Prolog

7.4K 208 32
                                    

Assalamualaikum, annyeonghaseyo!

Apa kabar hari ini? Semoga kita semua selalu baik-baik aja ya!

Sebelumnya, saya akan mengucapkan terima kasih banyak, banyak, banyak untuk pembaca yang bersedia mampir ke cerita ini.
Juga untuk pembaca yang sudah setia sejak cerita ini pertama kali dipublikasi pada tanggal 12 Oktober 2016. Waktu itu saya baru join wattpad.

Bersama segenap permintaan maaf, karena dalam kurun waktu kurang lebih 3 tahun, banyak sekali hal yang membuat cerita ini sulit untuk menemui akhirnya. Mohon dimaafkan. Saya juga tidak menyangka, akan seperti ini antusias kalian untuk cerita ini.

Olehnya itu, di tahun ini saya bertekad untuk benar-benar menyelesaikan naskah ini agar tidak terlalu lama menggantung pemirsa, hehe. Beruntungnya, naskah ini lolos dalam program #gmgchallenge yg diadakan Grassmediagroup. Jadi ada yang maksa buat rutin update. InsyaAllah. Doain aku ya.
Dan terima kasih juga karena sudah mengizinkan aku untuk ikut program ini. Yang mana kalian yang penasaran harus menunggu sampai beberapa bulan lagi.

Gak papa, dibaca ulang lagi dulu aja, ya. He he.

Lots of love, saranghamnida 💕
Zulfariesha

🍁🍁🍁🍁

Azrina

"Jika saja ada seseorang yang paling aku butuhkan untuk menemaniku bertualang mengarungi luas dunia. Itu adalah sahabat. Dan sahabatku itu, kamu, Namiraaaa ... "

"Heh, sembarangan. Emangnya kamu mau menjomblo seumur hidup, Az? Seenggaknya kamu harus nikah, walaupun kamu cuma butuh aku. Lagian, aku gak akan selamanya sama kamu kan, aku juga nanti akan menikah dan bahagia, hahaha."

Namira, sahabat Azrina itu memang pandai sekali menghibur. Siang ini saat mentari begitu terik menyinari asrama pondok mereka, Azrina merasa sangat gundah hatinya. Dia sering seperti ini, merasa sesuatu yang buruk akan terjadi meski tak tahu apa sebabnya. Jika sedang seperti ini, Namira lah yang akan menenangkannya. Dengan celotehnya, gurauannya, terkadang dia menakuti Azrina dengan sesuatu yang sebenarnya hanya mitos, tapi dengan begitu Azrina yang tadinya menangis sesengukan jadi tertawa terpingkal-pingkal.
Sahabat Azrina itu, Azrina sangat menyayanginya. Lebih dari dirinya sendiri.

"Udah, ah. Kamu harus belajar melawan perasaan itu dong, Az. Masa seorang hafizhah (penghafal Qur'an) dan santri terbaik sepanjang masa suka tiba-tiba nangis tanpa sebab. Kan gak lucu. Dasar cengeng," Namira masih membujuk Azrina, yang dibujuk tersenyum geli, dia sudah menyudahi tangisannya setelah mengelap sisa airmata di matanya yang kini sembab.

Tahun ini tahun terakhir mereka akan berada di pesantren. Mungkin ini yang membuat Azrina lebih sering menangis tiba-tiba. Dia masih tak rela akan meninggalkan pondoknya tercinta sebentar lagi.
7 tahun ia hidup di pondok pesantren ini, sejak itu pula dia mengenal dan bersahabat baik dengan Namira. Mereka dikenal tak terpisahkan, dimana ada Namira disitu ada Azrina. Pun sebaliknya. Meski sebenarnya mereka adalah dua orang dengan pribadi yang sangat bertolak belakang. Azrina lembut dan selalu serius. Dia santri teladan dengan segudang prestasi mengagumkan. Bahkan dia menyelesaikan hafalan Al-Qur'an di tahun ke 5 nya dengan predikat sempurna tanpa satupun kesalahan. Tak cukup hanya itu, parasnya yang jelita sempurna menjadikannya primadona di pesantren Darul Hikam, tempatnya belajar.
Diapun berasal dari keluarga kaya yang religius. Hampir seluruh anggota keluarganya penghafal Al-Qur'an dan mereka semua ahli dalam bidang profesinya. Termasuk ayah Azrina, seorang dokter ahli bedah jantung. Pesantren ini pun banyak menerima dana bantuan dari keluarga Azrina. Meski begitu, Azrina menolak seluruh pengkhususan spesial dalam pesantren untuknya. Dia ingin diperlakukan sama seperti santri lainnya, tanpa membawa serta latar belakangnya.

For The Rest Of My Life [COMPLETED]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang