Just Wanna Say Sorry

6.4K 228 8
                                    

Udara siang itu tidak terlalu panas. Angin berhembus begitu pelan, menyentuh apa saja yang ia lewati. Sementara sang mentari mengintip malu-malu di balik putihnya awan. Dini baru saja turun dari taksi di sebuah apartemen yang tidak terlalu besar. Sambil membawa kue tart di tangannya, Dini tersenyum penuh bahagia. Hari ini Yoga, laki-laki spesial di hati Dini tengah berulang tahun. Dengan penuh percaya diri, Dini melangkah menuju apartemen Yoga. Sudah berminggu-minggu Dini merencanakan kejutan ini, bahkan dia rela kursus membuat kue bersama ibu-ibu di komplek perumahannya. Padahal sebelumnya, dia paling alergi dengan apapun yang besinggungan dengan dapur. Semua itu dilakukannya hanya untuk Yoga. Ya... Yoga, seseorang yang begitu spesial di hati Dini, seorang gadis remaja tomboy yang baru saja merasakan indahnya jatuh cinta.

Jantung Dini berdetak semakin cepat saat tiba di depan pintu apartemen Yoga, diaturnya kembali irama jantungnya. Saat akan mengetuk, tiba-tiba pintu apartemen dibuka dari dalam, terlihat sesosok laki-laki pujaan Dini. Dini tersenyum lebar, tapi seketika itu juga senyumnya mencair ketika dia tahu di belakang Yoga berdiri seorang wanita cantik berbaju pink.

"Dini?" Yoga sedikit terkejut dengan kedatangan Dini.

"Siapa, Ga?" wanita itu bertanya pada Yoga.

Sementara Dini masih terkejut tidak bisa berkata apapun.

"Eh, ini Dini. Adik kecil aku yang waktu itu aku cerita ke kamu."

Adik kecil? Kak Yoga cuma nganggep aku adik kecilnya? Nggak mungkin! Batin Dini benar-benar tak percaya. Dan tanpa disadari, matanya kini mulai berkaca-kaca.

"Oh ya, Din. Kenalin, ini pacar kakak. Namanya Keila. Maaf kakak baru bisa kenalin sekarang."

"Hallo, Dini. Yoga udah cerita banyak soal kamu." Keila tersenyum sambil mengulurkan tangannya.

Seketika kue ditangan Dini terjatuh, dan air matanya mulai menetes. Secepat mungkin dia berlari meninggalkan Yoga dan Keila. Untuk pertama kalinya Dini menangis karena laki-laki. Keila yang sepertinya mengerti perasaan Dini langsung menyuruh Yoga untuk mengejarnya.

Dini langsung masuk kedalam taksi yang baru saja menurunkan penumpang lain saat tiba di depan apartemen. Sementara di belakang Yoga terus memanggil nama Dini. Tapi terlambat, taksi itu sudah melaju dengan cepat.

***

Taksi yang membawa Dini berhenti di sebuah rumah bertaman bunga cukup luas. Seketika Dini turun dari taksi itu dan langsung berlari menuju kamarnya tanpa menyapa mamanya yang sedang menyiram bunga, serta tanpa membayar ongkos taksi.

"Maaf, Bu. Anak ibu belum bayar taksi saya." Sang supir taksi menghampiri mama Dini.

"Oh, iya. Maaf ya, Pak. Berapa semuanya?"

"Lima puluh ribu, Bu."

"Ini, pak. Sekali lagi saya minta maaf." Diserahkannya lembaran berwarna biru pada supir tersebut.

"Tidak apa-apa, Bu. Permisi." Supir itu pun kembali menjalankan taksinya mencari penumpang lain.

Sementara dalam kamar Dini menangis sambil melempar-lempar bola basket ke pintu kamarnya.

"Gue benci kak Yoga! Gue benci Yoga! Gue benci dia! Benci! Benci...!! Aaarrgghh...!" Sambil terus melempar bola basketnya.

Mama Dini yang tidak biasa melihat anaknya seperti itu langsung menyusul ke kamar Dini yang berada di lantai dua. Saat membuka pintu, nyaris saja bola lemparan Dini mengenai wajahnya. Untung dia segera sigap, bola basket itu meluncur dan menggelinding menuruni anak tangga.

"Ya ampun, Dini... Kamu ini apa-apaan?" Mama Dini menghampiri anaknya yang terduduk di tempat tidur dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya. "Kamu ini kenapa? Kok sampai nangis begini? Dibelainya kepala puterinya itu dengan penuh kasih sayang.

Kumpulan Cerita Pendek (Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang