Chapter 11

1K 24 14
                                    

Haiii. Sorry ya kalau di chapter ini banyak typo atau apalah itu.

Mulai dari chapter ini aku mau adain question of the day yaa.

Question of the day:

1. Menurut kalian nantinya Dilla sama siapa? Zaghi atau Putra?

Jawabnya lewat comment yaa💞

ENJOYYY💝

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Putra POV

Aku mengetuk pintu yang bertuliskan Kepala Sekolah. Ya, aku ingin bertemu dengan pak Renno. Renno Prawijaya. Kepala sekolah ku yang bisa dibilang masih sangat muda. Mungkin kira-kira umurnya sekarang masih 35-an. Untuk apa aku mendatanginya sepagi ini? Aku ingin membicarakan sesuatu. Membicarakan apa?

"Masuk.." Suara berat itu terdengar dari dalam dan aku langsung menggerakan gagang pintu itu dan memasuki ruangannya.

"Duduk. Ada apa Aldo Syaputra?" Kata lelaki separuh baya dihadapanku ini.

Aku menuruti perintahnya dan menduduki kursi yang ada di hadapan pak Renno.

"Pak, saya ingin bertanya."

"Silahkan,"

"Apa bapak akan membiarkan murid-murid di sekolah yang termasuk sekolah elite ini melabrak musuhnya? Dengan cara yang kasar. Bermain fisik."

"Oh, tentu saja tidak. Kenapa?"

"Tapi sayang sekali. Hal itu sudah terjadi di sekolah ini. Saya yang menolong korban."

"Maksud kamu apa?"

"Ada salah satu kelompok yang melabrak satu anak yang tidak memiliki salah. Sama sekali tidak bersalah."

"Siapa?"

"Marsha, Grace, Clary."

"Ah, mereka lagi." See? Mereka memang sudah sering berurusan dengan guru-guru maupun kepala sekolah.

"Iya."

"Siapa yang dilabrak?"

"Nadilla Khansa Theola, pak. Anak baru."

"Kamu tahu dari mana?"

"Waktu itu saya keluar dari perpustakaan dan melihat Clary dan kawan-kawan keluar dari gudang sekolah sambil mengunci pintu gudang."

"Lalu?"

"Saya mencoba untuk membuka pintu itu dan mendapatkan Dilla yang tengah pingsan dengan kaki dan tangan yang diikat."

"Astaga."

"..."

"Tapi saya tidak bisa asal percaya dengan ucapanmu." BUT I TOLD YOU THE TRUTH.

"...."

"Saya butuh bukti kuat agar saya bisa menghukum mereka."

Bukti? Sial! Aku kan tak mempunyai bukti sama sekali!

"Saya akan berusaha membuktikannya pak."

"Saya tunggu."

"Baiklah, saya keluar dulu. Permisi."

"Ya."

Aku keluar dari ruangan itu dan berjalan kekelas. Dan seperti biasa, tatapan tertuju padaku. Bukan geer. Tapi memang banyak yang memperhatikan ku. Entahlah kenapa ini selalu terjadi.

Tiba-tiba aku merasakan handphone ku bergetar. Aku melihatnya dan ternyata Kate menelponku. Gak tau kalau lagi jam sekolah kali nelpon-nelpon.

"Halo? Kenapa Kate?"

Rahasia CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang