Bab. 4

778 19 1
                                    

Kedua orang pemuda di atas panggung itu saling menghormat dengan tertawa karena mereka ini sesungguhnya teman sekolah yang telah kenal baik.

"Saudara Bu mari kita main-main sebenar," kata yang gemuk.

"Baik, saudara Oey, tapi karena kita harus menghadapi Ong siocia dengan senjata mari kita main-main dengan gunakan senjata pula.

Keduanya lalu menghampiri pojok panggung untuk taruh baju luaur yang mereka lepas dan sambil bertindak ke tengah panggung mereka keduanya mencabut pedang dari sarung pedang yang tergantung di pinggang. Tanpa banyak upacara lagi si gemuk segera kirim serangan dengan pedangnya. Nyata gerakannya gesit dan berat dan para ahli tahu bahwa pemuda gemuk itu mainkan ilmu pedang Liang Gie Kiamhoat dari cabang Butong. Si baju putih tidak kalah gesitnya. Ia menangkis dan balas menyerang. Ilmu pedangnya adalah Tat Mo-kiamhoat yang telah banyak berubah hingga kehilangan keasliannya dan perubahan gerakannya tidak sehebat Tat Mo kiamhoat asli. Namun permainannya cukup kuat untuk mengimbangi permainan si gemuk. Mereka bertempur dengan ramai dan seimbang. Masing-masing tidak berlaku sungkan lagi dan kerahkan tenaga mereka keluarkan untuk dapat merobohkan lawan. Rasa persaudaraan lenyap yang ada keinginan untuk menang, untuk dapat menghadapi gadis cantik jelita itu. Dalam pertempuran yang keadaan atau tingkat kepandaiannya seimbang bagaimanakah dapat berlaku mengalah? Mengalah berarti kalau yang berarti pula terluka atau mungkin terbinasa! Karena inilah mereka terlibat dalam pertempuran mati-matian tusukan dan sabotan-sabotan bukanlah merupakan permainan biasa lagi karena digerakan oleh hawa maut!

Semua penonton memandang dengan dada berdebar, juga Ong Kang Ek timbul rasa menyesal. Bagaimana kalau seorang di antara mereka mendapat luka berat? Ah, mengapa ia adakan sayembara gila ini? Terang bahwa kedua pemuda itu masih rendah sekali tingkat kepandaiannya dan tak mungkin dapat melawan Giok Cu. Kini kedua pemuda itu saling serang dengan kawan sendiri hanya untuk memperebutkan kemungkinan menghadapi Giok Cu. Ah, gila! Sungguh gila! Tapi, sebaliknya dari pada perasaan hati ayahnya Giok Cu memandang pertempuran itu dengan gembira, pipinya kemerah-merahan, sinar matanya memancarkan seri kebanggaan. Mereka itu bertempur untuk dia! Berkelahi mati-matian untuk memperebutkan dia!

Pada saat keadaan sangat berbahaya, yakni si gemuk menyerang dengan gerakan Hwee-eng-bok-tho atau Elang terbang sambar kelinci, tangan kanan yang memegang pedang dipakai menusuk dan tangan kiri mencengkeram ke arah dada si baju putih, tiba-tiba si baju putih terpeleset ketika hendak berkelit dan ia roboh terguling. 

Tapi dalam tergulingnya ia masih sempat tusukkan pedangnya dari bawah ke arah perut si gemuk! Bahaya tak dapat dielakkan lagi dan agaknya kedua bilang pedang itu akan menembus tubuh masing-masing! 

Tapi pada saat itu dari ruang tampak pemuda berkelebatlah bayangan biru ke atas panggung dengan gerakan Koay-liong-hoan atau Siluman naga berjumpalitan sebelum kedua kaki bayangan itu turun ke lantai panggung tampak terayun sebuah benda hitam yang meluncur dan menghantam ujung pedang si gemuk sedangkan secepat kilat tangan kanannya bergerak menotok pundak si baju putih hingga pemuda baju putih itu merasa tangannya lemas dan pedangnya jatuh berketontangan berbareng dengan jatuhnya pedang si gemuk yang terhantam piauw bayangan itu.

Semua orang terkejut, kecuali beberapa orang cianpwe dan Ong Kang Ek sendiri yang merasa kagum melihat ketangkasan orang itu. Ketika penolong itu sudah tu run dan berdiri tegak, ternyata ia bukanlah adalah pemuda baju biru yang duduk di kanan Kam Ciu tadi.

"Sungguh sayang kalau dua orang kawan menjadi lawan," kata pemuda itu sambil tersenyum manis hingga wajahnya yang tampan itu hampir menyerupai seorang wanita cantik.

Ong Kang Ek heran melihat pemuda itu karena ia merasa tidak kenal dengan tamunya ini, pula ia tidak pernah melihat kedatangan tamu ini! Tentu saja tidak berani bertanya, hanya memandang dengan kagum dan diam-diam menjaga segala kemungkinan. Kedua pemuda she Bu dan Oey yang dipisah itu pungut pedang mereka dengan wajah merah. Mereka merasa malu dan penasaran sekali, karena mereka merasa terhina oleh pemuda baju biru ini.

"Tuan kau sungguh lancang dan tak memandang orang. Apa perlunya kau ikut campur kami?" tanya si gemuk.

Pendekar Wanita Baju Putih (Pek I Lihiap) - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang