BAB 5

2.3K 247 12
                                    

Jaejoong ingin percaya bahwa jantungnya berdentam dan kaki serta tangannya lemas karena perasaan takut. Tapi ketakutan itu hanya salah satu penyebab. Penyebab lain, lebih kuat dan berpengaruh adalah kehadiran Jung Yunho.

Kaki pria itu terulur di depannya sementara dia duduk santai di kursi. Topi koboinya dipasang rendah sampai di atas alis, tapi matanya menembus keremangan dan tampak seperti bersinar dari bawah tepi topi yang lebar. Dia bangkit dari kursi pelan-pelan, malas-malasan serta tidak bergegas.

Yunho memakai jins dan jaket denim. Anehnya, dia tidak kelihatan seperti pria yang berparade di Fifth Avenue dengan mengenakan pakaian Western baru yang trendi dan baru keluar dari toko. Pakaian Yunho sudah pudar dan usang dan dia tampak pantas memakainya.

Pria itu maju bagai harimau yang siap menerkam dan berhenti hanya beberapa inci dari Jaejoong. Kedekatannya mendebarkan jantung. Tak sadar Jaejoong menarik napas dalam-dalam dan ketika dia menghembuskannya, handuk yang Jaejoong kenakan turun sedikit lagi. Dia tidak bisa meraih dan menahannya. Satu tangan memegang piring kue sementara tangan yang lain memegang gelas susu. Jika dia berjalan ke meja untuk meletakkan keduanya, dia takut handuknya akan semakin lepas dan jatuh ke bawah.

Yunho menyadari kesulitannya dan lesung pipinya makin dalam ketika dia tersenyum jail dan mendorong topi koboynya ke belakang dengan ibu jari. “Wah, aku harus berbuat apa setelah melihat hal seperti ini Nyonya?” ia bertanya geli seraya mencondongkan badannya ke arah Jaejoong. “Jika kuambil kuenya, kau pasti akan menumpahkan susu karena buru-buru menyambar handuk. Tapi jika kuambil susunya, kue-kue itu akan meluncur dari piring dan takkan bisa dimakan lagi. Sayang sekali, padahal baunya sangat enak.” Dia membungkuk dan membau kue di atas piring yang tengah Jaejoong pegang. Kepalanya sangat dengan kepala Jaejoong dan harum cologne-nya mengalahkan aroma sedap kue-kue dan jauh lebih menggiurkan.

Yunho menegakkan tubuh dan maju selangkah. “Di lain pihak aku bisa saja mengambil handuk itu dan menyelesaikan semua masalah kita,” ia berkata serak.

Napas Jaejoong tertahan di tenggorokan ketika tangan Yunho bergerak ke belahan dadanya, tepat di ujung handuk di selipkan sekedarnya. Pria itu menekan bagian atas payudaranya dengan telunjuk. “Taukah kau,” suaranya terdengar seperti bisikan, “Jika kau memiliki kulit yang sangat halus dan –” seketika Yunho mendekatkan wajahnya ke arah leher jenjang Jaejoong. Hembusan nafas Yunho membuat Jaejoong menggigit bibir bawahnya. “Dan kau memiliki tanda lahir di leher putihmu itu,”

Jaejoong terpesona mendengar nada merayu dalam suara pria di depannya. Napas harum pria itu kini berembus di wajahnya, seolah memberinya oksigen. Jaejoong ingin menghirup napas itu ke dalam tubuhnya sendiri. Jari-jari yang mengusap itu terus bergerak ke balik handuk. Ketika ia merasakan tekanannya di bagian lembut tubunya, api gairah yang sejak tadi membakarnya langsung padam. Kemarahan mengalahkan nafsu.

Dia cepat-cepat mundur dan mendesisi, “Kau membuatku takut setengah mati! Kenapa kau tidak memberitahuku tentang kedatanganmu?”

“Aku akan melakukannya, tapi kau sedang mandi. Kau mau aku menyerbu kamar mandi untuk memberitahumu tentang kedatanganku? Jika aku melakukannya maka kau tak akan punya handuk untuk menutupi tubuhmu,”ejek Yunho sementara matanya menjelajahi tubuh indah Jaejoong dengan kurang ajarnya. “Aku tidak tau kau berjalan ke sana kemari di rumahku seperti ini. Kukira kau gadis baik-baik dimana kau setelah mandi selalu mengenakan mantel kamar mandi atau sesuatu yang lebih sopan.”

Jaejoong tidak memedulikan kata-kata Yunho dan kembali ke pertanyaannya. “B-bagaimana kau tau aku sedang mandi?”

Yunho mengangkat alis dengan penuh arti. “Menurutmu sendiri bagaimana?” dia bertanya dengan mata berkilat geli. Jaejoong terkesiap dan merah padam. “Aku mendengar suara air mengalir,” Yunho berkata santai.

Eloquent SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang