1 - Hujan Sore Itu..

3.1K 115 10
                                    

Langit masih deras merintikkan bulirnya saat Jun Ki berlari secepat mungkin mengejar ketertinggalannya 25 menit dari waktu yang dijanjikan Dr. Ali kepadanya.
Ia benar-benar menghormati Dr. Ali dan hapal betul jadwal profesor terkenal itu sangat padat. Waktunya sudah pasti berharga, dan sangat beruntung jika ada yang berhasil membuat janji dengannya, diluar janji praktik dan operasi tentunya.

Keberuntungan Jun Ki ia sia-siakan sore ini, rumah sakit sangat kejam bagi dokter residen sepertinya. Semoga saja Dr. Ali mengerti hal itu, tapi tetap saja ia merasa buruk, Dr. Ali mau membimbing akal bahkan jiwanya saja sudah jackpot baginya...

"Aaaarrghhh!"
Jun Ki semakin memacu laju kedua kakinya. Dadanya bergemuruh kesal pada dirinya sendiri. Tipe perfeksionis sepertinya memang mudah sekali kesal jika sesuatu terjadi tidak sesuai rencana. Mobilnya ia parkir entah dimana dan memilih berlari ditengah air hujan yang seakan tumpah dari langit, deras sekali.

"Sampai lebaran aku tidak akan bergerak di sana jika menunggu macet selesai," pikirnya.
Tapi dia tidak berpikir tentang seluruh tubuhnya yang basah kuyup tepat setelah ia turun dari mobilnya. Otak calon dokter spesialis bedah jantung yang berbakat juga terkadang tidak bekerja dengan baik, ya.

🍁

Hujan kini berganti gerimis, Jun Ki sudah berdiri didepan rumah Dr. Ali. Sekujur badannya masih basah sekali, terlihat tetes-tetes air masih terus menetes dari ujung-ujung pakaiannya.
Kemejanya yang melekat ke tubuhnya menampakkan jelas posturnya yang ideal, berdiri tegap bagai prajurit dengan dada bidang dan bahu berotot yang tidak terlalu kekar tetapi cukup nyaman untuk seorang wanita berlindung dan bersandar dalam dekapnya.
Bahkan ia masih terlihat menawan meski nafasnya tersengal setelah berlari kencang cukup jauh tadi.

Ia mulai mendekati pintu rumah Dr. Ali, suara tempias air hujan sudah cukup senyap untuk bisa mendengar suara dari dalam rumah. Sayup-sayup Jun Ki mendengar suara seorang wanita sedang membaca alqur'an, lantunannya begitu indah.
Ada hangat yang menyusup ke hati Jun Ki yang sedang berdiri kedinginan. Namun suara itu berhenti sesaat setelah bel yang ditekan oleh Jun Ki berbunyi.

Siapa pemilik suara indah itu?, gumamnya.

"Waalaikumsalam," seseorang membuka pintu, hanya kepalanya yang terjulur keluar, seorang ibu setengah baya dengan senyum sumringah. Sepertinya asisten rumah tangga.

"Cari siapa, Mas?" tanyanya sigap dengan aksen Jawa yang kental.

"Pak Prof ada?" Jun Ki menjawab dengan balik bertanya.

"Oooh, bapak belum lama keluar kota sama ibu, katanya ada jadwal ngisi kajian apaa gitu, Mas. Saya ndak ngerti ... " Jun Ki lemas seketika.

"Tadi bapak memang titip pesan, kalo ada yang datang suruh masuk aja, sepertinya bapak sudah nunggu Si Mas dari tadi," kali ini Jun Ki merasa begitu bersalah.

"Anaknya ada kok, Mas. Kalo ada yang penting disampaikan ke dia saja."

"Berarti yang ngaji tadi itu, putrinya Dr. Ali! Nggak mungkin si bibi ini kan?" bukannya masuk, Jun Ki malah asyik berargumen dalam hati.

"Ayo toh, Mas ... diluar dingin."

Jun Ki melangkah masuk sambil tersenyum sendiri.

Rumah Dr. Ali terasa begitu nyaman dan tenang. Sudah beberapa kali Jun Ki bertamu kesini, baginya rumah ini adalah tempat kedua yang begitu menenangkan hatinya setelah masjid yang belum lama menjadi tempat favoritnya. Selain nyaman, rumah ini juga unik, ruang tamunya terpisah antara ruang tamu pria dan ruang tamu wanita. Ruang tamu wanita berhadapan langsung dengan ruang keluarga, beberapa langkah ke kanan memasuki ruang tengah dengan beberapa pintu kamar di setiap sisi, lalu dapur bersih dan ruang makan. sementara ruang tamu untuk pria berada paling depan, cukup luas dengan beberapa sofa dan lemari buku yang menjadi sekat antara ruang tamu wanita. Ada satu pintu kamar dilengkapi toilet untuk tamu di ruang tamu pria, dan ada meja makan kecil untuk menghidangkan makanan jika kebetulan sedang ada jamuan makan untuk para tamu. Dr. Ali senang mengundang beberapa rekan dan sahabatnya untuk sekedar makan-makan atau pengajian di rumahnya. Tapi beliau juga orang yang begitu memperhatikan batasan-batasan antara wanita dan pria yang bukan mahrom dalam islam. Mungkin itu yang membuat rumahnya terasa penuh berkah. Dan Jun Ki sangat mengagumi sosok profesor pembimbingnya ini.

For The Rest Of My Life [COMPLETED]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang