16 - Mencintai dari jauh

730 56 4
                                    

"Tidak ada satu hari pun yang Ayah lewati tanpa mengkhawatirkanmu, Jun Ki-ya---"

"Jika Presdir sendiri yang mengatakan itu, Tuan Muda pasti menganggapnya hanya omong kosong, bukan?"

Lee Jun Ki berdecap di samping Paman Kim yang mengajaknya duduk pada sebuah kursi taman. Menyampaikan sesuatu, setidaknya untuk meredakan persitegangan antara Ayah-Anak ini.

"Saya ... Tuan Muda percaya pada saya, kan? Saya yang akan mengatakannya sekarang."

Tak ada respon dari Jun Ki, tapi ia pun tak berniat untuk beranjak. Entah hanya demi menghargai Paman Kim, atau memang penasaran dengan ribuan tanda tanya yang mulai terjawab satu persatu.

"Saya tidak bergurau, Tuan Muda. Presdir--- pria berwatak keras itu memang tak pernah pandai mengungkapkan rasa cintanya ... Seperti itulah karakternya ... Tapi ... Beliau sangat memperhatikan Tuan Muda dan Nona, sungguh," Paman Kim berujar hati-hati, memilih kata per kata yang paling pas untuk diucapkan. 

Tuan mudanya ini adalah copy paste Tuannya. Salah berujar sedikit saja, bisa berujung fatal. Tapi Paman Kim tahu, selama ini, dia yang mengisi peran ayah bagi Jun Ki. Jun Ki lebih percaya padanya, lebih nyaman, bahkan mungkin lebih sayang.

"Paman ..." Jun Ki bersuara tanpa menoleh pada Paman Kim. "Anggap saja aku percaya. Paman tidak perlu menceritakan apapun sekarang. Aku tidak sedang ingin membahas hal ini ... Tiffany... Tiffany lebih penting. Kita harus menemukan dalang dibalik kematian Tiffany ... Apa Paman sudah menemukan informasi?"

Paman Kim menghembuskan nafas berat.

"Presdir tahu orangnya, Tuan. Ani. Sekarang saya akan berbicara sebagai seorang paman, Bukan sekertaris Presdir" Paman Kim mengubah mode kalimatnya menjadi kalimat informal dengan intonasi yang lebih santai.

"Jun Ki-ya ... Ayahmu, dia sangat mengkhawatirkanmu. Kau harus percaya itu. Kematian Tiffany, ayahmu tahu siapa yang bertanggung jawab. Bahkan ayahmu sudah curiga jauh sebelum kau menemukan bukti di kamar adikmu. Ayahmu mulai mengurusnya, tapi untuk itu, dia memintamu menurut selama beberapa saat!"

"Musun Mariya, Ahjussi?" Mata Jun Ki mengerjap dan mengubah posisi duduknya tepat menghadap Paman Kim. Ia mulai tertarik dengan omongan Paman Kim,
Belum semua tanda-tanya terjawab dari rahasia masa lalu Jun Ki, kini pertanyaan baru bertambah lagi.

Pertanyaan yang jika terjawab, mungkin akan menyingkap semua yang selama ini disembunyikan. Semuanya.

"Presdir hanya ingin melindungimu, Jun Ki-ya. Kepergian Tiffany, Presdir sama terpukulnya denganmu ..." Paman Kim berdeham, mengontrol suaranya yang mulai lirih karena dihinggapi sedih, 

"Kita semua menyesal. Berat untuk mengakui kenyataan bahwa Tiffany pergi adalah juga karena kelalaian kita. Kita semua merasa gagal." Jun Ki menatap nanar pada objek yang entah apa. Cairan duka mulai menggayut di ujung matanya. Ada sesuatu yang besar, seperti bongkahan yang tertahan di kerongkongannya. Sekeras apapun watak Lee Jun Ki, jika berurusan dengan Tiffany, ia selalu mampu mencurahkan segenap cinta dan sayangnya.

Dan selepas kepergian Tiffany, satu-satunya orang yang meleburkan kekerasan hati Jun Ki adalah, Azrina---yang bersifat Namira?

Ah tidak.

Azrina. Memang hanya Azrina.

Pikiran Jun Ki justru jauh melanglang buana.

"Tapi penyesalan Presdir jauh lebih besar, Jun Ki-ya." Paman Kim mengembalikan fokusnya.

"Kekesalan, kekecewaan, kesedihan, dan sesal Presdir, jauh lebih besar dari yang kita rasa---" kalimat Paman Kim tertahan. Ada perasaan membuncah yang dilepaskan seiring kalimat yang diungkapkan Paman Kim saat ini. Sesuatu yang sudah sangat lama dipendamnya. Sesuatu yang menyesakkan dadanya, sesuatu yang terasa amat perih tiap kali melihat Presdir berusaha menyembunyikan dukanya. Dan Jun Ki yang berusaha menjalani hidupnya dalam keterasingan.

For The Rest Of My Life [COMPLETED]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang