22. Yusha and Safaa

509 27 1
                                    

Safaa POV

Aku menghela nafas panjang, sudah 1 minggu aku tidak kuliah, sudah 1 minggu pula kakakku bertahan, meskipun ia belum membuka matanya. Sebegitu bencinya, kah? Sehingga ia harus melakukan ini pada kak Alya yang jelas-jelas tak pernah cari masalah dengannya. Mom, dad kembali sibuk bekerja meskipun mereka masih menyempatkan 'sedikit' waktu mereka untuk menjenguk Alya.
"Aku yakin, Allah sudah menyusun skenario ini dengan teliti, pasti akan berbuah manis nantinya, entah kapan itu tapi aku yakin" Aku mengelus kepala kakakku yang terasa dingin, seperti. Mayat.

Drrt drrt

From Harris:
Yusha adik lelakiku akan datang, aku akan sedikit terlambat karena ada kelas tambahan. Alya bagaimana?

To Harris:
Baiklah, masih belum ada perubahan. Masih sama seperti kemarin.

Kreek

Aku menoleh, mendapati seorang lelaki berperawakan tinggi masuk tanpa salam, asyik dengan earphone di telinganya. Tidak tahu sopan santun.
Tiba-tiba ia mengambil kursi dan meletakkannya disebelahku.

"Kau adiknya?" Tanyanya tiba-tiba.

"Menurutmu?"

"Kau adiknya" Aku mengangkat sebelah alisku. Ia menggidikkan bahunya.

"Namamu?" Tidak bisakah ia berbicara dengan lebih sopan, seperti 'hei aku Yusha, siapa namamu?' Atau 'siapa namamu? Aku Yusha' dan memandang lawan bicara saat mengobrol? Ia malah sibuk dengan Iphonenya.

"Safaa Ayeesha Veenendaal"

"Oh, nama yang buruk" Ya Allah, demi langit dan bumi mengapa masih ada lelaki seperti dia hidup di bumi? Jika aku bisa, akan kutendang ia ke Merkurius. Supaya ia mati meleleh secara perlahan. Lebih baik aku menyingkir daripada harus menarik urat jika berada didekatnya.

Baru aku berbalik, tangannya sudah mencengkram lenganku. "Kau tidak boleh pergi" ucapnya tanpa menoleh sedikitpun.

"Aku tidak pergi, hanya ingin berpindah saja. Daripada aku menelanmu hidup-hidup"

"Bengis, apa salahku?" Baru ia menatapku. Ck, menyebalkan.

"Kau menyebalkan, tidak sopan, tidak memiliki perasaan dan terlebih adalah. Suka menyuruh, bahkan kau menyuruh orang yang 'baru' kau kenal"

"Kita baru bertemu namun pandanganmu terhadapku semuanya negative, tidak bisakah kau menilaiku dengan positive seperti aku tampan, cool, tinggi, atletis" Aku terpelongo dibuatnya. Dia terlalu percaya diri meskipun yang dikatakannya adalah. Benar. Aku benci mengakuinya namun, ya dia memang tampan, cool dan tinggi.

Aku masih tidak bergeming, tangannya masih mencengkram lenganku, lama-lama ini semakin sakit, ditambah dengan ruangan yang dingin membuat kulitku kering, dan ia baru saja dari luar, rasanya seperti ada bara api yang membakar kulitku, sangat panas. Tanpa sadar aku mendesis ngilu.

"M-maaf" aku termangu, apakah lelaki yang baru kusebut 'menyebalkan' ini mengucap kata maaf? Atau aku hanya salah dengar?

"A-apa?"

"Aku minta maaf karena telah mencengkram lenganmu tadi, tapi lenganmu sangat dingin. Apa kau kedinginan?" Aneh? Tadi dia bersikap tidak sopan dan menyebalkan, sekarang bersikap baik. Dia bipolar?

"T-tidak, aku ti-- hatciii"

"Kau pembohong yang payah" ia melepas jaketnya dan memakaikannya padaku. Kuulangi, dia memakaikan jaketnya kepadaku.

"A-apa yang kau lakukan?"

"Menurutmu?"

"Jangan meniru kata-kataku"

Harris J - London Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang