Uluran Tangan

4.2K 485 3
                                    


"Ridho?" suara perempuan memanggil Ridho mengembalikan kesadarannku seketika.

Wina.

Secara insting aku segera melangkah mundur.

"Permisi," kataku lalu setengah berlari aku pergi meninggalkan mereka.

"Bulan," ujar Ridho setengah berteriak.

Mendengar suaranya aku memperkencang langkahku. Semakin lama gerakanku menjadi berlari.

Dari Grand Indonesia aku terus melangkah antara jalan cepat dan berlari menuju kantor Rumah Impian di kawasan gedung perkantoran MH. Thamrin.

Terus saja melangkah.

Tiba di gedung kantor Rumah Impian aku segera masuk lift. Tombol basement yang kutekan.

            Tidak. Aku tidak berniat kembali ke kantor, melainkan membawa motorku dari tempat parkir untuk segera melaju ke rumah sakit tempat Cinta di rawat.

Di lapangan parkir motor, aku bergegas menuju motorku.

"Bulan, hei..." kata Pak Rio.

Ah. Sial.

Motorku ternyata terparkir dua motor disebelah motornya Pak Rio. Dia sepertinya baru memarkirkannya disitu, sepulang bepergian entah dari mana.

"Pak..." kataku sesopan mungkin dengan nafas yang masih memburu.

Pak Rio menatapku. Matanya mempelajari wajahku. Dahinya berkerut lalu berjalan ke arahku.

"Bulan... kamu... tidak apa-apa?" tanyanya dihadapanku dengan lembut.

Aku mengangguk.

"Iya, Pak... saya... saya cuma.... Mau izin pulang cepat," ucapku.

Pak Rio mengangkat pergelangannya. Menatap jam tangannya.

"Baru jam 3, mau kemana memang? Ada keperluan pribadi?"

Aku melipat bibirku lalu mengangguk.

Pak Rio menatapku. Matanya menyipit. Mencoba membaca gesturku. Saat ia hendak bicara HP nya berdering. Lalu mengacungkan jari telunjuknya di depan wajahku.

"Sebentar," katanya.

Mundur dua langkah, bosku itu mengangkat teleponnya.

"Ya, Dai?" Pak Rio menyapa si penelepon.

"Iya... Si Dewa ngundang makan malam di rumahnya. Mentari katanya yang masak. Biasalah si Dewa mau nyombong punya bini baru, pinter masak..."

"Gue maleman aja sih Dai... ini gue baru balik meeting. Mau jemput Cahaya nih di Rumah Impian. Abis itu ke apartemen jemput Prabu...."

"Iya lah sama pengasuhnya di rumah... masa dibawa-bawa ke kantor...."

"Mau barengan? Ayo aja. Loe posisi dimana?"

Pak Rio terus saja bicara. Aku diam mematung. Menunggunya selesai. Seperti perintahnya.

"Loe ada di Sarinah?"

"Terserah mau pake mobil loe apa gue?"

"Oh. Ya udah. Berarti loe yang jemput kita disini ya? Tapi loe kudu anterin kita dulu ke apartemen lho, gak papa?"

Memahami Rembulan #3 Undeniable Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang