[2] Menghilang

88 4 0
                                        

"Oji!"

Anjani melambaikan tangannya dengan senyum lebar. Menghampiri laki-laki dengan kemeja bernuansa kotak-kotak dengan jam berwarna hitam di pergelangan tangan kirinya.

"Mau ke mana?" tanya Anjani saat sudah berada di samping Oji. Perempuan itu mengikuti langkah Oji yang berjalan pelan menyusuri taman.

"Mau pulang ke kos." Katanya dengan senyuman di wajahnya. "Habis ngajar les?"

Anjani mengangguk. "Zain udah ada peningkatan loh. Sekarang udah mau belajar matematika meskipun nilai sekolahnya masih standar."

Oji tersenyum mendengar cerita Anjani. Perempuan itu pasti senang sekali, karena sebelumnya Zain sangat sulit untuk diajak belajar. Zain selalu menolak dan marah jika Anjani datang dan mulai mengajaknya belajar.

Pernah Oji dengar, Anjani sampai dijambak rambutnya karena Zain dipaksa untuk belajar. Oji menyaksikan sendiri rambut Anjani acak-acakkan ketika pulang dari rumah Zain. membuat perempuan berambut panjang itu terlihat seperti hantu. Terlebih lagi saat itu Anjani mengenakan kemeja putih.

"Udah dapet kos yang nyaman?" tanya Anjani. "Apa masih ngekos di tempat lama?"

"Untungnya sih udah dapet," jawab Oji mengingat kos yang ia tempati sebelumnya memiliki pemilik yang galak luar biasa. Aturannya sangat ketat, sehingga Oji tak bisa beraktifitas sampai larut malam.

Saat melihat persimpangan jalan, Anjani sudah bersiap untuk melambaikan tangannya. Arah mereka sudah pasti berbeda, terutama karena jalan yang Anjani ambil adalah jalan menuju apartemen sederhana.

"Aku dulu-"

"Aku antar," ucapnya tanpa mengatakan apa-apa lagi. Laki-laki itu terdiam sambil berjalan di samping Anjani.

Sementara itu, semburat merah muncul di kedua pipi Anjani. Ia terpesona dengan perlakuan Oji. Selalu baik. Yah, meskipun tidak hanya pada dirinya, melainkan kepada semua orang.

Tapi siapa sih yang nggak akan melayang jika kamu diperhatikan sedemikian rupa oleh laki-laki yang tampan? Ah, pasti deh melayangnya udah sampai langit ke tujuh.

Tersadar akan lamunannya, getaran ponsel di saku celananya membuat Anjani mengernyit. Ia melihat layar di ponselnya dan terbelalak lebar. Nama 'Nasywa Athafariz' muncul di layar ponselnya saat larut malam seperti ini.

"Halo, Na."

Oji menoleh ke arah Anjani yang terhenti sejenak untuk menerima panggilan dari seseorang. Kakinya memainkan kerikil di jalanan untuk membunuh waktu.

Raut wajah Anjani terlihat bingung, namun apa yang diucapkan selalu berlainan dengan apa yang ia ekspresikan. "Ya udah, lo ke sini aja.... Mmm... iya, gue ada di taman kok. Tau, kan? Yang di persimpangan jalan itu loh.... Oke deh, bye. Hati-hati di jalan."

Setelah menyelesaikan panggilan tersebut, Anjani langsung meringis. Ia lupa bahwa Oji ada di sana menunggunya tanpa kata.

"Maaf, tadi ada temen nelfon."

Oji hanya mengangguk. Laki-laki itu menunggu kalimat selanjutnya dari Anjani.

Perempuan itu tersenyum meringis. Merasa tak enak dengan Oji. "Dia mau nginep, dan lagi di perjalanan ke sini. Jadi, kamu nggak usah nganterin aku. Kamu pulang aja, lagian ini udah tengah malem."

Laki-laki itu mengernyit. "Serius? Ini tengah malem loh. Kamu cewek, dan yang kamu tunggu cewek juga, kan'?" Oji terdiam sejenak. Memutar bolanya seakan memikirkan kemungkinan. "Apa... cowok?"

Wajah Anjani langsung merah padam. "Enggaklah!" kilahnya langsung dengan nada tinggi. Membuat Oji meledakkan tawanya karena kelucuan Anjani. "Dia cewek kok. Tapi beneran nggak apa-apa. Yah, paling dia bawa pengawal, jadi nggak perlu khawatir."

Sparkling YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang