Diary I

6.7K 175 3
                                    

Suasana perpustakaan sekolah hari ini tidak begitu ramai. Sheila yang setiap jam istirahat menyempatkan diri mampir ke perpustakaan terlihat sedang duduk di lantai perpustakaan sambil membaca buku-buku fiksi kesukaannya.

Lima belas menit berlalu, bel tanda berakhirnya jam istirahat berbunyi. Segera Sheila bangkit dari tempat duduknya, tapi kemudian tidak sengaja badannya menyenggol rak buku tepat berada di belakangnya. Dan, 'buukk!'. Sebuah buku jatuh menimpa kepalanya.

Sheila mengaduh sambil mengelus-elus kepalanya yang terasa agak pusing seraya mengambil buku yang sudah tergeletak di atas lantai. Sebuah buku yang terlihat asing disebuah perpustakaan sekolah. Sheila membuka buku tersebut untuk memastikan buku apa itu sebenarnya. Dibolak-balikkan buku tersebut, lalu membuka asal halaman-halamannya. Dari sampul dan isi buku itu Sheila tahu ternyata itu sebuah diary. Tertulis jelas di halaman paling depan "MILIK PRADIPTA ANGGARA".

Dahi gadis itu tertekuk, kok bisa ada diary di sini? Begitu pikirnya. Namun, karena waktu yang sudah mepet, Sheila memutuskan untuk membawa saja temuannya itu.

***

Di rumah, saat Sheila selesai mengerjakan tugas sekolah, tiba-tiba dia teringat buku temuannya tadi. Lagi-lagi gadis itu membolak-balikkan buku itu, seolah tengah menimbang-nimbang. Mulutnya komat-kamit di antara dua kata, 'buka' dan 'nggak'. Ia tahu buku itu sebuah diary, dan dia juga tahu membuka apalagi membaca diary orang adalah perbuatan tidak pantas, melanggar privasi. Tapi sumpah demi Zayn Malik dan segala tatonya, Sheila benar-benar penasaran dengan isi diary itu. Dan entah kenapa dia sangat penasaran dengan si pemilik diary, Pradipta Anggara. Cowok mana sih yang hari gini mau nulis diary? Apa Sheila kenal orang itu, teman sekolahnyakah?

Masa bodo, ah. Salah sendiru naruh diary di perpus. Akhirnya dengan semua kemasabodohannya, Sheila perlahan menarik karet yang mengikat buku tersebut secara vertikal. Dibuka dan dibacanya halaman demi halaman, ternyata diary itu ditulis tahun 2009. Sheila jadi menyimpulkan bahwa si Pradipta itu sudah lulus, lumayan lama. Sudah pasti pula Sheila tidak mengenalnya.

Kemudian gadis itu mulai tertarik dengan kehidupan Pradita saat dia membaca diary pada tanggal 5 January 2009. Di situ tertulis yang intinya kalau Pradita divonis dokter hidupnya tidak akan lama lagi karena penyakit kronis yang dideritanya.

Wah... kasian juga nih cowok.

Sheila membuka halaman-halaman berikutnya, isinya masih sama, tentang penyakit kronis Pradipta. Sampai pada tanggal 13 Februari 2009, catatan terakhir Pradita di buku diarynya, berisi permohonan maafnya ke seorang cewek yang bernama Kasandra. Menariknya, di halaman itu tertempel selembar foto dengan gambar dua orang cowok dan cewek yang terlihat akrab, cenderung mesra. Sheila tahu pasti kalau itu foto Pradita dan Kasandra. Em... sok tahu sebenarnya.

"Ganteng juga nih cowok." Gumam Sheila tanpa sadar.

"Makasih pujiannya."

"Sama-sama," balasnya spontan tanpa ambil pusing siapa yang berterima kasih. Dia terlalu asyik menyelami foto di depannya.

Beberapa detik berlalu. Otaknya mulai terkoneksi. Seingat Sheila, dia sedang di kamar sendirian saat ini. Pintu kamarnya pun terkunci. Lalu siapa yang tadi berterima kasih?

Kok gue jadi merinding gini ya?

Sheila meraba tengkuknya yang tiba-tiba terasa dingin, membuat bulu-bulu halus di sana meremang. Dengan keberanian seujung kuku gadis itu perlahan menolehkan kepalanya ke samping kiri. Dilihatnya seorang cowok dengan kemeja putih dan celana bahan putih pula, berdiri kurang dari satu meter di sampingnya. Cowok itu tersenyum. Manis sebenarnya, tapi entah kenapa rasa takut justru yang mendominasi Sheila saat ini.

Kumpulan Cerita Pendek (Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang