Part 9

2K 111 8
                                    

Arkana memegangi kepalanya yang terasa berat. Matanya juga sulit untuk dibuka. Saat matanya sudah terbuka sempurna, Arkana mengernyitkan kening saat dia berada di dalam ruangan yang bernuansa biru muda. Tidak semua berwarna biru muda, tetapi didominasi oleh warna itu. Untuk sesaat Arkana hanya memerhatikan sekeliling. Ini bukan rumah sakit, batinnya. Saat ini dia pasti sedang berada di dalam sebuah rumah. Tetapi Arkana tidak tahu ini rumah siapa.

"Eh, udah bangun ternyata." Sebuah suara menginterupsi kebingungan Arkana. Dengan gerakan super pelan karena kepalanya masih terasa sakit, Arkana mencari sang pemilik suara. Terkejutnya Arkana saat melihat orang yang ternyata adalah Kanaya.

"Lo mau minum apa? Jus? Es teh?" tanya Kanaya sambil duduk di sofa depan Arkana.

"Jus deh. Emang ada?" tanya Arkana dengan suara pelan. Dilihatnya Kanaya menyengir lebar sambil menggeleng pelan. "Enggak ada, hehe." Setelah itu Arkana hanya bisa menggelengkan kepalanya heran.

"Yeee.. Kalo gitu kenapa nawarin jus? Terus, gue ditaronya di sofa lagi, bukan di kasur gitu kek yang agak empukan!" oceh Arkana sambil mencoba duduk. Kanaya hanya terdiam sambil memerhatikan gerak Arkana.

"Masalahnya orang tua gue lagi gak ada di rumah, Na. Nanti bisa jadi fitnah kalo gue bawa lo ke kamar. Nanti gue bisa dibilang cewek gak bener. Nanti lo bisa diomelin sama kakak gue. Nanti kita bisa---"

"Bawel banget sih! Jadi bikinin minum gak?" tanya Arkana yang terlihat sebal. Kanaya menepuk jidatnya, merasa lupa.

"Oh iya! Gue lupa! Air putih dingin aja ya? Adanya cuma itu soalnya." Tanpa menunggu jawaban dari Arkana, Kanaya langaung bergegas menuju dapur. Arkana mencibir tak jelas saat Kanaya di dapur. "Kalo cuma adanya air putih, kenapa tadi nawarin jus? Orang udah seneng-seneng yekan. Dasar pea!" cibir Arkana sambil geleng-geleng kepala. Masalahnya, Arkana benar-benar haus. Pasti akan hilang hausnya jika Arkana meminum jus mangga. Whoaa! Arkana jadi kepengen minum jus mangga saat ini juga. Tetapi sepertinya harapan hanyalah harapan, tidak akan menjadi kenyataan.

Tidak berapa lama Kanaya kembali, dengan nampan berisi air putih dan makanan kecil.

"Kok gue bisa di sini sih?" tanya Arkana saat Kanaya sedang menaruh gelas di atas meja.

"Coba tanya sama Allah," jawab Kanaya, membuat Arkana sedikit kesal. "Serius, Nay!" ujarnya dengan gemas. Kanaya terbahak melihat Arkana yang terlihat kesal itu. Dengan santai, Kanaya duduk di sofa berbeda dari Arkana lalu memandangi Arkana dari atas sampai bawah.

"Ternyata lo suka berantem juga ya? Gue fikir, orang kayak lo gak pernah berantem." ujar Kanaya dengan suara seperti orangvtak menyangka. Dibilang seperti itu, Arkana jadi gelagapan. Kan dia gak pernah berantem! Gak pernah ngajak ribut juga!

"Gue tuh gak pernah berantem. Gue begini gara-gara dikeroyok." jawab Arkana dengan jujur. Kanaya mengangguk-angguk ambigu, membuat Arkana gemas sendiri. "Cuma gara-gara gue disangka anak dua satu sama orang yang lagi tawuran," lanjutnya sambil menerawang, mengingat kejadian tadi yang sungguh membuatnya ingin selalu kabur. Seandainya saja hari ini Arkana membatalkan niatnya untuk pergi ke rumah sahabatnya itu. Mungkin dia tidak akan babak belur seperti ini.

"Anak-anak empat lima sama dua satu tuh emang suka tawuran. Gue aja pernah disangka anak empat lima. Hampir dikejar loh gue, buat dijadiin tahanan gitu. Terus gue sampe nunjukin foto gue pas di SMK Tungga Jaya. Baru deh mereka percaya," Kanaya masih mengingat, saat dirinya dikira anak empat lima oleh sekelompok orang yang sedang tawuran. Di saat itu Kanaya benar-benar kehabisan akal untuk menghadapi mereka yang sedang tersulut emosi.

"Tapi lo gak apa-apa kan?" tanya Arkana dengan ekspresi yang sulit diartikan. Kanaya mengernyit bingung mendengar pertanyaan Arkana. "Kalo gue mati, gue kaga ada di sini, Na." jawab Kanaya sambil memutar bola matanya. Arkana tertawa, lantas diikuti oleh Kanaya.

Kanaya dan ArkanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang