Tanpa sadar aku menarik lengan Yusha untuk duduk di sofa yang terlalu pas untuk dua orang dan kulihat wajahnya,
Kaget?
Apa yang kulakukan... Aku merutuki perbuatanku barusan. Kini aku sama kagetnya dengan Yusha, masalahnya sofa ini benar-benar pas untuk dua orang. Aku berusaha berdiri namun badanku terasa kaku untuk digerakkan, aku dapat menangkap dari ekor mataku bahwa Yusha sedang menatap bingung ke arahku. Sial sial sial!
"Ekhem, panasnya ruangan ini" sialan kau Harris.
"Ehm, a--aku aku emh, aku--" belum selesai aku bicara aku sudah lari keluar ruangan. Degup jantungku bahkan melebihi batas normal, keringat dingin bercucur di dahiku. Pipiku seakan memanas, serta nafasku tak beraturan. Kenapa aku jadi begini?
"Hai Saf--"
Dug
"Shhh, harris! Jangan datang tiba-tiba seperti itu. Aduh..."Aku meringis ngilu kala kepalaku terbentur siku-siku laci. Ia malah tertawa terpingkal-pingkal. Ugh menyebalkan!
Kutinggalkan Harris didepan pintu yang masih tertawa terpingkal. Sialan, dasar orang gila.
Aku berjalan mendekati Alya setelah aku menutup pintu, tapi ada sesuatu yang janggal disini. Oh, rupanya tidak ada Yusha. Kemana dia? "Kak apa kau-- kenapa kau menangis?"
Ia menarik nafasnya dan mengangkat kepalanya seraya menghapus sisa air mata di pelupuk matanya. "Kemari, duduklah" suranya terdengar gemetar.
"Ada apa? Apa kau masih takut dengan kejadian itu?"
"No, hanya saja-- aku aku, mom bilang aku harus kembali ke Oxford demi kesembuhanku. Itu artinya aku harus meninggalkan segala yang aku punya disini. Harris, uncle, aunty, mezy, lily, ahmad, ali, jassy, kailee. Aku hanya diperbolehkan menghubungi mereka 1 bulan sekali. Aku takut jika Harris meninggalkanku. Aku tidak bisa menolak, ini demi kesembuhanku. Mom juga bilang bahwa kau juga ikut, dan tidak ada penolakan. Mom ingin kita bersama lagi seperti dulu. Tapi kita dapat kembali lagi kesini jika kita mau. Entahlah, aku benar-benar pusing dengan semua masalah ini. Mengapa disaat aku bahagia selalu saja kebahagiaanku itu direnggut dengan mudahnya? Kenapa harus disaat aku sedang bahagia? Aku tidak bisa jika aku harus Long Distance Radiance bersama Harris. Aku tak bisa. Kau bisa anggap ini berlebihan tapi aku sungguh-sungguh tak bisa. Aku, aku-- aku tak sanggup"
"Shhh, shhh. Tenanglah. Istirahatlah kau butuh banyak istirahat. Ngomong-ngomong Yusha kemana?"
"Ya, kau benar. Dan Yusha? Dia berada di kamar mandi, kenapa kau menanyakannya? Apa kau mencintainya? Hmm?"
"Nope. No. Big no" saat kurasakan semburat merah dipipiku menyebar, aku segera menutup wajahku yang memerah layaknya kepiting rebus.
"Oh ayolah, Yusha itu tidak buruk"
"Kenapa menyebut namaku? Apakah ada yang rindu padaku? Apakah orangnya yang sedang menutup wajahnya karena malu menyeretku duduk berdempet disofa itu? Jika iya maka katakan padanya--" ia menggantungkan kata-katanya, aku masih enggan membuka wajahku untuk melihat apakah ia pergi atau mendekat, tapi kurasa ia mendekat karena aku mendengar suara langkah kaki. Dan selanjutnya ia kembali berkata "maka katakan padanya jika aku juga merindukannya walaupun baru beberapa detik kami berpisah" ia mengatakannya tepat disebelah telingaku, membuat sekujur tubuhku merinding seketika. Tanpa sadar, aku membuka tanganku didepan wajahku, "a-apa yang kau katakan? K-katakan se-kali lagi" entah mengapa kata itu yang terlontar dari mulutku, padahal tadi aku sempat berfikir untuk meninjunya. Ini begitu rumit. Dan lebih buruknya ia mengulangi kata-katanya "katakan padanya jika aku juga merindukannya, .... sayang" kata itu. Kata yang seharusnya tak kau sebut sekarang. Kata yang membuat hatiku serasa diterbangkan dan dirobek secara bersamaan. Kata yang membuatku terbang melayang dan jatuh di laut terdingin dalam satu waktu.
Kata itu,
Kata yang membuat diriku bimbang akan perasaanku padamu
Kata itu,
Kata yang dapat merubah segalanya
Kata itu,
Bagiku, itu adalah kata yang sakral untuk diucapkan
Kata itu,
Hanya karena kataSayang.
Tapi, aku nyaman dalam posisi ini. Aroma tubuhnya menyeruak ke hidungku, aroma mawar dan vanilla. Sweet and soft. I like it. Sungguh aku tak ingin ia pergi, setidaknya untuk sekarang. Sungguh ini sangat harum dan menenangkan. Lagi-lagi, aku melakukan hal bodoh yang seharusnya tak kulakukan, aku tersenyum menikmati aromanya. Aku harus segera menikahinya. Apa yang kukatakan?
Click
Click
Click"Oops, i'm sorry" ah sial, Alya memotretnya, dan kalian tahu apa? Yusha malah tertawa lalu pergi meninggalkan kami berdua. "Alya, hapus foto itu. Ayolah, aku terlihat menjijikan, kau tahu aku seperti orang gila disana. Ayolah, hapus foto itu"
"Tidak, biarkan seperti ini, setidaknya untuk sekarang. Aku istirahat dulu"
Ya, setidaknya untuk saat ini. Ironis memang, tapi aku tak mau menangisi kadaan yang memang sudah ditakdirkan untukku. Pahit memang, tapi jika akan berbuah manis pada akhirnya, kenapa tak kita jalani saja? Simple. "Kau benar, selamat istirahat. Semoga lekas sembuh" aku menarik selimutnya hingga menutupi lehernya, dan beranjak keluar, mencari makanan. Aku sudah tidak kuat menahan lapar.
[Harris POV]
Aku terpingkal saat melihat ekspresi kaget Safaa, sungguh wajahnya sangat lucu. Namun sekarang, aku harus menyiapkan mental lelaki untuk menghadapi amarah adik iparku itu.
Kini aku sedang membeli sebuket bunga mawar pink untuk Alya, aku ingin memberikan hadiah kecil untuknya, mungkin akan membuatnya cepat sembuh? Siapa tahu kan...
Aku memasuki ruangan Alya namun tak ada siapapun yang menjaganya, Alya tertidur, kurasa aku akan menaruh bunga ini di meja. Kemana Yusha, kemana Safaa?
"Halo?"
"Halo, Assalamualaikum Harris"
"Waalaikumsalam, hi Saf, kau dimana?"
"Uh aku--aku di lobi. Maaf aku meninggalkan Alya sendiri, sungguh tadi aku benar-benar tak bisa menahan lapar. Aku akan segera kembali"
"Apa kau bersama Yusha?"
"Ya, aku bersama Yusha"
Baguslah, aku harap kalian bersatu. Aamiin. "Baiklah, cepat kemari ya"
"Aye aye captain"
[Yusha POV]
Aku hendak keluar dari kamar mandi, aku sudah menggenggam kenop pintu, namun aku mendengar satu percakapan yang sepertinya penting? Sebutlah aku penguping, namun jika kau berada di posisiku, percayalah kau akan memilih untuk tetap diam ditempatmu dan dengarkan apa yang sedang dibicarakan. Coba bayangkan jika aku tiba-tiba keluar? Pasti mereka kaget dan panik. Jadi, lebih baik aku diam ditempat.
Apa benar kata Alya? Ia harus pergi meninggalkan London? Bersama Safaa? Aku tak percaya ini. Disaat aku sudah mencintaimu, mengapa kau malah pergi dengan semua kenangan indah kita? Kenapa harus disaat aku sudah menjatuhkan hatiku ke hatimu? Kenapa harus begitu? Melupakan orang yang sudah kita sayang itu benar-benar sulit. Sulit rasanya melepas Safaa, aku benar menyayanginya meski aku baru mengenalnya. Aku menyayanginya sepenuh hatiku, dan sekarang aku harus melepasnya? Ini benar-benar rumit. Lebih rumit dari rumus matematika maupun fisika. Ini melibatkan hati dan perasaan serta sedikit argumen dengan otak serta logika.
"Istirahatlah kau butuh banyak istirahat. Ngomong-ngomong Yusha kemana?"
Ah gadis ini, menggemaskan. Aku lalu keluar dari kamar mandi.
"Kenapa menyebut namaku? Apakah ada yang rindu padaku? Apakah orangnya yang sedang menutup wajahnya karena malu menyeretku duduk berdempet disofa itu? Jika iya maka katakan padanya--"
"maka katakan padanya jika aku juga merindukannya walaupun baru beberapa detik kami berpisah" lanjutku.
Aku merasakan tubuhnya yang membeku, perlahan ia membuka kedua tangannya. Kau benar-benar menggemaskan!
A/n: oke aku tau aku keterlaluan. Satu tahun nggak update sama sekali. *tampol bego ntar kebiasaan*
Tapi tapi, plis jangan hapus dulu ini cerita. Inu bakalan tamat kok. Tamat di chapter 30. Nah 'kan, 7 chap lagi.... hayoo nanggung. Plis ya. Plis. *najis ngemis* okela yaw, aku lanjut nulis chat 27 dulu. Okeee? Oke. Makasi lo
KAMU SEDANG MEMBACA
Harris J - London Love Story
Fanfictionkehadiranmu, mengubah segalanya. -Alya hanya dirimu, yang mampu membuka kunci hatiku. -Harris merajut kasih dengan segala halang rintang yang ada, akankah berhasil? hanya waktu yang dapat menjawabnya. #58 in Harris J