1

132K 5.1K 128
                                    

Joanna melepas heels tujuh centi-nya dan meletakkannya di atas rak sepatu. Tubuhnya lelah, begitupun dengan otaknya.

Semua laki-laki sama saja. Mereka hanya melihat perempuan dari fisik saja. Terbayang dalam ingatannya bagaimana kemarin Brad dengan tatapan memuja memandang Josephine yang cantik dan semampai bak model international.
Bukannya Joanna cemburu karena ia tidak punya perasaan apapun pada Brad. Namun semua yang dilihatnya itu semakin membenarkan anggapannya pada pandangannya terhadap manusia berjenis laki-laki.

Masih kurang dengan kebenaran anggapannya? Huh.... baru saja ia bertemu dengan laki-laki yang dijodohkan ibunya. Dan lagi-lagi fakta yang diterimanya memaparkan hasil yang sama.

Kevin, laki-laki ketiga yang dijodohkan dengannya, memandangnya dengan malas.
Kemudian saat mereka hanya berdua, laki-laki itu mengatakan sesuatu yang membuat harga dirinya terluka.

"Apakah kau sudah benar-benar tidak laku hingga harus meminta bantuan ibumu?" sungguh, ucapan Kevin benar-benar menorehkan luka. Tapi setidaknya laki-laki itu tidak membohonginya dengan berpura-pura menyukainya lalu menghancurkannya kemudian.

Joanna menyadari siapa dirinya. Wajahnya biasa saja. Rambut lurusnya yang hitam pekat panjangnya melewati bahu, sama sekali tidak indah. Apalagi tubuhnya yang mungil cenderung pendek. Matanya agak sipit dengan kulit pucat. Siapa yang akan tertarik padanya?
Dan ia cukup tau diri dengan keadaannya.

Seharusnya ibunya menyadari bahwa ia berbeda dari Leana, kakaknya. Leana yang semampai, cantik jelita, rambutnya bergelombang indah, primadona sekolah, bahkan ia sudah menjadi seorang model papan atas saat ia masih di sekolah lanjutan.
Tentu saja ia bukan tandingan Leana. Tapi bagaimanapun keadaannya, Joanna sangat bersyukur mempunyai saudara seperti Leana. Meskipun mereka bagaikan langit dan bumi, kakaknya itu sangat menyayanginya.

Terkadang Joanna bertanya-tanya dalam hatinya, kenapa ia berbeda dari Leana dan ibunya? Padahal kata ibunya, ia bukanlah anak pungut. Ia benar-benar anak kandung ibunya.

Ia menjatuhkan tubuh lelahnya di atas tempat tidur queen size-nya. Memejamkan matanya, berusaha untuk terlelap.

-----*-----

Ruangan dingin milik atasannya serasa membekukan tulang-tulangnya. Joanna hanya diam menunggu Devan, Boss besarnya membolak balik berkas dihadapannya.

Laki-laki itu mengangkat wajahnya memandang Joanna.

"Baik. Nanti sore, kau temui Mr. Forrester di lobby Castillo Hotel. Beliau berkenan menerima kita disana," beri tahu Devan tanpa memandang Joanna.

"Dengan Bapak?" tanya Joanna memastikan.

"No Joanna! Kau sendirian. Ingat, ini tanggung jawabmu. Aku harus berangkat ke Jepang malam nanti," sahut Devan tegas. Matanya tajam memandang Joanna.

"Terserah kau saja, Pak Devan yang terhormat," ujar Joanna pasrah.

"Jo, kali ini saja," Devan merendahkan nada suaranya seperti memohon. Ia tau, Joanna tidak bisa ditekan. Gadis di hadapannya ini akan menentangnya habis-habisan jika ia bersikap otoriter.

"Oke. Tapi aku mau kompensasinya," Joanna menyedekapkan kedua tangannya di dada.

"Apapun yang kau mau," senyum Devan merekah lega.

"Baik. Akan kukabari segera setelah aku menemui Mr. Forrester nanti malam," Joanna berdiri, tanpa memandang Devan lagi, ia berjalan keluar ruangan.

Devan tersenyum menggelengkan kepalanya melihat tingkah adik sepupunya. Joanna memang tidak secantik Leana. Secara fisik, Joanna lebih mirip almarhum ayahnya, sedangkan Leana lebih mirip Tante Pina, ibunda Joanna dan Leana. Tapi Joanna memiliki kelembutan hati yang tidak dimiliki oleh banyak orang. Sepupunya yang satu ini paling baik diantara saudara-saudara sepupunya yang lain.

BILLIONAIRE'S LOVE (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang