7 Hari

91 11 0
                                    

Sebenar apapun yang kamu lakukan jika bukan pada waktu yang tepat, itu akan salah.

Waktu yang diberikan Papa hanya 7 hari. Dan selama itu pula aku sholat Tahajjud namun aku belum mendapatkan jawaban. Besok adalah waktuku untuk mengucapkan keputusan final kepada Papa.

"Mbak mobil hotel udah jemput tuh." Mama tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar.

Aku bangkit dari kursi dan berjalan menghampiri Mama.

Aku sudah siap untuk berkerja.

"Ma, gimana nih? Aku masih bingung sama jawaban buat Papa." Kataku setelah menyalami Mama.

"Terima aja." Mama tersenyum tulus, "Mama sama Papa tau yang terbaik buat kamu."

Hatiku bergetar. Mungkinkah ini jawaban dari-Nya?

Aku mengangguk mantap. "Makasih Ma. Lankey sayang Mama. Lankey kerja dulu ya, Ma. Dah..."

***

"Eh tumben siang Tha?" Mungkin aku belum memberitahu kalian, ini temanku ditempat kerja. Dia satu-satunya sahabatku. Namanya Kamilia, panggilannya "Lia" namun aku satu-satunya orang yang memanggilnya "Kamil". Dia juga satu-satunya orang yang memanggilku "Thatha", dia mengambil itu dari nama belakangku. Jadi aku akan tahu bahwa dia yang memanggilku tanpa harus menoleh ke suara itu, begitupun sebaliknya.

Best friend goals, right?

Kamil bekerja di front office bagian receptionist.

Dia selalu mengeluh tentang pekerjaannya. Entah itu kakinya yang pegal karena harus berdiri selama 8 jam dan harus memakai high heels, atau karena pipinya yang pegal karena harus tersenyum pada tamu.

Itu adalah alasan kesekian kenapa aku tidak mau bekerja di bagian yang berhadapan dengan tamu.

Dan, Kamil ini sudah dilamar. Dia akan menikah beberapa minggu lagi. Rencananya dia akan menunjukkan calon suaminya padaku hari ini, ketika pulang kerja. Katanya calon suaminya itu akan menjemputnya.

Jujur aku iri dengan sahabatku yang satu ini.

"Situ kali yang kepagian. Ini juga baru jam setengah delapan." Balasku tanpa menoleh kearahnya yang sedang berdandan.

Kami bekerja di morning shift. Mulai bekerja dari jam 8 sampai jam 4 sore. Para karyawan memang diharuskan untuk sudah ada dihotel setengah jam sebelum jam shift nya.

Aku sedang fokus mengikat tali sepatuku.
Memang sudah seperti itu kodratnya. Bagian yang berhadapan dengan tamu harus memakai heels sedangkan yang bagian bersih-bersih harus memakai sepatu bertali.

"Thatha..." Sahabatku itu kembali bersuara.

"Kenapa?" Aku memandang wajah cantiknya yang sudah dilapisi make up tipis.

"Ada yang gue pikirin belakangan ini." Katanya masih dengan muka melas.

Aku tergelak, "Bisa mikir juga? Kirain gak bisa."

"Ih, serius tau." Dia memberengut, "Mas Fariz ngasih  izin buat tetap kerja gak ya?"

Jujur, ini baru terpikir olehku. "Kata-kata suami itu perintah." Balasku. "Kalau dia ngasih izin ya Alhamdulilah. Kalau enggak ya sukurilah." Aku tersenyum getir.

Membayangkan bekerja disini tanpa kehadiran Kamil akan membuat hariku suram, lagi.

"Lo gak mau nahan gue gitu?" Bibirnya melengkung kebawah.

"Kenapa harus ditahan? Suami lo pasti ngasih izin kok." Aku menenangkannya dan diriku sendiri.

Dia tiba-tiba memeluk tubuhku. Untung saja ruang loker ini sepi, jika ramai mungkin karyawan lain akan menganggap kami pasangan sejenis.

"Udah ah jangan nagis, ntar bedak lo luntur loh." Ujarku yang mulai kehabisan nafas karena dipeluk kelewat erat.

Dia melepas pelukannya, "jadi kapan?"

Lah? Apanya yang kapan?

Belum sempat aku bertanya, dia kembali berujar, "Lo mau jadi perawan tua?"

Sudah kutebak arah pembicaraan ini.

Aku mencibir, "Bentar lagi."

Kamil lalu melakukan atraksi ala cheerleaders bersama karyawan lain.

Eh gak ding._.

"Seriusan lo?" Matanya membulat sempurna.

"Nggak tau juga sih. Tapi doain aja ya." Balasku seadanya.

"Amin. Amin. Akhirnya sohib gue gak jomblo seumur idup. Bhaks." Dan dia tertawa sepanjang perjalanan kami menuju bagian masing-masing.

***

"Lankey, Kenzi tidak masuk hari ini. Saya minta kamu untuk menggantikannya hari ini."

"Kenzi dibagian komunikasi Pak?"

Pak Sodiq mengangguk mantap. Beliau adalah Bos kami. Manager bagian front office dan housekeeping.

"Baik Pak."

Huft... seperti inilah jika kamu menjadi orang yang selalu baik dimata boss. Mentang-mentang aku lulusan Perhotelan, lalu beliau dengan seenak jidatnya memindahkan aku kebagian ini dan itu.

Fine. Aku harus ke bagian komunikasi sekarang.

Moon & BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang