"Apa katamu? Mengapa begitu?"
"Ayah meninggal dunia karena....karena hatinya terpukul. Karena malu. Kau telah mencemarkan nama keluarga kami: "Tidak tahukah kau betapa kau telah menghina kami, menghina nama keluarga kami, menghina ayah dan menghina aku? Kau sedia akan menjadi mantu ayah, tapi...tapi...justru pada saat perkawinan...kau...kau hendak membunuh kami. Sedangkan para tamu tahu belaka akan hal itu. Ayah tak dapat menahan kesedihan dan malunya hingga ia jatuh sakit...dan meninggal dunia...Bukankah hal ini berarti bahwa kau telah membunuhnya? Telah membalasnya jika benar-benar dia berhutang kepadamu?"
Thian In menundukkan kepala. "Aku tak puas. Aku tak rela ia mati dalam keadaan demikian. Aku belum begitu rendah untuk melakukan pembalasan dendam secara pengecut dan rendah itu. Kau tahu sendiri...tadinya aku tidak tahu bahwa ayahmu adalah musuhku. Tadinya dengan jujur aku memasuki sayembara, dengan jujur...ingin kawin dengan engkau. Tapi pada saat perkawinan dilangsungkan barulah aku tahu bahwa ia adalah musuhku, bahwa kau adalah anak musuh besarku, bahwa kita...tak mungkin menjadi suami isteri ayahmu, untuk membunuh kau juga, tapi aku tak berhasil. Ayahmu mati karena perbuatanku yang memang rendah, walaupun tak kusengaja. Kau....kau mencari aku untuk.....membalas dendam?"
Giok Cu mengangguk. "Memang! Tadinya aku merasa sakit hati sekali dan tinggalkan rumah untuk mencarimu. Untuk menuntut balas! Tapi...aku tak dapat....kau..engko Thian In, kau harus terangkan padaku mengapa kau sakit hati kepada ayah. Barulah hatiku bisa tentram, barulah penasaran dalam hatiku dapat lenyap.
Thian In memandang kepada Giok Cu dengan heran, kemudian dengan pandangan penuh hati iba. Ia dapat meraba perasaan gadis cantik ini. Pengakuan yang baru saja diucapkan gadis itu adalah pembukaan rahasia hatinya. Gadis ini mencinta padanya. Tapi betapa tidak? Bukankah ia pemuda pilihan dalam sayembara yang telah kawin padanya, walaupun perkawinan resmi itu belum selesai? Thian In merasa bingung dan menghela napas, penuh penyesalan.
"Sayang dulu aku tak berhasil membunuh ayahmu. Kalau berhasil, tentu kau akan merasa dendam padaku dan akan membenciku selama hidup. Sayang kau dan ayahmu berada dalam lindungannya. Oo, ya, di manakah dia?"
Giok Cu heran. "Dia? Dia siapakah yang kau maksudkan? Dan berapa kali kau katakan pelindung, siapakah yang kau maksudkan?"
"Dia itu, kawanmu dulu itu, pemuda yang berlagak sastrawan..."
"Ooo, kau maksudkan Gan Kam Ciu?"
Thian In mengangguk. "Ya, siapa lagi. Di manakah pelindungmu yang gagah dan lihai itu?"
Giok Cu terkejut bukan main. "Eh, eh, jangan kau permainkan namanya. Biarpun ia hanya seorang sastrawan yang lemah, tetapi ia seorang pemuda yang baik dan jujur. Selama hidup aku takkan melupakan kebaikan hatinya."
Thian In tertegun. "Pek I Lihiap! Kau seorang gadis pendekar yang pandai ilmu silat. "Benar-benarkah kau begitu bodoh hingga menyangka bahwa Gang Kam Ciu itu seorang sastrawan lemah?" Tiba-tiba Thian In tertawa bergelak, "Lucu! Lucu! Bukan aku yang sekarang merasa heran sekali mengapa kau dan ayahmu main-main, tapi kaulah yang hendak mempermainkan aku. Sampai mengadakan sayembara pilih mantu yang lihai dalam ilmu silat dan ilmu surat? Padahal di dekatmu ada pemuda seperti Kam Ciu! Terus terang saja, sepuluh kali lipat ia lebih pandai dariku, baik dalam ilmu silat maupun dalam ilmu kesusasteraan."
Giok Cu memandang wajah Thian In dengan mata terbelalak dan mulut ternganga heran. Ia tidak mau percaya dan anggap bahwa Thian In sengaja mempermainkannya atau menyindirnya. Thian In dapat menduga keraguan gadis itu, maka ia berkata:
"Nona Ong, memang mungkin kau tidak tahu, sedangkan aku sendiri yang tinggal sekamar dengan dia juga tadinya tertipu. Tahukah kau, siapa yang dulu menjatuhkan aku dan menolong kau dan ayahmu? Siapakah yang menotoku dan membuat aku tak berdaya hanya dengan beberapa butir buah kerikil? Siapa pula yang membantuku ketika aku bertempur melawan Hoan Tin-cu dengan sindiran tentang ular dan burung? Semua itu bukan lain ialah perbuatan pemuda sastrawan yang kau anggap lemah itu!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Wanita Baju Putih (Pek I Lihiap) - ASKPH
General Fiction"Ha, Pek I Lihiap datang lagi. Apakah kau rindu padaku?" pahlawan itu gunakan kesempatan untuk menghina Giok Cu karena hatinya masih sakit karena sabetan dulu. "Saudara-saudara! Kalau memang kalian tidak mencari permusuhan, pergilah jangan ganggu ka...