A Perfect Sunset - Part 11

99 6 0
                                    

"Arvan kritis, berdo'a saja semoga Arvan akan cepat melalui masa kritisnya," ucapan Pak Rasyid membuat tangis Alya kembali pecah, di tatapnya Arvan yang terbaring dengan alat – alat medis itu, selang – selang dan kabel – kabel, dengan segera Alya berpamitan, dengan malu – malu meminta sedikit uang untuk naik taksi, Dia tahu seseorang pasti bisa membantunya.

"Kamu mau kemana Alya??"

"Alham,, tenang saja Aku tidak akan tersesat, maaf Ibu Ayah, Aku tinggal dulu," bahkan air mata Alya masih mengalir saat sampai di pintu kosan Alham.

#####

"Alya??" Alham terkejut, jelas saja Alya datang dengan wajah memerah dengan deraian air mata di pipinya, dengan segera Alham mempersilahkan Alya untuk masuk, kemudian membawakan secangkir cokelat panas yang baru saja di buatnya.

"Ada apa Al?? Arvan berbuat ulah lagi??" Alya masih belum bisa menjawabnya, Alham menghela nafas panjang, membiarkan Alya menyelesaikan tangisnya, setelah dirasa cukup Alham menyodorkan secangkir cokelat yang mulai dingin itu, Alya meminumnya pelan.

"Arvan masuk rumah sakit Ham.. Dia kritis," Alham menatap Alya tidak percaya, kalimat yang diucapkan Alya dengan suara parau itu berhasil membekukan tubuhnya. "Stadiumnya naik Ham.. jadi Tiga, kanker paru – paru.. dan perbuatan konyolnya tadi,, itu karena alasan itu, alasan yang menurut Aku terlalu drama, tidak mau membuat Kamu sama Annan sedih karena kehilangan Dia," Alham menunduk dalam, tak terasa air matanya menetes. "Arvan menyembunyikan banyak hal dari Kalian, selama ini Arvan merasa jika orang – orang disekelilingnya tidak pernah mengertinya, makanya Dia exited banget saat Dia tahu kalau Aku peka sama Dia,"

"Al... Kamu harus bilang sama Aku, bahwa ini semua hanya drama kan?? Sandiwara??" Alya menggeleng kuat, terisak, air matanya kembali menetes.

"Kamis,, Jum'at , Sabtu, Minggu.. Minggu Aku udah mau pulang, Aku gak tahu kalau misalnya Arvan gak sadar dalam rentan waktu itu, maka Arvan tidak akan bisa melihatku untuk yang terakhir, tidak bisa melihatku lagi untuk waktu yang lama, Aku Cuma ingin Kamu bantu Aku untuk membicarakan ini dengan Annan, jadi setelah pulang nanti Aku akan lega.. setidaknya Arvan mempunyai sahabat seperti Kalian," Alham mengusap wajahnya kasar.

"Kita ke rumah sakit sekarang, sebentar Aku ambil jaket dan kunci motor dulu.. setelah itu Aku akan mengantarmu pulang, besok Kau harus sekolah, setelah itu Aku akan menemui Annan," Alya mengangguk kemudian kembali meminum coklatnya, rasanya melegakan hati, dan sedikit mengurangi bebannya.Alham kembali datang dengan Dua jaket, yang satu di pakai sendiri sedang yang satu di berikan kepadaAlya.

"Ini, malam ini dingin, Kita naik motor," Alya mendongak, tersenyum. "Tidak, yang kemarin saja belum Aku kembalikan," Alham tersenyum, menggeleng tetap menyodorkan jaket itu kepada Alya. "Tidak apa, Kau bisa mengembalikannya di Bandung," dengan ragu Alya menerimanya, kemudian memakainya. "Terima kasih," Alham tersenyum manis. "Sama- sama," Mereka bangkit dari posisi Mereka kemudian keluar dari kamar kos Alham, menuju rumah sakit.

"Kamu masih ingat kosan Aku??" tanya Alham di tengah perjalanan, bosan juga jika sedari tadi hanya diam, padahal Alya adalah gadis yang cukup cerewet menurutnya.

"Aku tidak tahu, Aku ingat saja dimana kosanmu, tapi.. Aku tidak mengingat jelas dimana rumah Ayah dan sekolah, makanya Aku gak pernah pulang sendiri, kata Kak Iqbaal sih.. butuh waktu sekitar Dua atau Tiga bulan untuk Aku mengingat semua itu dengan jelas,"

"Tapi kenapa Kamu mengingat dimana kosan Aku??"

"Sudah Ku bilang Aku tidak tahu, yang ada dipikiran Aku saat itu, yaa Kamu dan kosan Kamu, mungkin setelah pulang nanti Aku akan bertanya dengan dokterku, apa yang terjadi denganku.."

A Perfect Sunset (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang