Thx.

Love,
Vine









Everything Has Changed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang