Bab 8

2.4K 235 19
                                    

Hari itu ternyata menyenangkan bagi mereka semua. Jiyool bersama Yunho menaiki mobil sewaan sementara Jaejoong mengikuti mereka naik Lamborghini.

Jaejoong mensyukuri kesempatan untuk sendiri. Dia jadi punya waktu untuk menganalisis pikiran-pikirannya yang kacau-balau. Berbahaya baginya dan Yunho untuk berciuman seperti tadi. Dia memberitahu pria itu mereka tidak boleh bermain api, tapi ternyata mereka tetap melakukannya.

Ribuan kali dia mengatakan pada dirinya sendiri bahwa takkan ada akibat apa pun dari semua itu, cuma sekadar ciuman. Tapi itu bukanlah sekedar ciuman dan dia mengetahuinya. Sejujurnya dia tidak tau berapa lama dapat menahan Yunho atau apakah dia ingin berbuat begitu. Jika mereka berpacaran, artinya dia tidak bisa meneruskan mengajar Jiyool. Itu akan merupakan situasi yang menyedihkan bagi mereka semua, terutama bagi si anak. Jiyool akan jadi korban tak berdosa atas kelakuan dua orang dewasa yang mestinya tau mereka tidak boleh mengacaukan masa depannya dengan cara seperti ini.

Dalam ketenangan di dalam Lamborghini yang meluncur di jalan-jalan pegunungan menuju kota mudah baginya untuk berjanji takkan mau jatuh ke dalam pelukan Yunho lagi. Kalau ia memang bertekad melawan bujukan tangan dan bibir pria itu. Ini hanya masalah disiplin dan Kim Jaejoong selalu bangga pada dirinya karena memiliki hal itu.

Takkan dibiarkannya Yunho menyentuhnya lagi. Dia sudah mengambil keputusan. Dan itu sama sekali tak berarti apa-apa. Begitu mereka sampai di tujuan, pria itu berjalan ke mobilnya dan membantu turun. Tangannya yang terulur disambut tanpa ragu, dan tubuh Jaejoong menyentuh tubuhnya ketika mereka berjalan ingin sekali merasakan kekuatan mantap tubuh pria itu di sampingnya.

Persoalan mobil selesai dengan cepat. Mereka belanja di toko-toko paling eksklusif di Busan. Yunho membelikan Jiyool jaket ski biru cerah, yang menurut Jaejoong terlalu mahal. Pria itu tak menghiraukan protes Jaejoong. Jiyool ingin memakainya dalam perjalanan pulang, tapi meskipun udara di musim gugur itu dingin, Jaejoong menjelaskan bahwa jaket baru itu terlalu tebal untuk dipakai saat itu. Anak itu baru mau membiarkan jaketnya dimasukkan ke dalam kotaknya setelah Yunho membelikannya sweter cardigan dengan tudung berhias bulu.

Seperti biasa, para gadis pramuniaga langsung sibuk dan ramah berlebihan waktu melayani mereka pembeli-pembeli di toko berhenti belanja untuk memandangi mereka dengan tatapan membuat Jaejoong merasa sangat kikuk.

Beberapa wanita terang-terangan memelototinya dengan iri. Ekspresi mereka penuh rasa permusuhan. Yunho tdak membantunya merasa lebih enak. Pria itu terus-menerus minta pendapatnya dan memperlakukannya dengan cara yang bisa menimbulkan dugaan macam-macam.

Jaejoong merasa sangat senang karena satu hal, Yunho berbicara dalam bahasa isyarat pada Jiyool tanpa perasaan malu atau tidak suka. Pria itu tampak sama sekali tak peduli para penggemarnya melihatnya bersama anaknya yang cacat.

Dalam penampilan kali ini Jaejoong mengambil jalan tengah. Pakaiannya tidak terlalu santai ataupun terlalu resmi. Dia mengenakan rok wol cokelat muda dan blus sutra hijau giok. Ketika mereka keuar dari mobil untuk masuk ke restoran, dia menganggap udara cukup dingin sehingga ia memakai blazer wol putih.

Yunho berjalan dengan memegangi blazernya, sementara terus merangkul bahu Jaejoong ketika mereka berjalan memasuki restoran. Jaejoong merasa mereka seperti keluarga bahagia saat kepala pelayan mengantarkan mereka ke meja, lalu segera memarahi dirinya sendiri karena mengkhayal seperti itu. Dia tahu bagaimana perasaan Yunho, pria itu sudah jelas-jelas mengatakan tujuannya. Dia akan menikmati hubungan fisik, tapi hatinya selalu milik Ahra, setidaknya seperti itu dugaan Jaejoong untuk membuat dirinya tak menjatuhkan hatinya pada pria itu. Dalam perjalanan pulang Jiyool mengantuk dan membaringkan kepalanya di pangkuan Jaejoong. Bunny, teman setianya ikut dibawanya dan di selipkan di bawah lengannya.

Eloquent SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang