26. Jujur

1.6K 98 0
                                    

"Ke kebun teh lagi?" tanya Iren

Rifki mengangguk, "kita ke rumah pohon."

"Ren," ucap Rifki.

"Kenapa?" tanya Iren sambil melihat-lihat hasil foto pemandangan sekitar.

"Gue cinta sama lo."

"Hp gue!" teriak Iren sambil melihat ke bawah.

Rifki dengan terburu-buru turun ke bawah dan mengambil ponsel Iren.

"Nggak rusak kok," Rifki menyodorkan ponsel pada Iren yang sudah turun dari rumah pohon.

"Huh ... makasih, Ki."

"Iren, gue cinta sama lo."

"Pulang yuk, Ki. Udah sore nih," Iren berjalan meninggalkan Rifki.

Rifki menghembuskan napas lalu berjalan menyusul Iren, dia menarik tangan Iren yang membuat Iren berbalik ke arahnya.

"Gue cinta sama lo," ucap Rifki lagi.

"Gue mau pulang," ucap Iren kesal.

Rifki memegang pundak Iren, "Andriana Iren Puspita, gue cinta sama lo. Dari kelas sepuluh gue udah suka sama lo. Gue cinta sama lo dari dulu, dan pas tau kita sekelas di kelas sebelas, gue ngerasa dapet kesempatan supaya bisa deket sama lo. Dan setelah kita deket, sekarang gue mau jujur sama lo kalo gue cinta sama lo. Gue serius. Lo nggak bisa liat ke arah gue, Ren?"

Iren masih memalingkan wajahnya, dia enggan melihat ke arah Rifki, "Gue mau pulang."

"Gue cinta sama lo, Ren."

Iren menatap Rifki dengan kesal, "GUE MAU PULANG!"

"Oke kita pulang."

Iren berjalan di depan Rifki dengan cepat. Dia menghapus air mata yang entah kenapa mengalir begitu saja dari matanya.

Rifki menyodorkan helm pada Iren. Dan Iren menerima helm itu tanpa berkomentar apa pun.

Kalau biasanya Iren memeluk pinggang Rifki, sekarang dia tidak menyentuh Rifki sama sekali. Bahkan saat Rifki sengaja menambah kecepatan pun, tidak ada respon apa pun dari Iren.

Sesampainya di depan rumah Iren, Iren turun dari motor lalu menyerahkan helm pada Rifki.
"Makasih."

"Ren, gu-"

"Kita sahabat." Iren memotong ucapan Rifki lalu berbalik, dia berjalan memasuki rumah meninggalkan Rifki.

🎈🎈🎈

"Rifki nggak diajak masuk dulu, Ren?" tanya Papa saat Iren melewati ruang keluarga.

"Nggak Pah. Iren masuk ya," jawab Iren membelakangi Papanya, dia berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, Iren menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur lalu menangis. Dia tidak tahu apa alasan dia menangis. Di sini yang ditolak itu Rifki, tapi kenapa dia yang menangis?

Ponsel Iren berbunyi, dia mengambil ponsel dari dalam tasnya lalu mereject panggilan masuk dari Rifki. Dia melihat notifikasi LINE lalu membukanya.

Rifki A P: Maaf. Gue minta maaf sama lo. Maafin gue.

Iren kembali menangis lalu mematikan ponselnya.

Dia takut persahabatannya hancur hanya karena perasaan seperti ini. Cinta yang tumbuh karena keterbiasaan. Entah sejak kapan, dia mempunyai perasaan lebih pada Rifki. Iren sudah mencoba untuk menghilangkan perasaan itu, tapi dia tidak bisa. Bukannya hilang, perasaan itu malah semakin bertambah.

About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang