Chapter 15

792 27 2
                                    

Dilla POV

Aku dan Zaghi sedang berada di Secret Cafe. Ralat. Sepertinya hanya ada aku dan Zaghi yang pikirannya terbang entah kemana atau tertinggal entah dimana. Aku menatap Zaghi lekat. Zaghi masih sangat serius dengan handphonenya. Ini bukan yang pertama kalinya. Sudah berkali-kali hal ini terjadi. Aku yang sedari tadi menceritakan semua musuh ku dalam pertandingan kemarin, tetapi Zaghi tidak menghiraukannya sama sekali. Zaghi hanya menatap handphonenya entahlah apa yang dia lakukan dengan handphonenya itu.

"Zag," aku masih menatap Zaghi. Ia mulai melepaskan tatapannya kepada handphonenya dan menatapku keheranan. Seharusnya aku Zag yang heran, bukan kamu.

"Kenapa?"

"Tadi denger gak aku cerita?" Aku memang sering menceritakan keseharian ku kepada Zaghi. Entah itu penting atau tidak. Dan Zaghi selalu mendengarkannya dengan seksama. Tapi tidak untuk kali ini, dia berubah.

"Hah? Denger kok," aku menatap matanya dan menemukan kebohongan disana.

"Tadi aku cerita apa?"

Zaghi menggaruk lehernya dan aku tahu sebenarnya itu gak gatal sama sekali. Kenapa jadi suka bohong sih.

"Kamu ngapain sih sama handphone kamu? Asik banget,"

"Enggak, ini ada urusan penting." Pacaran sama handphone aja mendingan, hehe.

"Kamu bentar lagi un kan?"

"Sekitar dua minggu lagi,"

"Kenapa belum ada persiapan?"

"Aku ada guru private kok, kenapa deh kamu nanyain ginian?"

"Enggak, lagian kamu mainnya handphone terus."

"Sorry," kata Zaghi sambil menaruh handphonenya di meja.

"Minta maaf mulu," setiap aku memprotesnya karna hal ini, pasti hanya ada satu kata yang dilontarkannya. Maaf. Tetapi selanjut-selanjutnya Zaghi tetap saja terfokus kepada handphonenya.

Aku sempat cerita ke Zylan tentang semua ini, karna mungkin aja Zylan tahu apa yang membuat Zaghi sibuk dengan handphonenya. Dan Zylan hanya menjawab 'Maklumin aja, dia dirumah emang suka sibuk.'. Zylan tak memberitahuku sibuk karna apa. Zani pun. Dia tak memberi tahu ku apa yang membuat Zaghi sibuk. Ia hanya mengomentar 'Sabar aja,' atau 'Maklumin aja,' gak jauh beda dengan Zylan.

"Iya gak lagi, habis ini mau kemana?"

"Pulang aja,"

"Okay. Udah mau pulang?"

"Iya," aku bangkit dari dudukku dan berjalan menjauhi Zaghi. Aku menghampiri mobil Zaghi dan membuka pintu mobilnya.

Aku melihat Zaghi yang sudah memasuki mobil juga dan duduk di kursi pengendara.

Selama perjalanan aku hanya diam. Entahlah kenapa, aku gak merasa marah dengan Zaghi. Tapi lagi gak mood ngomong saja.

"Dill,"

"Hm?"

"Jangan diem aja dong,"

"Emang aku harusnya kayak gimana? Asik main handphone?"

"Aku kan udah minta maaf, kenapa jadi gini?"

Hubunganku dan Zaghi akhir-akhir ini memang memburuk. Hubungan kami hari ini genap 6 bulan. Setengah tahun. Gak berasa emang. Bagi Zaghi. Bagi aku sangat sulit untuk melewati 6 bulan ini. Entah peneror terus mengirimi surat kaleng, ada yang menaruh tulisan-tulisan di meja ku, aku dikunci dikamar mandi, dan banyak lagi. Dan semua ini sama sekali tidak diketahui oleh Zaghi. Saat aku dikunci dikamar mandi, handphone ku tertinggal dikelas, dan sampai akhirnya ada Zani yang datang menolongku karna heran kenapa aku dikamar mandi bisa sampai 30 menit. Aku juga sudah memberitahu kepada Zani untuk tidak cerita kepada Zaghi, awalnya Zani sangat menolak. Ia ingin abangnya tahu apa yang sedang terjadi pada diriku. Tapi aku tetap memohon kepadanya dan akhirnya dia meng-iya-kan kemauanku.

Rahasia CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang