Page 7

2.2K 69 0
                                    




ALBERT POV

Gadisku, dia memang sosok wanita yang terlihat tomboy dan tegar bagi orang lain yang melihatnya. Tapi tidak denganku.

Aku tau dia banyak menyimpan kisah sedihnya seorang diri. Gadis kecil yang sangat kusayang. Aku hanya berharap dia akan selalu kuat seperti sekarang.

Ku peluk tubuh mungilnya. Aku slalu suka saat tanganku menggenggam tangan kecilnya, semua terasa pas. Namun apa daya perasaan ini tak boleh kuteruskan.

Tak sedikit waktu yang telah kulewati dengannya, apakah 4 tahun merupakan waktu yang singkat ? Hubunganku dengannya kandas karna tak mendapat restu dari ayahnya.

Aku memang bukan dari keluarga berada, juga dengan fisikku yang jauh dari kata sempurna. Apa cinta butuh kedua poin diatas ? Dia menerimaku lengkap dengan kekuranganku, padahal setiap jalan dengannya aku kadang merasa tak pantas untuk berada disampingnya. Tapi dia slalu meyakinkanku bahwa semua itu tidak penting.

Hubungan tanpa status yang tak berujung dan tak tau kapan akan mendapat titik terang dari ketidak pastian ini, namun sepertinya yang pasti. Aku harus berusaha untuk bisa terlihat pantas bersanding dengannya.

Kurasakan usapan lembut dijemariku. Kulihat wajahnya yang masih asyik memandangi indahnya pemandangan matahari tenggelam didepan kami. Ku eratkan pelukanku padanya, dia menggeliat mencari posisi nyaman.

Kuletakkan kepalaku dibahunya. Dia tak bergeming. Kutolehkan kepalaku kearah wajahnya dan kutiup telinganya. Kurasakan badannya menegang. 'Hahaha aku baru saja menemukan spot sensitifnya,' kataku dalam hati.

Dia hanya menoleh kearahku lalu kulihat dia mendekatkan kepalanya.

"Genit!" setelah itu dia hanya memamerkan gingsulnya. OMG, Tuhan tolong kuatkan aku saat melihat senyumnya.

Lalu kukecup ujung kepalanya. Aku merasakan ada yang aneh dengannya, tapi aku tak brani menanyakannya. Dia pasti akan mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan, namun berbeda dengan matanya yang terlihat redup. Dan kenapa tadi dia tiba-tiba mengucapkan terimakasih, seperti sebuah perpisahan.

Kualihkan pandanganku kearah lain untuk mencoba meredam rasa penasaranku. Dan mataku terfokus pada sosok yang kukenal.

Nyonya Amo, beliau adalah malaikat yang telah melahirkan gadis manisku. Dia bersamaa... seorang laki-laki. Namun.. sepertinya itu bukan Mr. Amo, aku belum pernah melihatnya.

Lalu pandanganku beralih pada tubuh mungil didepanku.

Apa ini yang membuatnya tampak muram ? Apakah dia tau ? Atau dia benar-bemar tidak tau mungkin bisa dibilang El belum melihat pemandangan tak mengenakkan tadi ?

"Al, kita terlalu banyak membuat kenangan, bagaimana jika salah satu dari kita memiliki orang spesial nantinya. Apakah kenangan ini harus dihapus dan dipendam sedalam mungkin ?" suaranya mengagetkanku. Tanpa sadar tubuhku menegang.

"Al, kamu kenapa ?" tanyanya dengan menatap manik mataku.

"Gakpapa, gimana kalo kita pulang ?" kataku setenang mungkin agar dia tak curiga.

"Pulang ? Kamu bosan ?"

"Mungkin kita harus makan sesuatu, udara disini juga mulai dingin. Aku takut kamu sakit, yuk. Kamu mau makan dimana ?"

"Al.. Ada apa ?" matanya terlihat sendu. Aku tak mau membuatnya semakin sedih lagi jadi hanya kulumat bibirnya. Kumainkan lidahku didalam mulutnya. Kugigit bibir atasnya pelan.

Kuakhiri ciumanku dengan kuusap lembut bibirnya yang basah karna salivaku.

"Aku gak mau kamu sakit. Please, jangan nolak ya."

Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang