Page 13

701 26 0
                                    




Suara pintu dibuka dibelakangku, membuatku menoleh. Dan kudapati kedua orang tua Albert datang dan tanpa sadar aku diam seakan kakiku telah merekat dilantai dengan tatapan terpaku melihat betapa paniknya Tante Diana akan kondisi Al saat ini. Sebuah tangan mengusap lembut pundak kananku. Pandanganku kini tengah bertemu dengan mata indah milik Om Bryan dan dengan gerakan reflek aku melirik jam tangan dipergelanganku. Mampus, aku musti pulang sekarang. Gak enak sama Alice juga kalo kelamaan disini. batinku

"Malam Kissya. Makasih udah jenguk Albert. Sering-sering kesini ya Kiss nemenin tante sama om disini, biar makin rame." kata Tante Diana, ibu Albert.

"Tapi Albert butuh istirahat tante, takutnya ntar Kissya malah ganggu lagi kalo keseringan." terangku pada Om Bryan tentang keenggananku.

"Dokter aja gak yakin putra om bakal siuman dalam waktu dekat. Kok tiba-tiba setelah kamu dateng Al malah udah bisa nggerakin tangan sama ngom-" Om Bryan menghentikan ucapannya karena disikut oleh istrinya. Lalu, reflek aku menatap Alice yang melihat kami berbincang-bincang. Kami sempat terdiam sebentar, masing-masing dari kami menghalau perasaan canggung yang sempat melanda.

"Alice, Om mau ngucapin makasi sama kamu karena udah mau nemenin Albert beberapa hari belakangan ini." Om Bryan mencoba mencairkan ketegangan yang ia buat beberapa detik lalu dan berbicara dengan nada dibuat luwes tanpa ada kesalahan sebelumnya. Alice yang mendapat ucapan trimakasih hanya tersenyum tulus menanggapi ucapan Om Bryan.

"Kalau gitu Kissya pulang dulu ya Om, Tan udah malem juga soalnya." Lalu aku membungkuk sedikit lalu berjalan kearah pintu.

"Aku duluan ya Lice, longlast sama dia." Aku kembali berjalan kearah pintu dan menggegam daun pintu dengan terpaksa. Saat kubuka pintu tersebut aku menoleh memandang Al sekilas lalu melanjutkan langkahku.

Buru-buru aku memesan mobil untuk kutumpangi lewat go-mobil. Ngeri kalau malam-malam begini aku naik angkutan umum atau malah ojek. Kondisi kota saat ini sedang rawan akan kejahatan jadi lebih baik berhati-hati bukan sebelum menyesal. Saat mobil yang memang kupesan sampai aku segera masuk dan mengatakan alamat rumahku.

***

"Kok balik sendiri, mana Nicko ?" itu kata-kata pertama Bunda saat aku berjalan masuk dan hampir naik tangga menuju kamarku.

"Tadi Kissya balik duluan Bun, karena ada temen Kissya yang sakit dan dia baru dipindah ke sini tadi jadi langsung aja jenguk. Sekalian gitu maksudnya." ucapku pada Bunda yang terlihat penasaran. Saat Bunda seperti sudah paham, aku kembali melanjutkan langkahku.

Entahlah kenapa saat ini pikiranku serasa kosong, badanku lemas dan sangat lelah padahal tadi sepertinya aku tidak melakukan sesuatu yang terlalu memforsir tenagaku. Aku berjalan lunglai menuju kamarku dan menutupnya. Berjalan kearah walk in the closet untuk berganti pakaian lalu menuju kamar mandi untuk mencuci mukaku dan gosok gigi dan bergegas untuk tidur. Namun ketika kupejamkan mataku, wajah Al dengan senyumnya yang mematikan terpampang jelas dibenakku. Dan untuk kesekian kalinya aku membuka mataku lagi. Kuhadapkan badanku kearah kiri, mencari posisi yang nyaman dan ku pejamkan mataku lagi. Tetap saja wajah Al masih disana. Lalu kuputuskan untuk terjaga. Ingatanku kembali saat aku masih ada di dalam kamar inap Al. Bagaimana raut wajahnya saat itu, bulu-bulu halus didagunya mulai terlihat dan ketika tanganku menyentuhnya terasa sedikit menggelitik. Seketika aku kembali teringat ketika dulu aku sering diam-diam pergi berdua dengannya, sesekali berbohong pada kedua orang tuaku hanya untuk menghabiskan waktu bersamanya. Betapa menegangkan sekali kisah hidupku dulu.

Saat teman-temanku menceritakan betapa mengasyikkannya ketika pacar mereka datang kerumah dan ia dengan senang hati memperkenalkan pada kedua orang tua mereka. makan malam bersama, bercanda, berbagi cerita, mencoba untuk mengenal lebih jauh satu sama lain. Sedangkan aku harus bermain kucing-kucingan dengan segala resiko yang harus kutanggung.

Kamu pasti pernah mendengar, orang lain bisa menilai dirimu hanya dengan melihat teman-teman sepermainanmu atau teman-teman dekatmu. Itulah cara pandang kedua orang tuaku untuk menilai seseorang. Ya walaupun tidak sepenuhnya benar, namun tidak berarti salah juga. Aku mengakui jika orang tuaku kadang sangat kolot jika menyangkut masalah kehidupan dan bagaimana mereka menilai orang lain. Namun tidak semua orang bisa dinilai dengan cara dangkal seperti itu dan harusnya sedikit bisa bersikap open-minded tidak ada salahnya. Cara berpikir, cara memahami, cara berinteraksi dan cara berproses setiap orang berbeda-beda. Tidak mungkinkan kita menyama ratakan seseorang dengan orang lain. Setiap manusia punya masanya sendiri-sendiri.Seperti halnya presiden Amerika sekarang, D. Trump menjadi presiden ketika berumur 70-an sedangkan Barack Obama mengakhiri masa jabatannya pada usia 50-an. Mungkin bisa saja Al sedang ingin melebarkan sayapnya dalam mencari teman. Dia tidak pernah memandang siapa orang itu, bagaimana perilaku mereka diluar sana, atau apalah itu. Asalnya ia berperilaku baik dan sopan, cocok jika diajak berbicara, apa salahnya jika diajak berteman. Karena bagaimana kita bisa tau sikap dan sifat seseorang jika kita tidak mengenal orang itu lebih dalam. Rasa kantukku datang ketika emosi dan rasa sesalku sedang menggebu-gebu dan akupun tertidur dengan sendirinya.


~~~~~

tbc

Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang