Part 7

2K 117 18
                                    

Kanaya memelototkan matanya saat Irsyad tiba-tiba saja menyatakan perasaannya pada Kanaya.

"Lo.. Gak bercanda kan?" tanya Kanaya dengan jantung yang berdegup kencang. Masalahnya, ini Irsyad. Orang yang tidak pernah serius dalam melakukan sesuatu. Dan tiba-tiba saja, Irsyad menembaknya. Suatu hal aneh bagi Kanaya. Mengembuskan nafas berat, Irsyad menggeleng lemah. "Gue udah deg-deg an setengah mampus masih dibilang bercanda? Segitu gak bisa seriusnya gue ya?" Kanaya mendengus geli mendengarnya. Tersenyum simpul, Kanaya menepuk pundak Irsyad yang lebih tinggi darinya.

"Gue cuma takut dijadiin bahan taruhan sama lo. Soalnya kan--"

"Ya Allah Nay! Demi Allah gue gak bercanda dan gak jadiin lo bahan taruhan. Gue bener-bener serius sekarang." ujar Irsyad cepat. Masih sempat-sempatnya Kanaya mengatakan bahwa dirinya hanya dijadikan bahan taruhan? Bahu Irsyad merosot lemas.

"Lo liat gue kan Syad? Lo liat gue gak secantik anak-anak yang lain. Bahkan sama Same aja gue jauh. Kenapa lo bisa suka sama gue? Gue gak pake pelet loh ya." Irsyad terkekeh pelan. Kegugupannya sirna saat melihat Kanaya sudah kembali menjadi Kanaya yang asli. Kanaya yang ceplas-ceplos dan suka mengatainya.

"Siapa bilang lo jelek?" tanya Irsyad sambil mengangkat kedua alisnya. "Elo. Barusan." Mendengarnya, Irsyad langsung gelagapan sendiri. "Kok gue?" tanyanya dengan alis berkerut.

"Gue kan gak ngucap diri gue jelek. Tiba-tiba lo bilang gitu. Jadi, siapa yang bilang gue jelek? Gue kan cuma bilang gue gak secantik anak-anak yang lain." Irsyad menggaruk tengkuknya, merasa salah tingkah. Kenapa sih, Kanaya sangat pintar dalam membalas semua kata-katanya? Irsyad jadi sebal sendiri.

"Iya iyaaa! Bodo amat deh mau gimana juga. Yang jelas, lo mau apa enggak?" Keheningan kembali tercipta. Baik Kanaya ataupun Irsyad, sama-sama terdiam. Irsyad yang menunggu jawaban Kanaya, serta Kanaya yang sedang memikirkan jawabannya.

"Syad.. Kita temen.." Bahkan Irsyad tidak pernah menganggap Kanaya sebagai teman. Irsyad menganggap Kanaya adalah orang gila yang sukses merebut perhatian Irsyad. Tetapi ucapan Kanaya itu membuat Irsyad sadar, bahwa ia sudah ditolaj secara halus. Permainan yang bagus, Kanaya!

"Iya, gue tau. Lo pasti mau nolak gue, kan? Gue tau kok jawabannya." Irsyad tersenyum tipis, terkesan memaksakan senyum itu. Namun di hadapannya, Kanaya tersenyum lebar.

"Kita bisa lebih deket. Sebagai sahabat, mungkin? Kalau pacaran, pasti ada kata putus. Gue kan' gak mau jadi marahan sama elo, Syad. Gue gak mau jadi musuhan sama elo. Lebih baik kita sahabatan aja ya?" Irsyad menghela nafasnya berat. Ternyata fikirannya salah, Kanaya amat sulit untuk didapatkan. Diam-diam hatinya merasa lega, karena sudah berhasil mengungkapkan perasaannya. Tiba-tiba saja pundaknya ditepuk kembali oleh Kanaya.

"Senyum dong! Jangan galau! Lo gak akan rugi kok karna ditolak gue. Gue kan bukan siapa-siapa hehe." Dengan ucapan itu pula, Irsyad kembali tersenyum.

•••

Sedari tadi Kanaya sedang disibukkan oleh aktivitasnya. Yaitu : mencari pulpen yang hilang. Itu adalah pulpen kesayangan Kanaya, yang dibelikan Karika saat Karika sedang pergi ke Bandung tahun lalu. Memang sih, Kanaya punya stok banyak. Tapi kan, sayang juga jika hilang begitu saja.

"Eh, temen-temen Kanaya yang baik hati dan tidak sombong. Ada yang liat pulpen gue gak?" tanya Kanaya ke seluruh penjuru kelas. Teman-temannya itu langsung menatapnya dengan tatapan bingung. "Gue aja gak pernah boleh minjem, Nay!" gerutu Erik, yang langsung dihadiahi Kanaya dengan cengiran.

"Masalahnya, tuh pulpen berarti banget buat gue. Gue rela deh, nuker pulpen gue sama Same. Ada yang mau gak?" sontak kelas langsung riuh karena ucapan ngawur Kanaya. Same yang namanya disebut, hanya bisa mengomel. "Anjing ya kamu Nay." omel Same sambil menggerutu tak jelas. Kanaya tertawa pendek, setelahnya cewek itu kembali sibuk mencari pulpennya yang hilang.

Kanaya dan ArkanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang