A Perfect Sunset - Part 8

114 5 0
                                    

Arvan dan Alya memutuskan untuk pulang dengan tangan hampa, setelah anak – anak itu dijemput orang tuanya masing – masing Mereka duduk dalam keheningan, kemudian berjalan dalam keheningan pula.

"Al..." Alya berdehem, masih memandang arah jalanan. "Kamu bahagia???"

"Aku bahkan bahagia meskipun lagi sedih,"

"Bagaimana bisa??"

"Anggap saja kesedihan itu kebahagiaan,"

"Bagaimana bisa??"

"Simpelnya sih, apa yang Kamu lakukan, kamu lalui, kamu lewati semuanya sesuai dengan pemikiranmu, dengan prasangkamu saat kamu mengerjakan soal, kemudian berkata bahwa soal itu sulit maka soal itu akan menjadi benar – benar sulit begitupun sebaliknya saat kamu mengatakan bahwa soal itu mudah, maka soal itu menjadi sangat mudah untukmu, tapi.. jangan lupa belajar juga dan jangan pernah meremehkan soal, Mereka bisa membunuhmu,"

"Apa hubungannya dengan kesedihan dan kebahagiaan??"

"Kalau kamu sedih, katakanlah bahwa kamu bahagia karna kalau seseorang bahagia Dia akan memuji Tuhannya, saat seseorang bersedih dan terpuruk Mereka lebih banyak menghujat, mencaci dan merutuki dirinya sendiri, saat kamu berkata kalau kesedihan kamu adalah kebahagiaan, kamu akan selalu mengingat-Nya, kamu tidak akan keluar dari jalur dan kamu gak akan lama – lama tenggelam dalam jurang putus asa ataupun penyesalan percaya deh bahwa selalu ada akhir bahagia di setiap perjalanan Kita meskipun air mata mewarnainya, dan percayalah akhir bahagia itu tidak akan sempurna tanpa adanya tangis, kesedihan, luka, halangan, jatuh bangun, dan rintangan dalam proses itu" Arvan tersenyum mendengarnya, entah kenapa kehangatan tiba – tiba merambat dihatinya, Dia teringat perbuatannya selama ini, menganggap bahwa dirinyalah makhluk Tuhan terbaik yang seolah diciptakan tanpa berbuat kesalahan padahal Dia sudah banyak kesalahan yang dilakukannya dan Tuhan sedang menegurnya saat ini, dengan vonis itu. Arvan menatap Alya dalam, bagaimana bisa seorang gadis diciptakan begitu tegar seperti itu. Namun seperti yang dikatakan oleh orang bahwa apa yang terlihat dimata tidak sepenuhnya benar, Alya masih sering menangis, dan berkeluh Alya yang sekarang adalah Alya yang berbeda dengan Alya yang dulu, kalau Arvan tahu mungkin Arvan akan menganggap bahwa Alya keterlaluan ya keterlaluan.

"Kamu tahu Ar, setiap orang pasti punya masa lalu,"

"Ya, iyalah..."

"Kalau saja bisa ya,, Aku ingin kembali ke masa lalu dan memperbaiki semua kesalahan yang sudah Aku lakukan, tapi Kak Iqbaal bilang seseorang gak akan pernah bisa kembali ke masa lalu, meskipun ribuan kali bersimpuh kepada Allah, Aku menjawab bahwa Aku akan menggunakan proposal untuk memintanya, dan Kak Iqbaal jawab do'a aja gak dikabul apalagi proposal, waktu itu Aku masih ya terlalu keras kepala,"

"Sekarang juga masih kaya'nya," Alya tersenyum, kemudian mengangguk. "Kata Kak Iqbaal itu memang sudah menjadi karakterku, dan Kak Iqbaal yang selalu ngalah,"

"Aku juga sering ngalah sama Kamu,"

"Hey, pengecut!! Kita sama – sama keras kepala tahu,"Arvan terkekeh kemudian langkahnya terhenti saat melihat Dua buah sepeda yang Dia kenal sudah terparkir dihalaman rumahnya. Alya juga mengikuti arah pandang Arvan , kemudian Mereka menoleh mendapati Pak Feri dan Bu Mila sedang menahan tawanya.

"Ayah !! Ibu!! Sepedanya gak hilang??"Pak Feri dan Bu Mila hanya memberi Mereka cengiran, dengan ancang – ancang langkah seribu Alya dan Arvan bersiap mengejar Pak Feri dan Bu Mila, terjadi aksi lari – larian di antara warna – warni bunga yang tertanam di halaman itu.

#####

Siang yang tadinya cerah berubah kelam saat hujan turun dengan derasnya, Arvan sedang melotot tajam di depan pintu, menghalangi Alya agar tidak keluar rumah untuk berbuat konyol yaitu hujan – hujanan di luar , bermain berlarian di tengah derasnya hujan.

A Perfect Sunset (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang