Tak Di Anggap

15.9K 754 4
                                    

Hendra Pov.

Cahaya menyilaukan dari arah jendela sedikit membuatku silau,shit'. Dengan sedikit menggerutu karena sinar matahari yang mengusik tidur cantikku, mau tak mau membuatku terpaksa membuka mata.

Kurasakan lengan sebelah kiriku sedikit kram dan berat , seperti di tindih sesuatu.
Karena penasaran ku melirik ke samping dan mendapati seorang wanita tertidur pulas dan memelukku dengan erat.


Terlintas kembali kegiatan panasku dan San san tadi malam membuatku diam diam tersenyum, San san benar benar membuatku gila.

Berbagi kehangatan satu sama lain dengan tubuh menyatu dibarengi gairah yang meluap luap, hampir membuatku kehilangan kewarasan karena begitu nikmatnya, apa itu sebabnya orang orang sering berlomba lomba ingin merasakan apa itu surga dunia. Tanpa memperdulikan usia dan seratus mereka.

Ku usap rambut hitamnya yang selembut sutra ini dan menjalar ke pipinya yang putih dan mulus. membuatnya menggeliat, bulu mata lentiknya sedikit bergerak sedetik kemudian mata sipit dengan bola hitamnya terbuka sempurna.

Dia mendonggkakkan kepalanya menatap kearahku.
"Good Morning " sapanya dengan setengah sadar.

"Morning Too, Baby" kukecup bibir merah jambunya. Dia tersenyum dan kembali mengeratkan pelukannnya, membenamkan kepalanya ke leherku seperti anak kucing yang mencari kehangatan ,membuatku sedikit geli namun sebisa mungkin ku tahan.

Melihat San san yang kembali terlelap,akhirnya aku mencoba melepaskan lengan dan kakinya yang meliliti tubuhku, 'seperti ular saja' ceplosku asal.

Setelah terlepas, aku segera turun dari ranjang memakai celana ku dan menuju ke kamar mandi yang terletak di sudut kamar, membersihkan diri.

***

Selesai membersihkan diri, aku keluar dari kamar mandi, dan mendapati kemeja dan jas kerja yang sudah rapi di atas meja kecil sebelah ranjang. Kulirik San san yang masih terlelap, dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya dan hanya sedikit menampilkan kepala. Lili,aku tau pasti Lili telah masuk kedalam kamarku dan menyiapkan ini semua.


Lili wanita yang baik ,tidak pernah mengeluh tentang sikapku. dia selalu menuruti apa yang aku perintahkan tak perduli apa itu menyakiti hatinya atau tidak.

Setiap pagi dia selalu menyiapkan baju kerja untukku, mengambil pakaianku yang kotor dan mencucinya.

Menyiapkan sarapan pagi untukku, meski aku selalu menolak untuk memakannya, kecuali kopi. Karena aku memang pecinta kopi dan kopi buatan Lili sangat enak dan pas di lidahku.
Berapa sering ku menolaknya ,Dia tidak marah dia tetap tersenyum padaku seperti biasanya, meskipun aku tau ada luka di balik senyum itu, namun aku mencoba buta untuk melihat itu semua.

Dia selalu mengantarku sampai depan rumah mencoba menjadi istri yang baik seperti wanita wanita diluar sana, walaupun tak ada senyuman dan kecupan lembut di kening dariku, seperti pasangan suami istri lainnya, lagi lagi dia tidak marah dan tetap tersenyum, mengucapkan semoga aku hati hati, melambaikan tangan ketika mobilku mulai berjalan keluar dari area rumah.

Setiap pulang kerja dia selalu menungguku menyambut kepulanganku, tak perduli larut atau tidak. meskipun aku sudah melarangnya namun dia tetap keras kepala.

Selalu menyajikan makan malam, berharap aku mau makan dengannya, lagi lagi ego dalam diriku menolak, membiarkan dia makan sendiri, dalam diam kesendirian dan tangisan. Lagi lagi aku tak perduli.

Aku tau dia sedih melihat sifatku dan kelakuanku padanya, aku tau dia luka atas semua perbuatanku dan sikap acuhku padanya. sekali lagi aku tak peduli.

Aku mencoba membutakan mata dan menulikan telinga atas semua itu, aku sengaja membatasi diri dengan pagar raksaksa yang tak kasat mata,'jarak' agar dia tak pernah bisa meraihku.


Tiba tiba perkataan tontowi terngiang di telingaku, dia berkata Lili mencintaiku.

Aku tau, Aku tau Lili mencintaiku, walaupun dia tak pernah mengatakannya langsung,

Melihat dari matanya ketika menatapku saja sudah kelihatan. Dia sering salah tingkah dengan pipi chubby yang mendadak bersemu merah.

Bukankah Cinta bisa terlihat dari sorotan mata, ketika bibir tak mampu menjelaskannya.

Ahh, psetan dengan semua itu, dia mencintaiku atau tidak aku akan tetap membencinya. Karena dia , telah membuatku terikat dengan pernikahan konyol ini.

***

Gema suara langkah kaki terdengar dari atas tangga, membuat Lili yang sedang menyusun piring di meja makan menoleh.

Lili iri melihat San san yang begitu mesranya menggandeng Hendra, Suaminya.
'andai aku bisa menukar posisi itu'
Segera di tepisya pikiran konyol yang entah kenapa tiba-tiba berkelebat di pikirannya.

"Apa kalian mau sarapan dulu" tawar Lili halus, mencoba bersikap biasa biasa saja.

"Tidak, kita harus pergi" ketus Hendra, .

"Sebaiknya kita sarapan dulu Hend," bujuk San san, "Aku lapar, habis permainan semalam" Lili mendesah sedih atas perkataan San san barusan, dadanya terasa sesak membayangkan mereka habis bercinta, tanpa memperdulikan dia yang setatusnya adalah istri.

Walau enggan akhirnya Hendra mau menuruti ajakan sang kekasih untuk sarapan bersama, Hendra menarikkan kursi untuk San san dan duduk di sampingnya.

Sedikit terpincang akibat jatuh tadi malem, menyisahkan sedikit nyeri dikakinya jika dipaksa untuk berjalan. Lili menggeser kursi dan duduk didepan mereka, jika saja dia boleh memilih, ingin rasanya ia lari ketempat yang jauh, ketempat dimana ia tak harus menyaksikan kemesraan sang suami dengan wanita lain. Siapa yang sanggup melihat suaminya berbagi dengan wanita lain? Tidak ada.

Sekali lagi Lili harus menelan pahitnya kenyataan ketika dengan tak sengaja ia melihat Hendra menyuapi San San dengan roti bakar, menjilat bibir wanita itu saat ada selai stoberi menempel di sudut bibir berwarna merah hasil polesan lipstik.

Biarlah waktu teruslah berputar

Mencintai kamu penuh rasa sabar

Meski sakit hati ini kau tinggalkan

Ku iklas tuk bertahan.
(st12).

'TES..'

Mendadak air matanya menetes, dengan sedikit memalingkan wajah Lili menghapus kasar air mata yang selalu tanpa malu keluar.

Sreeett

Hendra berdiri dari tempat duduknya disusul San san mengekorinya di belakang, tanpa perlu repot-repot berpamitan dengan Lili, membuat gadis itu harus lagi lagi menelan kepahitan, tak di anggap dan tinggalkan seperti barang rongsokan yang harus dibuang.

Cintaku padamu begitu besar

Namun kau tak pernah bisa merasakan

Meski sakit hati ini kau tinggalkan

Ku ikhlas tuk bertahan.

Kau meninggalkanku tanpa perasaan

Hingga ku jatuhkan air mata

Kekecewaanku sungguh tak terarah

Biarkan ku terus bertahan.

Mulutnya penuh dengan roti, namun gadis itu tetap saja memasukkan roti roti lainnya kedalam mulutnya yang kecil.

Perlahan lahan Sungai kecil mulai membanjiri pipi pucat sang gadis, sampai suara sesenggukan pun terdengar dari bibir mungil sang gadis, memilukan bagi siapapun yang mendengarnya.

****

Makin gaje banget ini cerita.. hiks hiks.

Salam handly lovers 😘






Please, Look At MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang