Page 12

650 24 0
                                    




Kissya POV

Aku hanya berdiri mematung mendengar wanita itu memanggil namaku. Bingung. Siapa wanita ini ? 'Seingatku aku tidak mempunyai seorang teman yang terlihat seperti wanita ini. Atau cewek ini jangan-jangan saudaranya Albert ? Tapi kok nggak pernah liat ya? Jangan-jangan dia Alice ?' batinku berdebat


"A- Alice (?)" Nama itu keluar begitu saja setelah batinku mengucap kata Alice.

Kulihat dia berjalan cepat kearahku dan memelukku. Dia menangis dipundakku. Wanita ini tidak terlalu tinggi dariku dengan pakaiannya yang sedikit tomboy dan berkerudung rapi. Akupun membalas pelukkannya dan menepuk-nepuk punggungnya bingung. Isakannya terdengar jelas ditelingaku dan sarat akan kesedihan.

"Udah dong nangisnya. Aku yakin Al bakal bangun kok. Ntar kalo Al liat kamu dengan mata bengkak dan hidung merah dia mesti bakal balik khawatir sama kamu. Kamu kan cewek spesialnya dia dan aku yakin dia nggak mau kamu sedih" Miris. Satu kata yang menggambarkan keadaanku saat ini. Rasanya seperti ditikam tepat diulu hati mengatakan wanita yang tengah memelukku ini merupakan orang spesial untuk Al.

"Kamu nggak ngerti! Jadi nggak usah ngomong yang enggak-enggak." balasnya kemudian sambil melepas pelukan dan bergerak mundur dua langkah. Dia mencoba menghapus air matanya yang memenuhi pelupuk matanya. Lalu dia menatapku dengan pandangan sayu dan mencoba meraih tanganku.

"Ayo masuk. Albert udah nunggu kamu didalem." mendengar penuturannya akupun kaget. Jantungku berdetak tidak normal seperti biasanya, tanganku mulai dingin dan kaki rasanya seperti tak bertulang. Hingga pintu didepanku terbuka.

Hatiku terasa sesak, jiwaku seperti merasakan penderitaannya yang terlihat lemah tak berdaya diatas ranjang didepanku. Aku berjalan perlahan seolah dikedua kaki terdapat besi ton yang menghambat langkahku. Aku sekarang berdiri disamping tubuhnya yang terlihat damai dalam tidurnya. Kulihat setiap detail tubuhnya dari mulai ujung rambut hingga ujung kaki. Beberapa perban di tangan kirinya dan kaki kanannya tak luput dari penglihatanku begitu juga dengan perban dikepalanya. Tanpa sadar sebutir air membuat lintasan dipipiku dan setelahnya aku menangis terisak dan nyaris histeris. Aku mencoba meredam isakku dengan kedua tanganku. Lalu kudengar suara pintu ditutup dan kini hanya aku dan Al didalam ruangan ini karena sepertinya Alice keluar dari kamar ini.

Kuraih tangan kanannya dan kugenggam berharap dia membalasnya, namun hasilnya nihil. Dia tetap diam. Kulihat matanya juga tidak terbuka dan tidak ada pergerakan dibibirnya.

"Al maaf ya aku pinjem tanganmu tanpa minta persetujuan dari kamu sebelumnya." lalu aku membelai punggung tangan Al seperti biasa dan kemudian menautkan tanganku dengan tangannya. Mengisi celah-celah diantara jari. Lalu sebuah isakan lolos dari mulutku.

"Kamu tau kenapa saat kita sedang dalam perjalanan pulang dari acara date kita, aku selalu memintamu untuk meminjamkan tangan kirimu ?" kutarik nafasku sedalam  mungkin dan dengan sedikit susah.

"Karena saat aku menggenggam tanganmu seperti ini rasanya seperti aku tak akan pernah takut jika sesuatu  hal buruk yang akan terjadi setelahnya karena aku tau kamu pasti akan ada disampingku untuk selalu menyemangatiku, merengkuhku dari keterpurukan dan membuatku kembali berdiri tegak." kepalaku menunduk menatap jari-jemari kami yang saling terpaut.

"Walaupun aku tau, terkadang tidak semua kondisi kamu akan selalu ada disana untukku namun setidaknya ada kamu yang akan selalu menghiburku dan menawarkan pundakmu untukku. Ahahaha aku egois ya (?) Aku nggak pernah ada saat kamu butuh tapi kamu slalu ada buat aku. Maaf karena aku membuat hubungan ini seperti menggantung tanpa arah, namun kamu harus tau Al. Aku sama tersiksanya denganmu selama ini. Ingin rasanya cemburu namun aku sadar siapa aku bagimu. Ingin marah jika aku melihatmu melakukan tindakan bodoh yang bisa saja akan menyakitimu, namun lagi-lagi siapa aku yang berhak seperti itu. Aku sadar akan posisiku dan itulah yang membuatku tersiksa. Maafin aku Al." air mataku kembali jatuh berkali-kali. Aku sudah putus asa sehingga aku dengan berani bisa menyatakan hal-hal pribadi speerti ini padanya dan aku berharap agar Al memberiku setitik respon dari curahan hatiku. Namun lagi-lagi Al hanya diam saja.

"Rasa ini selalu untukmu bagaimanapun kondisimu, seperti apa dirimu yang sebenarnya karena aku sudah terlanjur nyaman dan sayang sama kamu, Al. Namun saat akhir-akhir ini aku kangen banget sama kamu dan menyoba buat cari foto terbaru kamu melalui akun media sosialmu, hanya berita buruk yang aku dapet. Kamu sudah menjadi milik wanita itu. Kalau kamu ingin tau apakah aku cemburu ? Jawabannya tentu saja aku cemburu. Wanita mana yang rela jika orang yang ia cinta menjadi milik wanita lain. Namun untuk kesekian kalinya aku mengingatkan diriku tentang siapa diriku dimatamu. Aku tak pantas marah atau bahkan untuk cemburu sedikit saja. Aku akan-" ulu hatiku rasanya berdenyut nyeri. Rasa kelu dilidahku mulai menyerangku. Nafasku kembali tersendat-sendat akibat isakanku. Air mata juga tak ada hentinya mengalir membasahi pipiku malah kini membuat genangan dibajuku karena aku sedari tadi menunduk.

"Aku-     Aku akan merelakanmu meraih kebahagianmu sendiri dengan wanita itu. Berbahagialah Al. Aku akan selalu ada disampingmu apapun yang akan terjadi. Namun beri aku waktu untuk menghilangkan rasa ini yang masih mengharapkanmu. Walau aku tak bisa menjanjikan secepat mungkin tapi suatu hari nanti aku akan datang padamu ketika aku siap, tentu saja aku datang sebagai sahabatmu." Aku kembali mengusap sayang tangan Al yang ada digenggamanku pelan hingga sebutir air mata jatuh membasahi telapak tangannya dan buru-buru kuhapus bulir itu dari tangan Al.

Lalu aku melepaskan genggaman kami dan berjalan kearah pintu. Saat pintu terbuka dan aku hendak melangkah keluar kudengar suara yang sangat kukenal memecahkan kesunyian.

"Kiss ?" suara itu (?)

Aku berdiri terpaku didepan pintu ruangan Albert dengan posisi terbuka. Kulihat Alice duduk dikursi dekat pintu kamar Al. Kepalaku berusaha mencari arah datang pemilik suara yang memanggil namaku. Dan mataku kembali seperti tertutup air saat kulihat tangan Al seperti berusaha menggenggam udara. Dengan langkah buru-buru aku mencoba meraih tangannya, "Aku disini Al. Aku disini."

Lalu kudengar suara kaki melangkah mendekati kami, kutolehkankan kepalaku untuk melihat kearah pintu dan disanalah Alice berdiri sedang menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya. Lalu kulihat dia kembali menangis menatap Al yang masih terpejam dengan tangan Al yang menggenggam erat tanganku. Saat matanya menatapku yang tengah melihatnya dia lalu menghapus air mata diwajahnya

"Aku akan memanggil dokter." lalu kulihat pintu tertutup dan Alice menghilang dari tempatnya.

Pandanganku kembali jatuh pada Al yang masih setia memejamkan matanya. Aku mengucap syukur berulang kali atas apa yang telah terjadi.

"Kiss, stay with me." ucapan Al dengan mata terpejam dan ada ventilator yang mengganggu suara dari mulut sehingga suaranya sangat lirih dan tertahan. Lalu aku mendekatkan kepalau kearah keningnya dan memberikan kecupan sayang disana serta aku berharap itu bisa menenagkannya, "Aku disini Al. Please open your eyes."

Seketika itu juga tiba-tiba pintu terbuka dan muncullah dokter beserta seorang suster yang langsung memeriksa kondisi keadaan Albert. Aku masih setia menggenggam tanggannya yang tentu saja masih menggenggamku erat. Hingga dokter memintaku menyingkir untuk memudahkannya bergerak melihat sejauh mana perkembangan Al. Dengan berat hati aku berusaha melepaskan tangannya yang mencengkram tanganku kuat. Dan berjalan menjauh, kulihat Alice masih setia menatap Albert yang sedari tadi tangannya masih mencoba menggapai udara setelah terlepas dariku. Jujur saja aku malu pada wanita yang kini tengah memfokuskan pandangannya pada Al. Siapa aku yang berani sekali menggenggam tangan Al didepan pacarnya.

Alice berdiri disampingku sambil memanjatkan doa semoga semua baik-baik saja.

"Terimakasih. Berkat dirimu Albert kembali lagi." ucapnya dengan pandangan mata menatap Al yang tengah diperiksa dan aku menatapnya getir.

"Ini tidak seperti apa yang kamu kira Lice. Aku dan Albert ..."

"Aku sudah tau semuanya." Jawabnya mantab dengan pandangan mata satir menatap manik mataku.

~~~~~
Tbc

Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang