27 - Dunia yang berbeda

768 46 10
                                    

Huehehe.. Gimana part kemarin? Membosankan tidaaa? Wkwk.

Untuk part ini, jangan berharap banyak ya.
Palingan anda-anda sekalian cuma akan membaca kisah tercheesy romantis ngegantung gitu deh.

Krn ternyata, nulis part romance itu gak semudah ngebayanginnya, guys. Hiks....

And yas... Im so sorry karena kemaren-kemaren update nya ngadat, soalnya aku lupa hari melulu. Wkwk
Malah curhat....

Okelah sila dibaca aja.

Jangan lupa bismillah, dan vote komen ya!

🍁🍁🍁

Entah bagaimana Namira mengartikan gemuruh yang berlangsung di dadanya. Sejak ia masuk ke kamar, dalam hening di kesendiriannya seusai menandaskan makanan bersama Hyungsik tadi, sampai subuh hampir menjelang ia hanya berguling-guling saja di kasurnya. Berkali-kali berganti posisi, namun tak juga nyaman menghinggapi.

Di benaknya, tertayang adegan-adegan yang dialaminya seharian tadi. Namun yang terus menjadi objek utama adalah kedatangan Azrina dan wajah gembira Jun Ki saat mengumumkan kehamilan Azrina. Malam ini, rona bahagia di wajah Jun Ki yang berulang kali ia lihat, seolah membayar wajah sendu yang kerap dipamerkan laki-laki itu semenjak Namira berada disini.

Membayangkan bagaimana ia akan bersikap kepada dua orang itu kedepannya, apalagi menghabiskan hari-hari dengan Azrina yang mengandung darah daging Jun Ki, lalu memperkirakan kebahagiaan mereka ketika bayi itu hadir di tengah-tengah mereka. Mungkin takkan ada tempat lagi untuk Namira di dunia mereka. Selamanya.

Semakin tidak nyaman saat mengingat malam ini untuk pertama kalinya, mereka bertiga berkumpul dalam satu atap yang sama, namun Jun Ki dan Azrina sekamar berdua, sedang dirinya lagi-lagi harus berdamai dengan hening.

Namira tak ingin membayangkan terlalu jauh, apa yang dua sejoli itu lakukan di kamar mereka saat ini. Namun semakin berusaha untuk mengenyahkan pikiran-pikiran kotornya itu, gemuruh di dadanya terasa semakin menggebu. Membuat tidurnya terasa tidak nyaman, sekalipun ia telungkup, duduk ataupun meringkuk.

Membawanya menuju pergolakan batin yang lagi-lagi harus dihadapinya seperti yang lalu-lalu.

Siapa aku?
Atas alasan apa aku berhak merasa seperti ini?

Dan untuk apa aku tetap disini?

Nyatanya, aku ada namun tak terlihat. Aku dibutuhkan, namun tak diinginkan.

Benar kan?

Dan sekalipun saat fajar menyingsing, ketika Namira mantap memutuskan untuk menjalani perannya sekarang ini sebagai seseorang yang hanya akan membantu mengurusi segala kebutuhan Azrina, seperti tugasnya semula, sejak dulu kala.
Kemantapan yang baru saja ditekadkannya itu harus menguar begitu saja bersamaan dengan ketukan Azrina di pintu kamarnya.

"Shalat subuh berjamaah, yuk?"

Kikuk, Namira mengangguk lalu mohon diri untuk membasuh wajahnya dengan air wudhu dahulu. Beberapa kali ia masih menguap, karena semalaman ia sama sekali tidak tidur barang semenit saja.

Terbesit sedikit rasa kecewa pada Namira mendapati sosok yang mengetuk pintu kamarnya adalah Azrina.
Sebenarnya, sejak Jun Ki memproklamirkan diri sebagai penanggung jawabnya di negeri ginseng ini, sejak itu pula setiap memasuki waktu subuh, laki-laki itu rutin mengetuk pintu Namira, membangunkannya subuh. Meski tidak shalat bersama karena Jun Ki akan shalat berjamaah di masjid yang tidak jauh dari rumah mereka, dan akan kembali setelah berlari pagi saat langit mulai cerah.

For The Rest Of My Life [COMPLETED]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang