Arvan terbangun dari tidurnya dengan perasaan campur aduk, sudah sore, dengan segera Arvan menunaikan sholat Ashar. Setelah itu pergi ke kamar Alya, mengetuk pintu namun dia langsung sadar bahwa tadi Dia meninggalkan Alya di jalan, lagi kejadian itu terulang lagi. Arvan segera menyambar jaketnya, berusaha mencari Alya, namun langkahnya terhenti.
"Apa Alya pulang sama Pakdhe lagi ya??" belum sempat menemukan jawaban, Arvan mendengar suara pintu utama terbuka dan mendengar suara yang alfa selama Lima hari ini.
"Assalamualaikum.. Arvan Alya, Kami pulang," Arvan yang mendengar suara kedua orang tuanya segera berlari menghampiri.
"Alya sama kalian gak??" tanpa basa – basi Arvan langsung bertanya tentang keberadaan Alya, Arvan berharap Alya menelfon kedua orang tuanya dan meminta dijemput oleh Mereka.
"Gak, bukannya harusnya Alya di rumah ya??"
"Jangan bercanda, Kalian gak bercanda kan??"
"Enggak Arvan , emang Alya kemana??"
"Coba telfon Pakdhe Rasyid, tanyakan keberadaan Alya padanya coba,"
"Tapi.."
"Udah cepet," Bu Mila menurut, kemudian menelfon Kakaknya.
"Owh ya sudah tidak apa, .. ini gak tahu Arvan tiba – tiba disuruh nelfon," Arvan yang merasa bersalah mengambil alih telfon sang Ibu, kemudian berbicara kepada sang Paman, dengan raut wajah khawatir. Kemudian Arvan menurunkan ponselnya dengan lemas.
"Ada apa sebenarnya??? Alya di rumah kan??"
"Maafin Arvan ,,, Aku benar – benar menyesal.. Aku meninggalkan Alya di jalan,,."
"Kenapa??"
"Aku marah padanya, Aku marah.. ya marah padanya kemudian meninggalkannya begitu saja,"
"Arvan .."
"Aku benar – benar menyesal Yah, Bu.. Aku kira Alya akan menelfon Kalian, atau Alham, atau Annan atau gak sengaja ketemu pakdhe, lagi"
"Van,,,"
"Maaf,,,"
"Van,, Alya disini belum ada Dua minggu, Dia bahkan punya masalah dengan ingatannya, bagaimana bisa Kamu meninggalkannya begitu saja,"
"Saat itu.. Aku, Aku sungguh menyesal," melihat keadaan yang mulai memanas dengan Pak Feri yang mulai emosi, membuat Bu Mila menghela nafas pendek, menyentuh bahu putra semata wayangnya.
"Coba telfon Alham atau Annan, barangkali Alya ada bersama Mereka," dengan ragu Arvan mengangguk menelfon Mereka. Kemudian Arvan menggeleng lemah.
"Arvan ... ya Allah,"
"Sudah Yah, jangan dimarahin... ingat?? Lebih baik Kita cari Alya sekarang, Van minta bantuan Alham dan Annan,"Arvan mengangguk meminta Alham dan Annan untuk membantu mencari Alya.
----- A Perfect Sunset -----
Hari semakin dingin, hujan baru saja turun dengan derasnya, membuat Alya menggigil, sembari menekuk lutut di teras masjid, air mata turun begitu saja di pipinya.
"Kak Iqbaal, Alya takut... Ayah, Ibu," Alya terus melirih saat petir menyambar, dan suaranya menggelegar. Membuat hatinya bergetar ketakutan.
"Alya takut, Kak Iqbaal Alya takut.. Kakak.. Al takut, Kakak... hiks" Alya semakin terisak, menangis tanpa mampu berbuat apapun.
"Kakak.. dingin, takut.. hiks.. Kak Iqbaal, kakak,,," isak tangis Alya semakin terdengar, masing terbayang kejadian saat Dirinya hampir di perkosa di jalan betapa takutnya Dia saat orang – orang bertubuh kekar dan bertato itu mengejarnya hingga tubuhnya terasa bergetar hebat dan disinilah sekarang, disebuah masjid, Alya berlindung dibalik lututnya, melindungi mahkotanya, jilbabnya ditarik oleh preman – preman yang mengejarnya membuat Alya mau tak mau, memperlihatkan mahkotanya, Alya masih menangis senggukan sembari terus melirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Perfect Sunset (END)
Teen FictionCinta.. obat atau penyakit ?? cinta ?? pemisah atau penyatu ?? cinta ... cinta ... cinta dan tentang cinta, di suatu senja saat tangan saling tergenggam, kemudian malam memisahkan.