12. Dia ingin membunuhku

239 23 1
                                    

Sudah tiga hari berlalu, dimulai dari kecelakaan yang menimpa Naya dan Rangga, juga kematian Astrid.

"Ya," kata seorang wanita lewat telfon sambil berjalan menuju kamar rawat Naya.

Dengan langkah besar, wanita itu mendorong pintu dan berdiri bak iblis. Dia melangkah makin dekat dan semakin dekat dengan Naya yang belum sadarkan diri. Kemudian, dia menyeringai dan mengarahkan kedua tangannya ke leher Naya.

Wanita itu bersiap mencekik Naya dan terus menekannya, menekan hingga Naya membuka matanya.

Naya membulatkan matanya saat mengetahui seorang wanita berusaha membunuhnya. Naya terus berontak, agar wanita itu mau melepaskannya.

Wanita itu semakin marah melihat Naya yang terus memberontak. "Pulanglah! Dan lihat apa yang terjadi," bisiknya menusuk indra pendengaran Naya.

"Le-pa-s."

Wanita tersebut kembali menyeringai, sedangkan Naya menggerakkan tangan kirinya untuk mencoba melepaskan tangan wanita itu dari lehernya.

Naya terbatuk kecil dan mulai kehilangan nafas.

Namun, Naya merasakan ada yang menggerakkan tangan kanannya untuk menyentuh sesuatu disampingnya. Dengan sekuat tenaga, Naya menyentuhnya, itu merupakan bel yang dipasang jika ada keadaan darurat yang dialami pasien.

Bel berbunyi kencang, membuat beberapa langkah terdengar. Mendengar itu, wanita tersebut melototkan matanya dan pergi berlari meninggalkan Naya.

Naya merasa dirinya hidup kembali, walaupun dirinya harus memejamkan mata untuk sementara.

Dua perawat muncul dan saling bertatapan saat sampai di kamar rawat Naya. "Tidak ada yang terjadi," kata seorang perawat.

"Iya....bagaimana pasien yang belum sadarkan diri bisa memencet bel darurat?"

"Hubungi walinya, cepat!" desak seorang perawat yang dibalas dengan anggukan perawat lain.

Kedua perawat tersebut pergi keluar kamar rawat tanpa memeriksa keadaan Naya.

Naya bernafas lega setelah kedua perawat itu pergi, ia bangun dari tidurnya, juga melepas infusan dan kemudian berjalan keluar meninggalkan rumah sakit dengan pakaian pasien.

Siang itu, matahari sangat terik, membuat Naya merasakan sakit pada telapak kakinya, dikarenakan dirinya tidak memakai alas kaki.

Ia berjalan menunduk dengan rambut yang berantakan, terlihat seperti pengemis yang kabur dari rumah sakit.

Naya melihat sekelilingnya, ia merasa asing dan tiba-tiba merasa pusing akibat suara yang bising.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya nenek tua yang berdiri di samping Naya.

Naya menyadari suaranya, membuat dirinya sadar kembali. Ia berjalan lagi sambil menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya. "BERISIK!" teriaknya kencang.

Naya berlari saat merasakan ada yang mengejarnya, namun itu hanya bayangannya saja.

Mengenai kemana ia pergi, ia sama sekali tidak tahu-menahu. Ia masih terbayang bagaimana psikopat wanita hampir membununhnya tadi. "ARGH! BERISIK!" teriaknya lagi.

Akibat teriakannya, seorang pria mendekatinya. "Astaga Naya! Lo ngapain disini?"

"Lo-sia-pa-?! Hah!"

"Gue Andi, temen SD lo dulu."

Naya tertawa seperti orang gila dan menggaruk kepalanya. "Masa?" tanyanya.

"Iya, gue baru pindah di samping rumah lo, satu bulan yang lalu," Andi bertanya-tanya dalam hati, apa yang sedang dialami Naya. "Yaudah, ayo pulang!" ajak Andi.

"Gak!" elak Naya kasar.

"Lho? Gue orang baik, lo kenal gue juga."

"Kamu jahat!" setelah berkata seperti itu, Naya berlari kecil dan memasuki perkomplekan rumahnya.

Naya tersandung, lalu terjatuh tengkurap dan berusaha untuk berdiri. "Darah...." lirihnya saat menyentuh keningnya.

Ia berjalan memasuki perkarangan rumahnya, tanpa mengucapkan apapun, ia sama sekali tidak tahu bahwa itu merupakan rumahnya.

Semua orang yang ada di dalam menatapnya, Naya membalas tatapan mereka semua. "Ada apa...?" tanyanya pada perempuan di sampingnya.

"Naya!" perempuan itu adalah Yuna, sahabatnya. "Nay, lo kena-" ucapan Yuna dipotong oleh Naya.

"Ini semua apa?" Naya bertanya dengan polosnya.

Joe yang melihatnya dari kejauhan, segera menghampirinya dan memeluknya. "Naya! Kamu sudah sadar, sayang."

"Ini apa?" Naya meronta, agar Joe melepaskan pelukannya.

Yuna dan Joe saling berpandangan.
"Ini peringatan tiga hari meninggalnya Tante Astrid," Yuna menundukkan wajahnya.

"Mama meninggal, Pa?"

"Ya."

"BOHONG!" teriak Naya membuat orang yang ada di dalam rumah memberhentikan aktivitasnya.

"Nay, tenang dulu," pinta Yuna mengelus kepala Naya.

"Dimana Bang Rangga?"

Naya kembali tertawa dengan tatapan muram.

***

Jangan lupa vote dan comment.
Terima kasih.

Love,
Vine







Everything Has Changed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang