34 - Tersenyumlah

351 42 6
                                    

Orang berkata "langit sedang mendung dan sama sekali tidak cerah."
Aku berkata, "tersenyumlah, cukup mendung itu di langit saja." (Syair Ilya Abu Madhi)

🍁🍁🍁

Pagi yang cerah menyapa langit Itaewon hari ini, setelah hujan salju yang lebat seharian kemarin membuat segalanya tampak kelabu, kini sinar mentari dengan anggun menyinari seluruh kota, meski dingin masih membelenggunya.

Burung-burung bercericit nyaring dengan indahnya. Seolah sedang bergembira merayakan seseorang yang berpagi-pagi menyalakan semangat. Seseorang yang baru saja mengikrarkan diri untuk tidak menyerah pada kesedihan yang mencoba melumat habis kebahagiaannya. Hari ini ia bertekad untuk menghalau segala kesakitan yang akan mendatanginya. Berusaha bangkit meski kecil kemungkinannya, setidaknya jika memang waktunya tak lama lagi di dunia, kepergiannya takkan terkenang dengan ratapan duka, namun diantarkan dengan senyum keikhlasan setelah ia persembahkan hari-hari terbaik dengan tawa dan bahagia di sisa-sisa umurnya.

Azrina berjanji, takkan menangis lagi.
Airmatanya yang tumpah banyak sekali kemarin itu, cukup menjadi yang terakhir kali.

Kepada Lee Jun Ki, ia hanya akan memberi bahagia. Meski tak mampu secara total menghapus duka, amarah dan dendamnya, namun ia akan dengan senang hati membantu sang suami berdamai dengan semua masa lalu yang kelam itu, termasuk berdamai dengan dirinya sendiri.

Kepada Namira, ia berjanji akan selalu di sisinya. Setelah Namira tahu tentang penyakitnya, Azrina punya firasat baik yang mungkin akan menguntungkan persahabatan mereka. Atau mungkin untuk masa depan suaminya, tentu Azrina masih akan berusaha agar niatnya itu menjadi nyata.

Kepada Allah, ia menyandarkan segala. Sembari bersyukur sebesar-besarnya atas waktu yang masih tersisa untuknya memperbanyak amalan, memperluas kebermanfaatan dan membuat kenangan indah.

Pagi-pagi sekali ia sudah bersemangat membantu bibi Nam menyiapkan sarapan. Lalu ketika semburat mentari dengan lembut membelai wajah Jun Ki yang sehabis subuh tadi meminta waktu sedikit untuk melanjutkan istirahat, Azrina pun tak ingin kalah. Bibir mungilnya yang merona ia kecupkan pada kelopak mata Lee Jun Ki yang masih terpejam.

"Assalamu'alaikum, Pangeran ... " bisiknya lembut kemudian meniup pelan wajah Jun Ki lalu tertawa kecil melihat suaminya mulai menggeliat karena tidurnya terganggu.

Mata Lee Jun Ki mengerjap, sinar mentari cukup silau menyorotnya. Namun pesona wajah sang istri dengan senyum yang terkembang tepat di depan matanya itu jauh lebih cemerlang, dan sinarnya menentramkan.

"Joheun achim!" seru Jun Ki dengan senyum lebar seraya meraih tangan Azrina dan mengecupnya singkat. "Hm, kamu kenapa selalu wangi, sih? Sengaja biar menggoda, ya?" kelakarnya seusai menghirup aroma dari kulit tangan istrinya.

Azrina mencubit lengan pria itu sebagai balasan. "Kalau ingin menghirup wangi bunga, kau harus siap tertusuk durinya," omelnya setelah mendengar Jun Ki mengaduh dan mengusap-usap bekas cubitannya.

"Jika bunganya adalah kau, aku rela berdarah-darah." Jawaban Jun Ki justru membuat wajah Azrina bersemu dan semakin melebarkan senyumnya. Semangkuk sup ayam hangat yang dibawakan Azrina ia pindahkan ke tangannya kemudian mulai menikmatinya dengan menuangkan nasi dari mangkuk yang lebih kecil yang disajikan bersama sup dengan nampan. Dari cara Lee Jun Ki menikmati makanannya, Azrina merasa tidak sia-sia ia berpagi-pagi menyiapkan makanan untuk memulihkan kondisi tubuh Jun Ki yang semalam memang sangat drop.

"Eh, tapi. Melati juga wangi. Memangnya melati berduri?" pikirnya sejenak. Membuat Azrina pun ikut mengingat-ingat bentuk bunga melati dan aromanya.

"Tidak berduri, tapi merambat. siapa yang coba memetiknya, akan tertelan dalam rambatnya," seloroh Azrina asal, membuat Jun Ki tertawa dan hampir menyemburkan makanan dalam mulutnya.

For The Rest Of My Life [COMPLETED]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang