11. Berubah

2.1K 201 6
                                    

===DON'T FORGET TO VOMMENT===

***

Sudah empat hari semenjak insiden di penjara tanpa sel atau lebih dikenal dengan nama sekolah itu terjadi. Dan sudah empat hari pula Jeri menghilang dari peradaban kelas, mungkin dia malu karena lebam atau malu karena kelakuannya.

Seolah menghindar dari dari kenyataan, semua orang yang terlibat dalam insiden kemarin bungkam seribu bahasa. Baik Jeri, Retha maupun Sean. Tidak ada Sean yang menjenguk Jeri, tidak juga Retha yang berkunjung malam-malam hanya untuk meminta almond ke rumah Jeri.

Namun kenyataan sepertinya masih bersekongkol dengan takdir. Pagi ini Retha yang berniat berangkat sekolah dan baru saja mengeluarkan seperempat bagian tubuhnya dari gerbang, harus mengurungkan niatnya dan kembali masuk ke halaman rumah.

Setengah mati Retha menahan degub jantungnya saat melihat sesosok makhluk yang mengenakan kaos hitam dan celana pendek hitam di depan gerbang tetangganya.

"Ahh untung dia gak liat," Retha meletakan tangannya di dada untuk meredam detak jantungnya.

"Ngapain juga pagi-pagi di depan gerbang kayak satpam."

Setelah dua menit menunggu dan berharap sosok itu pergi, Retha memutuskan mengintip sedikit dari celah gerbang.

"Nah dari tadi kek."

Dengan percaya dirinya Retha menuntun Juki keluar dari gerbang, namun tetap dengan langkah antisipasi.

"Lama banget sih!"

"AAA... MAMA!"

Tanpa sadar Retha melepaskan sepedanya dan membiarkannya jatuh di paping jalan. Retha yang sangking kagetnya melihat Jeri yang sedari tadi 'bersembunyi' di balik tembok, refleks berjongkok sambil menenangkan jantungnya.

"Lebay amat sih lo kayak ngeliat setan aja,"

'Lo mah malaikat, malaikat pencabut nyawa.' batin Retha bersuara.

Saat jantungnya sudah normal, begitu juga dengan otaknya, Retha segera mengambil sepedanya dan bergegas pergi dari sana. Bukan karena takut terlambat masuk sekolah, hanya saja takut terlambat keluar dari pesona Jeri.

"Eh lo mau kemana?" cegat Jeri di depan sepeda Retha.

'Ya ke sekolah lah, cakep-cakep kok bego sih Jer.' lagi-lagi ini hanya batin Retha saja.

Retha berbelok ke kiri, Jeri pun mengarahkan badannya ke kiri. Retha ke kanan, Jeri pun memiringkan badannya ke kanan. Sebenarnya apa yang dilakukan kedua orang ini.

"Gue nanya lho, lo itu mau kemana?" dengan tampang datar, Jeri memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. Mencoba bersikap sok cool rupanya.

"Sekolah lah, udah ah sana minggir!"

Retha sudah menaiki sepedanya dan bersiap meninggalkan Jeri disana. Baru saja sepedanya berjalan melewati Jeri, tiba-tiba pedal sepedanya tidak dapat dikayuh, padahal Retha tidak sedang menarik rem tangan. Jangan bilang—

"Kok berenti?" tanya Jeri.

Coba tebak apa yang dilakukan Jeri sekarang? Tangan kanan Jeri yang tadinya berada di dalam saku, sekarang berpindah ke boncengan sepeda Retha. Menahan sepeda Retha dengan sekuat tenaganya agar tidak pergi.

Yang berada di atas sepeda menahan amarahnya dengan tingkah Jeri yang kekanakkan. Buku-buku jari Retha memutih akibat menggenggam stang sepeda terlalu kuat.

"Apaan sih! Lepasin gak?"

"Gak mau."

"Lo sebenernya mau apa sih?! Kemaren lo nyuruh gue buat ngejauhin lo, kemaren lo nyuruh gue buat gak ganggu hidup lo, kemaren juga lo buat gue jatoh dan nangis-nangis gak jelas!" Retha menarik napas dan mencoba menstabilkan emosinya, namun gagal.

"Dan kemaren lo dengan sok pedulinya, dateng ke kelas gue buat ngobatin gue. Bahkan lo juga nyium gue di depan anak-anak kelas! Setelah empat hari ngilang tiba-tiba lo muncul dengan muka bonyok-bonyok gitu dan gangguin gue! Mau lo apa sih Jer?"

Retha benar-benar tidak mengerti dengan tingkah Jeri yang tiba-tiba berubah. Baru beberapa hari yang lalu Jeri meminta Retha untuk menjauh darinya. Tapi sekarang? Jeri bersikap seolah mereka hidup tanpa masa lalu dan tanpa masalah.

Rupanya Jeri sedang bermain-main dengan benang yang selalu setia mendampingi layang-layang. Akibat musim hujan berkepanjangan yang muncul di hati, dan setelah sekian lama menanti musim semi yang berangin, sekarang adalah waktu yang tepat untuk memainkan layang-layang. Satu pesan untuk Jeri, jangan terlalu asyik menarik ulur benang, jika menariknya terlalu kuat jangan salahkan angin apabila benang putus pada waktunya.

"Udah?" tanya Jeri datar. "Udah ngomel-ngomelnya? Kalau belum terusin aja, gue dengerin kok."

Hal itu terdengar konyol di telinga Retha, saat seluruh emosinya muncul dan berniat memberi pelajaran kepada Jeri, justru dirinya lah yang terjebak karma. Ya, apa yang baru saja Jeri ucapakan adalah karma untuk Retha. Di saat dirinya mencoba menjauh dari hidup Jeri, justru Jeri sekarang mencoba berjalan memasuki hidupnya.

"Lo aja bingung sama sikap gue, apa lagi gue." sambung Jeri mencoba menjawab pertanyaan Retha tadi.

Hah? Apa maksudnya? Apa Jeri mencoba menjelaskan bahwa Retha adalah orang yang mengerti dirinya melebihi dirinya sendiri?

"Gak jelas," jawab Retha acuh. "Buruan lepasin, gue udah telat ni."

"Mau bolos gak?"

"Apaan sih, gue ada ulangan. Udah cepetan lepas."

"Gak ikut ulangan sekali gak bakal bikin nilai lo C kok."

"Lo aneh." Retha tidak menjawab pertanyaan Jeri mengenai ulangan barusan. "Gak usah ngomong yang aneh-aneh, orang yang bersikap di luar kebiasaan itu tanda-tanda... Ih apaan sih Jer!"

Jeri tiba-tiba menarik rambut Retha yang dikuncir menyerupai ekor kuda. Membuat si pemilik rambut tidak terima, dan memukul tangan Jeri.

"Udah sana berangkat, ntar telat." Jeri yang sudah melepas tangannya dari sepeda Retha, kembali masukkan tangannya ke dalam saku celana.

Namun Retha belum bergerak mengayuh sepedanya. Ada yang mengganjal dalam hatinya, tapi entah apa.

"Oh iya gue titip ini," Jeri menyerahkan flashdisk hitam kepada Retha, sambil berjalan ke bagian depan sepeda Retha.

Retha yang masih bingung dengan benda itu, hanya menatap flashdisk yang sudah ada ditangannya dengan tatapan penuh tanya.

"Kasih ke Felis."

Mata Retha dengan cepat beralih menatap mata coklat Jeri. Mencoba mencari kebohongan disana. Ternyata tidak ada. Retha tidak mengerti jalan pikiran Jeri, bagaimana Jeri bisa menyuruh Retha menemui cewek itu? Apa ada unsur kesengajaan disini?

"Fe-Felis? Gue gak tau anaknya yang mana." Bohong, tentu saja Retha tahu siapa Felis dan bagaimana rupanya.

"Gue berca—"

Ucapan Jeri terpotong saat sebuah motor berhenti tepat disebelah sepeda Retha.

"Pagi beb...." suara cowok bermotor matic itu sembari melepaskan helm bogo miliknya. "Kok bawa sepeda? Kan saya bilang mau nganter kamu hari ini." cowok bermotor matic itu mengusap pelan puncak kepala Retha.

Panas! Siapa pun, tolong siramkan air ke kepala seseorang yang sedang mengeluarkan asap-asap kecemburuan disana.

***

===DON'T FORGET TO VOMMENT===

REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang