Pregnant

8.7K 269 10
                                    

Author POV

Belinda duduk mematung di atas closet kamar mandinya. Tangannya yang gemetar tampak memegang sebuah benda berbentuk persegi panjang. Benda itu menujukkan tanda dua garis di ujungnya, yang membuat mata Belinda terasa makin panas. Berulang kali dia mengedip-kedipkan matanya, berharap penglihatannya saat ini sedang rabun ataupun katarak dan dua garis di benda itu akan berubah menjadi satu garis. Tapi tetap saja tanda di benda itu sama sekali tidak berubah. Bulir-bulir airmata kini mulai berjatuhan dari mata indahnya. Ini adalah benda kesepuluh yang menujukkan tanda positif. Padahal kesepuluh benda itu sama sekali berbeda merk, tapi memiliki fungsi yang sama tentunya. Ya, itu adalah alat test kehamilan.

***

Belinda POV

Aku tengah duduk di sebuah bangku panjang di pinggir taman. Menunggu seseorang yang... entahlah, mungkin saat ini penting untuk kelangsungan hidupku juga calon anak manusia, maksudku calon anakku? Atau calon anaknya? Ckk... baiklah, calon anak kami selanjutnya. Sudah 30 menit aku menunggu dan kini perasaanku semakin tidak tenang saja.

Bagaimana aku mengatakan ini padanya? Langsung kepermasalahan atau basa-basi dulu? Hah, aku tidak suka basa-basi. Terlalu memakan banyak waktu.

Pertanyaan-pertanyaan mulai bermunculan dan menari-nari di kepalaku.

Lalu setelah dia tahu, apa reaksinya nanti? Dia akan percaya? Maksudnya, bagaimana kalau dia tidak percaya ini adalah anaknya? Tidak, dia harus percaya. Karena memang ini adalah hasil perbuatannya. Oke-oke, hasil perbuatanku juga. Tapi saat itu kan aku sedang mabuk berat. Ingat? Miris sekali memang. Aku menuai hasil perbuatan yang sama sekali tidak kuingat prosesnya. Ck.

Demi Christian Grey yang gantengnya nggak ketulungan, kenapa orang itu lama sekali sih? Jangan-jangan dia tidak akan datang? Baguslah, kalau begitu aku tidak perlu repot-repot menjelaskan ini padanya. Tapi kalau aku tidak memberitahukan hal ini, bagaimana nasibku nantinya? Tidak mungkin aku menanggung ini sendiri. Lebih tepatnya aku tidak mau menanggung ini seorang diri. Sekali lagi, ini adalah hasil perbuatannya (Sudah kuputuskan ini hasil perbuatannya, karena aku sama sekali tidak mengingat dan menikmatinya. Titik).

"Bel? Belinda?"

Seseorang memanggil namaku dan mengibas-kibaskan tangannya tepat di depan wajahku. Alhasil itu membuat berbagai macam pertanyaan dan bayangan di otakku berlari kalangkabut.

"Eh? Ya?"

"Lo nglamun ya? Dari tadi nggak respon panggilan gue." Dia mengambil tempat duduk di sebelahku.

"Yeah, kayaknya. Sorry." Kuberikan senyum tulusku, benar-benar minta maaf.

"It's okay, no prob. Ada apa nih, lo mau ketemu gue?" Tanyanya. Senyum ikut mengembang dari bibirnya. Manis. Terlihat polos, innocent. Berbeda sekali dengan cowok kurang ajar yang dua bulan lalu kuhajar habis-habisan.

Benarkah laki-laki ini ayah dari calon anakku? Kenapa aku jadi tidak tega memberitahunya?

"So?" Tanyanya lagi saat aku tidak kunjung mengatakan apa-apa.

Aku menghembuskan napas berat. Membulatkan tekat. Ini yang harus aku lakukan. Mau tidak mau aku harus memberitahunya, 'kan? Seperti apa reaksinya, itu masalah nanti.

"Emm... Ada yang perlu gue omongin ke lo."

Dia masih memandangku, menunggu lanjutan kalimat dari bibirku tanpa menginterupsi sama sekali. Senyum anak-anak itu masih lekat menghiasi wajahnya. Ya ampun, kenapa cowok ini bisa kelihatan cute begitu sih? Dan tiba-tiba aku berharap calon anakku ini berjenis kelamin laki-laki. Pasti akan lucu sekali. Astaga, Belinda. Fokus!

Kumpulan Cerita Pendek (Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang