Kam Ciu tertawa bergelak dan tepuk-tepuk tangan disusul oleh lain tamu hingga Thian In berdiri di atas panggung dengan muka merah dan memandang selendang merah yang masih tergantung di pedangnya! Ong Kang Ek melihat pula dan mengerti bahwa Giok Cu sengaja lepaskan angkinnya sebagai tanda menyerah dan juga tanda setuju kepada pemuda itu, maka tanpa ayal lagi ia loncat ke atas panggung.
"Souw hiantit, anakku yang bodoh mengaku kalah." Kemudian ia iringkan pemuda itu turun dari panggung.
Habisnya acara itu dianggap sebagai habisnya perayaan, maka berangsur-angsur para tamu berpamit dan tinggalkan tempat itu.
Setelah tamu-tamu pulang, yang tinggal hanya Thian In dan Kam Ciu yang masih duduk bercakap-cakap dengan Ong Kang Ek. Ketika ditanya tentang orang tuanya, Thian In dengan sedih menjawab bahwa kedua orang tuanya telah meninggal dunia dan bahwa ia adalah seorang yatim-piatu yang hidup sebatang kara, tak bersanak tak berkandang. Dalam percakapan mereka Thian In merasa suka kepada Kam Ciu yang biarpun hanya seorang siucay, tapi luas pandangannya. Kedua pemuda itu diminta dengan sangat oleh Ong Kang Ek untuk bermalam di rumahnya dan mendapat sebuah kamar besar yang dipakai oleh mereka berdua.
Malam hari itu Kam Ciu dipanggil oleh Ong Kang Ek yang berkata kepadanya: "Gan Hiantit, kau lihat sendiri tadi bahwa Souw hiantit telah memenuhi segala sarat untuk menjadi suami anakku. Aku telah setuju padanya dan Giok Cu juga tidak menolak. Sayang sekali pemuda itu telah yatim piatu dan tidak ada walinya. Kau adalah putera Saudara Gan Im Kiat yang sudah seperti saudara sendiri dengan aku. Maka Gan hiantit sukakah kau berlaku begitu baik hati untuk menjadi perantara atau wakil?"
Kam Ciu tekan perasaannya dan ia memandang kepada Ong Kang Ek dengan wajah agak pucat dan senyum getir di bibir."Bagaimana maksudmu, Ong lopeh?"
Ong Kang Ek menghela napas. "Sebenarnya tidak pantas aku memilih kau untuk hal ini, hiantit, tapi apa boleh buat, selain kau selain kenal baik padaku, juga sekarang kenal baik kepada Souw hiantit pula. Maksudku, sukalah kau menjadi perantara untuk perjodohan anakku dan Souw hiantit, tidak hanya menjadi perantara, juga sebagai wali pemuda yatim piatu itu.
Biarpun ia telah menduga maksud Ong Kang Ek, namun masih Kam Ciu merasa betapa dadanya berdebar dan bibirnya gemetar. Ia mendapat pukulan batin yang hebat, karena ia sendiri pernah melamar Giok Cu dan ditolak, sekarang harus menjadi wali orang lain yang hendak mengawini gadis itu? Ah, alangkah berat tugas ini. Tapi ia paksa mulutnya bersenyum dan menyanggupi. Demikianlah, di dalam kamarnya, Kam Ciu utarakan maksud Ong Kang Ek. "Saudara Thian In, karena kau sebatang kara dan nona Giok Cu telah cukup umur, Ong lopeh menghendaki agar kau dan Ong siocia kawin minggu depan ini." Kam Ciu tutup pembicaraannya.
"Tapi...tapi..."
"Tapi, bukankah kau sudah setuju padanya?" tegur Kam Ciu melihat keraguan pemuda itu.
Thian In mengangguk, lalu menghela napas. "Baiklah kalau kau sudi menjadi waliku, saudara Kam Ciu."akhirnya pemuda itu menyetujui. Dengan girang Kam Ciu sampaikan persetujuan ini kepada Ong Kang Ek.
Seminggu kemudian rumah Ong Kang Ek dihias sederhana. Ini adalah permintaan Souw Thian In, yakni tak perlu mengadakan perayaan besar. Tamu-tamu yang menghadiri perkawinan itu hanya penduduk kota Kam Leng yang telah dikenal dan para tetangga.
Ketika kedua penganten ditemukan, mereka berdua lalu dituntun ke meja sembahyang, di mana tergantung sebuah lukisan besar seorang wanita cantik. Ini adalah lukisan ibu Giok Cu yang telah meninggal dunia. Melihat gambar ibunya, Giok Cu jatuhkan diri berlutut di samping calon suaminya dan menangis. Thian In berbisik kepada Giok Cu: "Siapakah?"
"Ibuku," jawab Giok Cu.
Thian In angkat muka memandang lukisan itu. Tiba-tiba wajahnya pucat bagaikan mayat, sepasang matanya terbelalak dan mulutnya terbuka dengan bibir menggigil. Ia gunakan tangan kiri yang gemetar untuk merogoh ke dalam bajunya, lalu tangan itu keluarkan segulung kertas. Ia cepat buka gulungan kecil itu Giok Cu yang melihat perbuatan calon suaminya dengan pandangan mata aneh hampir berseru karena terkejut dan herannya. Ternyata gulungan gambar itupun lukisan ibunya yang sedikitpun tak berbeda dengan lukisan yang tergantung di meja sembahyang itu!
Kini pandangan mata dan wajah Souw Thian In berubah keras. Ia berdiri dan bertolak pinggang sambil pandang Giok Cu dengan mata menghina.
"Jadi kau adalah anak perempuan wanita ini?" katanya menunjuk lukisan ibu Giok Cu. Gadis itu bingung dan hanya mengangguk dengan hati berdebar kacau.
"Jadi kau...kau anak Can Kwei Lan??
Kembali Giok Cu hanya bisa mengangguk. Sementara itu, Ong Kang Ek telah loncat mendekati dan bertanya:
"Apa artinya ini? Hiansay, apa hubunganmu dengan dia?" tanya kepada Thian In sambil menunjuk gambar isterinya.
"Jadi....kau ini...pemuda yang direbutnya dari tangan dan hati ibuku??" Kali ini Thian In menunjuk ke arah Ong Kang Ek dengan mata menyala. Ong Kang Ek mundur beberapa tindak dengan muka pucat.
"Siapakah kau?" tanyanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/86171714-288-k514427.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Wanita Baju Putih (Pek I Lihiap) - ASKPH
Ficción General"Ha, Pek I Lihiap datang lagi. Apakah kau rindu padaku?" pahlawan itu gunakan kesempatan untuk menghina Giok Cu karena hatinya masih sakit karena sabetan dulu. "Saudara-saudara! Kalau memang kalian tidak mencari permusuhan, pergilah jangan ganggu ka...