Wanita Pilihan

19.2K 804 8
                                    


Ridho

Selepas menjalankan ibadah sholat Isya berjamaah di rumah, aku menyalami kedua orangtuaku. Dilanjutkan dengan adik-adik dan ipar-ipar yang menyalamiku. Kemudian keponakan-keponakanku.

Sabtu malam, kami berkumpul di rumah keluarga kami. Seperti biasa, kami akan berkumpul menjalani ibadah bersama-sama. Kami, para lelaki, silih berganti, kena giliran untuk jadi imam.

Malam ini, giliranku.

Selepas Isya, kami bersantap malam. Lalu, satu persatu adik-adikku pamit pulang membawa serta keluarganya.

Tinggalah aku dan orangtuaku.

"Kamu gak iri lihat adik-adik kamu sudah menikah. Berkeluarga?" kata bapak, di ruang keluarga kami.

"Iya, nak... umurmu sudah 30 tahun. Sudah cukup usia untuk berkeluarga. Kenapa? Belum ada yang cocok?" tanya ibu.

Aku diam. Ini bukan kali pertama pertanyaan seperti itu terlontar dari keduanya. Sama. Saat ini pun aku bingung menjawabnya.

"Tak usah menunggu jodoh itu datang dengan sendirinya. Penting juga, usaha. Doa, pasti. Tapi usaha itu juga perlu," tutur bapak.

Aku mengangguk. Bibir kulipat. Bingung harus menanggapi apa.

Tidak. Bukannya aku tak ingin menikah. Membina keluarga. Sebagai lelaki normal, aku pun mau. Tentu saja. Walau bukan berprofesi sebagai foto model, wajahku juga tidak buruk. Tinggi dan bobot ragaku tergolong ideal. Sungguh, tak sulit bagiku mendapat perhatian perempuan.

Hanya saja....

Belum ada yang sreg di hati.

Seolah membaca nalarku, ibuku mulai berkalimat lagi.

"Tak perlu lah mencari wanita sempurna. Tak ada itu. Semua manusia ada kurangnya. Termasuk kita. Justru, carilah wanita yang bisa ikhlas mencintai kurangmu. Sebaliknya juga, kamu yang bisa menerima ketidaksempurnaannya. Intinya, saling melengkapi. Iya kan, Pak?"

Bapak mengangguk sambil tersenyum.

"Betul itu, Dho... kamu juga gak usah khawatir terhadap reaksi Bapak dan Ibu. Siapapun wanita yang kamu pilih untuk menjadi teman hidupmu, Insya Allah kami tak akan menentang."

Ibu mengangguk.

"Tidak masalah siapa. Terpenting wanita itu bukan istri orang. Artinya statusnya jelas. Tak kalah penting, Ibu minta... pilihlah wanita yang seiman. Bila pun belum taat, asal mau dibimbing gak masalah. Asal akidahnya sudah sama dari sananya," pinta ibu.

Kali ini aku yang mengangguk.

"Bagaimana? Sudah ada calonnya?"

Aku diam.

Bapak dan ibu memandangi wajahku. Menunggu jawabanku.

Adakah?

Siapa?

"Uhh... yah... kalau yang aku... gimana ya ngomongnya..."

"Ada hati?" tanya ibu.

Aku mengangguk. Mengamini ibu.

"Iya... ada sih... Cuma belum tahu deh..."

Dahi bapak berkerut.

"Kenapa memangnya?"

Aku menghela nafas.

"Orangnya... wanita itu yang sepertinya ingin aku pilih... tertutup sekali. Sulit untuk mendekatinya. Setiap aku mau usaha, sepertinya dia sudah menutup pintu kesempatan itu rapat-rapat," terangku.

"Kenapa begitu?"

Aku menaikan pundakku.

Entahlah.

"Siapa? Teman kantor?" tanya ibu lagi.

Aku mengangguk.

"Gadis?" kali ini ayah yang bertanya.

"Iya. Setahu aku begitu..."

Diam-diam aku mencari tahu data wanita itu dari HRD kantor.

"Seiman?"

"Iya. Bahkan setau saya, dia rajin puasa Senin – Kamis."

Wajah ibu seketika berseri.

"Wah, bagus itu. Berarti modal awalnya sudah mantap. Siap jadi istri yang baik. Ibu yang bisa menuntun anaknya..."

"Insya Allah..." kata bapak memotong kata-kata ibu yang terlalu bersemangat.

"... jangan dulu terburu menilai. Toh Ridho juga bilang klo gadis itu, siapa namanya?"

Aku menelan ludah sebelum menjawab.

"Rembulan."

"Rembulan?" tanya bapak.

Aku mengangguk.

"Iya... Rembulan itu kan kata Ridho tertutup. Mungkin ada sesuatu yang disimpannya rapat. Nah, kamu coba sedikit-sedikit dekati. Cari tahu. Tapi... siap-siap. Kalau sekiranya menemukan sesuatu yang di luar dugaan."

Dahi ibu berkerut.

"Di luar dugaan? Maksud bapak?"

Bapak menaikan pundaknya.

"Wallahualam. Tapi, sikapnya itu... tentu ada alasannya."

Aku diam. Mencermati perkataan bapakku.

Iyakah?

Rembulan menyimpan suatu rahasia?

Rahasia apa?

Memahami Rembulan #3 Undeniable Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang