[6] Menolak Pertunangan

76 3 0
                                    

Hi, readers yang terhormat :) Happy reading! Jangan lupa tinggalkan jejak agar cerita bisa terus berlanjut!!!


Pucat pasi, itu yang terlihat di wajah tampan milik Ronald. Kedua matanya terlihat menyedihkan dan wajahnya berubah tirus dari terakhir yang dilihat oleh Nasywa.

Entah ia harus memaki atau senang karena kehadiran laki-laki itu. Pelukan itu membuatnya kebingungan setengah mati.

Ia terus menatap Ronald, meminta penjelasan akan kejadian tadi. Tapi laki-laki itu hanya diam sambil menatapnya penuh rindu.

Lama-lama ia seperti bermain tatap-tapapan dengan Ronald. Ia berakhiran mengalah karena semakin lama semakin merasa risih oleh tatapan laki-laki itu. Ia tidak pernah saling bertatapan seperti itu dengan Ronald sebelumnya.

Ketiga temannya melanjutkan perjanalan mereka menuju pantai, sementara ia memilih untuk bersama Ronald. Keputusan yang ia sesali tiga detik setelah mengatakannya.

"Uh! Buruan kamu mau ngomong apa?" Nasywa melipat kedua tangannya di depan dada dan mengalihkan pandangannya dari tatapan Ronald.

"Aku nggak suka ngomong," ucapnya dengan nada polos. "Gimana kalo langsung aku buktiin aja?"

Nasywa mendelik dan menatap Ronald frustasi. Apa maksud laki-laki itu barusan?

"Apaan sih? Jangan aneh-aneh deh,"

Ronald terkekeh melihat raut wajah Nasywa yang menatapnya takut. "Aku resign," ucapnya membuat Nasywa terkejut bukan main.

Nasywa bahkan mengira dirinya salah dengar. Atau laki-laki itu yang memang salah bicara?

"Perlu aku ulang?" tanyanya dengan salah satu alis terangkat.

Dijawabnya dengan gelengan kecil. Ia masih tak menyangka bahwa ayahnya akan setega itu pada Ronald. Memaksa laki-laki itu untuk keluar dari pekerjaannya.

"Bukan karena Pak Arfan. Ini kemauanku," ucapnya seakan bisa membaca pikiran Nasywa.

"Kenapa?" tanyanya dengan nada sedikit meninggi. Kali ini ia benar-benar tekerjut dengan apa yang dikatakan oleh Ronald.

"Karena kamu."

"Hah?"

"Maksud aku, karena aku merasa bersalah. Aku... merasa bersalah pada Pak Arfan karena mencintai anaknya."

Masih belum puas dengan kejutan tadi, sekarang Ronald memberinya kejutan lain? Apa di sini ada dokter jantung? Sepertinya sebentar lagi jantungnya akan keluar dari tempatnya karena terkejut.

"Aku tau, aku salah meminta kamu untuk pergi. Aku bodoh banget." Katanya dengan kedua mata menatap lekat tepat di manik mata Nasywa. "Aku terlalu takut pada Pak Arfan. Beliau mempercayaiku."

Entah apa yang harus Nasywa lakukan saat ini. Ia masih setengah sadar setelah mendengar ungkapan cinta dari orang yang disayanginya diam-diam.

Pengakuan ini terlalu tiba-tiba. Ia merasa bunga-bunga bermekaran di hatinya namun juga merasa takut. Ia takut bahwa ternyata apa yang diungkapkan laki-laki itu hanyalah sebuah kebohongan.

Direngkuhnya kembali Nasywa yang masih terdiam membisu. Ia memeluknya erat, seakan tidak akan melepaskannya lagi.

"Aku cinta kamu, Na. Tanpa alasan."

***

"Maaf, Ji. Kamu nggak bisa kerja di sini lagi. Kamu tau kan, alasannya."

Kebahagiaan sejenak yang ia rasakan melenyap seketika. Inikah ancaman yang sebenarnya diberikan kepadanya? Bahwa ia tidak akan bisa melawan keluarganya sendiri.

Sparkling YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang