Page 14

298 8 0
                                    




----- FLASHBACK -----



Kissya POV

Kusandarkan kepalaku dipunggungnya, menikmati rasa nyaman yang merasuk diam-diam kedalam hatiku. Saat kurasakan kendaraan yang kukendarai berhenti saat itupula sebuah tangan membelai kakiku lembut. 'Jangan tidur', katanya padaku dan hanya kutanggapi dengan tawa pelan. Beberapa saat kemudian kami kembali bergerak. Mataku memandang hamparan hijaunya padi yang dihiasi matahari yang bergerak perlahan menuju ufuk. Betapa bahagianya aku saat ini, menjadi gadis yang bisa mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang yang selalu kuinginkan. Seseorang yang bisa menjadi kakak, pacar dan sahabat untukku, hanya untukku.

"Kita udah sampai sayang," aku turun terlebih dahulu dan meletakkan helmku diatas motor. Kulihat dia sudah berjalan terlebih dulu kearah sebuah gubuk sederhana dimana kami biasanya melihat sunset dan aku mengikutinya.

"Bu, kopi hitam tanpa gula satu ya." Lalu tatapannya beralih padaku, "Saya Torabika cappucino aja, panas ya Bu." Dia kembali berjalan meninggalkanku untuk masuk lebih dalam dan mencari tempat duduk. Lagi-lagi aku hanya mengikutinya dari belakang tanpa sepatah kata. Saat aku melihat dia mengambil posisi duduk dikursi panjang dan duduk diujung, lalu aku mengambil posisi duduk di ujung yang lain agar sedikit memberi ruang agar dia bisa bergerak bebas jika ingin menaikkan kakinya ke kaki yang lain.

"Misi, ini kopi sama cappucinonya." Kata Ibu tadi sambil meletakkan minuman kami dimeja.

Posisi gubuk ini ada diatas bukit dan jika aku melihat kebawah akan terlihat pohon-pohon rimbun yang menahan tanah bukit ini agar tidak menimpa rumah-rumah warga dibawah sana. Dan jika aku memandang lurus kedepan aku bisa melihat pemandangan matahari terbenam dengan leluasa dan tanpa ada yang menghalangi. Dikejauhan aku juga bisa melihat lampu-lampu malam yang mulai dinyalakan dan beberapa pesawat yang sedang take off maupun landing. Kusentuh cangkir cappucino panasku menyoba menghangatkan kedua tanganku yang mulai merasa dingin dan saat aku ingin bersandar pada kursi kurasakan sebuah tangan sudah berada dipunggungku dan bersiap mengait nyaman dipinggangku. Dalam hati aku bertanya kapan dia bergeser (?) kok aku nggak merasakan gerakan apapun. Tangan itu lalu menarikku mendekat dan merengkuhku ke dalam pelukannya dan secara naluri aku menyandarkan kepalaku di dada bidangnya. Mempunyai tempat bersandar seperti ini sungguh sangat menyenangkan seakan aku tidak akan pernah sendirian untuk melalui hari-hariku karena aku yakin akan ada seseorang dibelakangku yang akan merengkuhku jika aku lelah.

"Apa rencanamu kedepannya ?" Al berkata sambil mencium pelipisku.

"Ayah cuma mau aku lanjut kuliah di universitas negeri yang itu, kalau nggak lolos langsung disuruh ke universitas swasta di daerah barat."

"Mau ambil apa ?"

"Nggak tau. Kalau aku flashback lagi ni ya Al. Kayaknya dari aku mulai sekolah sampe sekarang, kok nggak ada yang bener-bener aku yang milih ya. Apa-apa Bunda yang nentuin, Bunda lagi, Bunda terus. Pendapatku nggak per---"

"Ssst, kamu nih. Kalau masalah nyalain orang kok semangat banget."

"Tapi ini seriusan Al. Aku enggak ada niat buat nyalahin, cuman kayaknya pendapatku nggak pernah didenger."

"Sayang.. Pernah nggak kamu bilang ke orangtuamu alasan kamu milih sekolah itu atau milih apapun yang kamu mau ?"

"Pernah.."

"Trus tanggapan orang tua kamu ?"

"Tetep nggak setuju,"

"Mungkin kamu kurang bisa ngeyakinin mereka aja. Kamu taukan aku sayang kamu ??" akupun dengan begonya menggangguk sepersekian detik setelah Al mengajukan pertanyaannya dengan dibubuhi muka polos.

"Aku bakal nglakuin apa aja buat kebahagiaan kamu, meskipun terkadang apa yang aku lakuin itu terlihat salah dimatamu atau mungkin malah ngebuat aku menderita sekalipun. Dibalik tindakan yang kita ambil pasti ada baik buruknya, dan kamu jangan sampe menutup mata saat didepanmu terlihat jelas efek baiknya. Apa yang aku lakuin ini, tentu juga akan dilakuin sama orang tua kamu. Mereka cuma pengen yang terbaik buat kamu."

"Terus kebahagiaanmu ?? Al, jangan ngomong kayak gitu."

"Sedikit bersikap egois demi kebahagiaan diri sendiri tu terkadang perlu lho Kiss. Sifat introvertmu juga sikapmu yang selalu memikirkan orang lain terus juga nggak baik. Kalau kamu mikirin pandangan orang lain ke kamu secara terus-terusan, terus kamu berusaha terlihat baik dimata mereka. Kapan kamu bakal bahagia dan bisa menjadi dirimu sendiri ?? Memiliki kelemahan itu juga manusiawi lho.."

"Perbedaan bodoh dan jenius itu bener-bener tipis ya.." kugenggam tangannya dan mengusapnya pelan.

"Ngatain ni ceritanya ??"

"Siapa sih aku ini kok berani bener ngata-ngatain kam—" sebuah benda kenyal menimpa bibirku tiba-tiba. Aku yang syok hanya bisa mengeratkan genggaman di tangan kami.

"Pelajaran apa yang paling kamu suka ??" ucapnya membuka pembicaraan lagi, seakan tidak terjadi apapun diantara kami.

"Dulu waktu sd sampek smp, aku suka banget sama matematika. Tapi pas sma pindah ke kimia."

"Kok bisa matematika ?? Emang kamu nggak pusing apa ngitungnya ??"

"Dari sd tempat lesku selalu nyuruh kita-kita buat teriak matematika itu mudah. Jadi yaa waktu kita ngerjain enjoy-enjoy aja, belum lagi pas dapet rumus-rumus cepat. Lagian waktu itu aku punya partner yang bener-bener bisa motivasi aku. Aku masih inget banget waktu itu ujian nasional. Terus nilai dia sempurna dan aku Cuma dapet 9.75. Dia ngejek aku habis-habisan, sampek perih sekaligus bangga, karena ternyata aku nggak tolol-tolol amat."

"Kalau kamu tolol pasti aku nggak mau sama kamu."

Al tertawa dan aku hanya bisa diam sembari memandangi bagaimana wajahnya dihiasi senyum khas seorang Albert. Lalu tanganku terulur untuk menyentuh rahangnya, kualihkan wajahnya untuk menatapku. Dia melirihkan suara tawanya lalu kuhisap bibir nakal itu. Aku tidak peduli jika dia akan menolakku didetik yang akan datang. Karna yang saat ini aku inginkan hanyalah menggigit bibir yang tadi sempat mencemooh diriku. Kurasakan dia tidak menolak dan kuberanikan diri untuk menariknya lebih mendekat. Ciuman kami menjadi lebih intens, saling menghisap dan mengulum. Tubuhku meremang saat dia mencengkram pinggulku dari balik bajuku serta geraman  lirih darinya. Setelahnya hanya bisa kurasakan saat bibir nakal itu mencium leher bagian kiriku dan menggigit kecil hampir disetiap permukaanya. Tangannya yang lain membelai lembut dan sarat akan kenikmatan di bagian leher kananku. Tanpa sadar aku menggigit bibir bawahku, menahan desahan yang mulai mendesak ingin keluar. Al mengangkatku untuk duduk dipangkuannya dan menghadap kearahnya. Kulihat matanya sedikit sayu menatap leherku yang mungkin sedikit mengkilat dan menarik karena sedikit merah-merah. Tangannya bergerak cepat membuka dua kancing teratas bajuku. Gerakannya berhenti ketika matanya fokus dengan apa yang ada dibalik dua kancing baju teratasku. Bibirnya bergerak menggigit bibirnya yang lain lalu pandangannya kembali pada mataku. Kedua tanganku yang berada diantara pusar kami hanya bisa saling menggenggam erat hingga meninggalkan rasa sakit. Lalu kedua tangan Al menggenggam kedua pinggulku dan mendorong tubuhku maju, kemudian salah satu tangannya berada dipunggungku. Bibirnya mulai mencium dan menggigit gemas kedua bukit kembar milikku. Aku yang sudah mulai merasa terpancing hanya bisa menggenggam bajunya dan menariknya. Hembusan nafasku yang mulai tidak teratur dan terasa ada sesuatu yang aneh dengan apa yang kududuki. Sebuah geraman kembali terdengar lirih. Otakku yang mulai menjadi bego akan pelajaran biologi yang pernah kudapatkan mengenai reaksi makhluk hidup jika mendapatkan ransangan. Dan dengan polosnya aku menggeser-geserkan pantatku untuk mencari tempat nyaman. Suara geraman rendah kembali kudengar kala kedua buah tangan Al mencengkram pantatku.

"Jangan nakal Kiss, atau kamu lebih suka menggeram keenakan disini" katanya dengan suara serak dan lirih tepat disebelah telingaku. Seketika itu juga otakku bekerja tiga kali lebih cepat dan mengumpat dalam hati DAMNSH*T..

----- FLASHBACK -----


~~~~~

tbc

Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang