Audisi (2)

21 0 1
                                    

Di kawasan Sapporo, Hokkaido. Tepatnya didekat tempat perbelanjaan yang cukup ramai dikawasan tersebut. Freddy Kitagawa yang merupakan anak dari produser Jepang ternama yaitu Johnny Kitagawa, tengah disibukkan dengan persiapan berdirinya agensi baru dibawah namanya sendiri. Pria itu ingin mengikuti jejak sang ayah, membuat grup-grup idola yang berbakat dan terkenal. Walau target pasar mereka bertolak belakang, formula rahasia mereka hampirlah sama.

"Apa lagi yang kita butuhkan?" tanya Freddy, dua orang ajudan dibelakangnya berjalan mengikuti Freddy dengan tangan dipenuhi barang.
"Kami rasa sudah cukup, Tuan," ujar seseorang dari mereka.
"Coba bacakan daftarnya," pinta Freddy.
"Ano, kami kesulitan untuk mengambil kertasnya," ujar yang lain. Freddy sontak menghentikan langkahnya dan berbalik memandangi kedua ajudannya.
"...ya sudah, kita pulang," putus Freddy kemudian, kedua lelaki itu pun menghela nafas lega.

Ketiganya berjalan menyusuri orang-orang yang berlalu lalang disepanjang jalanan kawasan tersebut. Ditengah perjalanan, mata Freddy tertarik pada sekumpulan orang yang berkumpul di sebuah sudut. Tanpa berbasa basi, ia mendekat kesana.

"Sumimasen. Ada apa ini? Apa kecelakaan?" tanya Freddy pada seseorang yang tak dikenalinya.
"Gadis itu sangat cantik dan pintar," jawab orang tadi. Freddy seketika mengerutkan kedua alisnya. Ia pun memaksa masuk kedalam kerumunan untuk melihat apa yang terjadi.

"I want to fly~ waiting for sunrise~
I want to fly~ waiting for sunrise~."
(L'Arc En Ciel ; Honey, Accoustic Ver.)

Suara petikan gitar akustik perlahan berhenti, lagu yang dibawakan oleh gadis tersebut pun selesai. Semua orang mulai bertepuk tangan dan memberikan sedikit recehan untuknya.

"Arigatou, minna!" ujar gadis itu riang. Freddy menatap gadis itu iba. Pakaian yang dikenakannya memang tidak tampak lusuhnya, begitu pula dengan aksesoris seperti perak dan topinya. Hanya ekspresi wajah dan gitar akustiknya yang membuat orang-orang berpikir bahwa dia memiliki beban yang berat.

Freddy memutuskan untuk mendekat pada gadis itu. Dengan satu lututnya menahan bobot tubuh, ia berjongkok didepannya.

"Kenapa kau melakukan hal ini?" tanya Freddy ramah. Gadis itu seketika bingung dengan pertanyaan yang diajukan.

"Maksud anda?"
"Kenapa kau mengemis uang pada orang-orang itu?"
"Ah, ano, aku hanya ingin membantu ekonomi keluargaku," ujar gadis tersebut membual.
"Siapa namamu?"
"Ano, untuk apa?"
"Aku ingin membantumu, aku melihat kau memiliki potensi," jelas Freddy.

"Potensi?" gadis itu semakin bingung.
"Hubungi aku disini," Freddy memberikan kartu namanya.
"Aku harap kau tertarik," imbuhnya lagi kemudian beranjak pergi.

***

Disebuah ruangan, di dalam bangunan tua. Terdapat 4 orang gadis yang tengah bercengkrama pada sore hari. Ruangan itu cukup 'bersih' bila dibandingkan dengan ruangan lain di gedung tua tersebut. Setidaknya, tidak ada sampah berserakan disekitar, hanya peralatan elektronik yang menyebar disekitaran lantai.

"Bagaimana menurut kalian?" tanya salah seorang gadis dengan rambut hitam bergelombang.
"Terserah kau saja," jawab gadis lainnya yang bersurai pirang.
"Ikuti saja kata hatimu," timpal gadis bertubuh sedikit lebih besar dari yang lain.
"Tapi..." gadis dengan rambut bergelombang itu merenung.

"Bukankah kau bilang ingin bertemu idolamu? Dalam satu stage yang sama?" gadis berponi pun ikut angkat bicara.
"Tenang saja, kami pasti akan mendukung impianmu," imbuh gadis tadi.

"Tapi, teman-teman. Kenapa kalian tidak ikut juga?" tanya gadis dengan rambut bergelombang itu.
"Kau tidak membacanya? Mereka mencari para gadis muda yang mahir menari dan bernyanyi, bukan seperti kami?" jelas gadis berambut pirang.

"..err, kami?"

"Sudahlah, Kaede tidak mahir dalam menari, Kaoru tidak mahir bernyanyi, aku pribadi tidak punya impian sepertimu. Ini adalah jalan satu-satunya untukmu, aku sebagai pemimpin disini mendukung semua keputusanmu," jelas gadis berponi. Gadis yang diceramahi itu hanya terdiam, merenung dan menunduk tak tahu apa yang harus diambil sebagai keputusannya. Walaupun semua teman-temannya mendukung, hal itu masih terasa berat baginya.

Story About : MaryGoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang