Part 18 - Sebuah Rahasia

1.8K 108 20
                                    

Mereka berdua---Kanaya dan Arkana berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Ini sudah jam tujuh malam, dan Kanaya harus pulang kalau tidak ingin terkena omelan dari Ayah dan Ibunya. Mereka berjalan dalam hening. Tidak, sepertinya hanya Arkana yang melakukannya. Karena sejak tadi Kanaya tidak suka dengan keheningan yang tercipta. Ia paling anti jika suasana sudah seperti ini.

"Gak jauh Na kalo lo harus nganterin gue dulu? Gak usah deh mending." merasa diajak bicara, Arkana pun menoleh. Ia mengernyitkan kening tanda bertanya, dan itu membuat Kanaya mengembuskan nafas kasar.

"Kenapa?"

"Dih. Mabok lu ya? Gue udah ngomong capek-capek juga." Kanaya memberengut kesal, hal itu justru membuat Arkana mengulum senyum geli. Ya kalau membuat Kanaya marah dan akan melihat wajah cewek itu yang terlihat kesal itu sangat lucu adalah hal yang menyenangkan, Arkana akan rela membuat Kanaya marah terus demi untuk melihat wajah kesalnya itu.

"Enggak kok, santai aja. Lagian gue udah biasa kali."

"Tuhkan! Lo denger kan! Tapi pura-pura gak denger! Sok budek banget sih," kali ini tawa Arkana berderai, sedikit mencuri perhatian orang-orang yang sedang berlalu lalang. Mereka berdiri di depan pintu lift, menunggu pintu itu terbuka.

"Kalo enggak, gue pulang sendiri aja deh gak apa-apa kok." ucap Kanaya saat mereka sudah berada di dalam lift. Arkana menoleh, melihat Kanaya yang sedang mengulum bibirnya itu.

"Apaansih. Gak usah sok gak enak segala deh. Biasanya juga lo ngerepotin gue." Kanaya mencubit lengan Arkana, membuat cowok itu tertawa kencang. Beruntungnya di dalam lift ini hanya ada mereka berdua. Sesaat, pandangan mereka bertemu selama beberapa detik sebelum Kanaya mengalihkan pandangannya terlebih dahulu.

Suasana berubah hening selama beberapa saat. Arkana mengusap tengkuknya. Sekarang atau tidak sama sekali. Kehilangan atau menggapainya sebelum pergi.

Arkana mengubah posisinya menjadi lebih tegak, menarik nafasnya, mengumpulkan keberanian.

"Nay," panggil Arkana pada akhirnya. Kanaya yang sedang memainkan ponselnya langsung memasukkannya ke saku dan menoleh ke arah Arkana. Kanaya mengangkat kedua alisnya sebagai respon.

"Kalo gue suka sama lo, gimana?"

Belum sempat Arkana menyelesaikan semuanya, pintu lift sudah terbuka dan mereka sudah sampai di lantai tujuan.

***

Setelah tadi diantar pulang oleh Arkana, Kanaya merasa lapar dan ingin makan mie ayam di dekat alfamart yang berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya. Karena tidak ingin pergi sendiri, akhirnya Kanaya menghampiri Kinanti untuk menemaninya membeli mie ayam. Sialnya, Kinanti meminta upah dengan memberinya mie ayam juga.

"Lagi elo kaga minta aja makan sama temen lo itu. Siapa namanya? Nanarka?" Kanaya memutar kedua bola matanya malas. Kenapa sih dia harus punya temen seperti ini? Yang langsung lupa nama orang lain padahal baru saja diberi tahu.

"Arkana," ujar Kanaya dengan malas.

"Iya itu, Arkana. Kenapa lo gak minta makan aja dah? Gedek gue." Kanaya menoyor kepala Kinanti, yang membuat cewek itu langsung oleng.

"Yee pea! Kaga enak lah gua minta minta! Lagian dia udah beliin gue nasi padang tadi sore. Tapi gue laper lagi..."

"Emang dasar perut karet. Abis makan udah laper, abis makan udah laper." ujar Kinanti sambil terkekeh. Ya, Kanaya memang seperti itu. Mungkin karena ia mempunyai penyakit tipes. Setiap lapar sedikit, Kanaya langsung makan dengan alasan tidak ingin kambuh. Padahal ia jarang kambuh sampai separah waktu dia pernah dirawat dulu.

"Gapapa sih jadi nanti suami gue gak bingung mau buang duitnya kemana. Orang istrinya aja doyan makan. Mending dikasih istrinya." ujar Kanaya sambil tertawa. Mereka sudah berada di tempat mie ayam kesukaan Kanaya dan Kinanti. Baru saja ingin mengucapkan pesanan, bibir Kanaya terasa kelu saat melihat kedatangan seseorang yang selama ini seperti menghantuinya.

Kanaya dan ArkanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang