A Perfect Sunset - Part 10

101 7 0
                                    

Sudah siang tapi Arvan tidak kunjung membuka matanya sejak pingsannya tadi pagi, Alya menghela nafas lelah.

"Bu,, kenapa Kakak belum juga sadar??"

"Kakak dibius Sayang, biar Dia istirahat, sebelum jam makan siang Dia pasti sudah bangun, owh iya makan siang nanti Kita punya tamu,"

"Tamu???" alis Alya bertaut, menatap Bu Mila yang sedang membaca majalahnya. "Iya, tamu"

"Siapa??" Bu Mila berhenti membaca majalahnya, tersenyum. Dia selalu lupa peringatan Arvan , jangan memberitahu suatu hal baru kepada Alya kalau tidak ingin kesal karena menjawab pertanyaan Alya yang panjangnnya seperti kereta. "Kamu kenal Annan kan??" Alya mengangguk, Bu Mila tersenyum, sebenarnya tidak pernah ada yang keberatan jika Alya terus bertanya, Arvan saja yang berlebihan. "Ibu kenapa sih?? Dari tadi senyum mulu,"

"Memangnya tidak boleh??" Alya hanya nyengir. "Ekh iya Bu, memangnya Annan kesini mau ngapain??" Bu Mila tersenyum "Kepo !!!" itu bukan jawaban dari Bu Mila, tapi dari Arvan yang baru saja bangun dari tidurnya. Alya yang mendengarnya mendelik sebal.

"Aku bertanya kepada Ibu, bukan kepadamu," Arvan mendengus tidak suka. "Ibu pasti lupa deh, pantang memberitahu Alya suatu hal, lihatkan Bu, Dia bahkan belum berhenti untuk ber..auu.." Arvan mengaduh saat sebuah pena mendarat di keningnya, pena yang dilemparkan oleh Alya, entah dari mana Alya mendapatkannya.

"Diamlah.." Bu Mila yang melihat itu terkekeh. "Bu... lihatlah anak gadismu itu, Dia melukaiku.. auu.. ish !!" Arvan kembali mengaduh saat pena kedua kembali mendarat di keningnya, Arvan mendelik kesal "Kau ini, orang yang baru sakit itu seharusnya dilembutin, bukan di lempar pake penamu itu," Alya kembali mendelik sebal, kembali akan melemparkan pena ketiga, namun niatnya urung saat sadar apa yang dilemparkannya sedari tadi.

"Ya ampun !!! ini pensil warnaku, dan ini kotak pensilku," dengan segera Alya memungut satu persatu pensil warna dan kedua pena yang dilemparkan kepada Arvan , tersenyum senang.

"Kau mencurinya yaa?? Aku mencari Mereka sedari tadi," mendengar tuduhan Alya membuat Arvan mendelik sebal.

"Kau lupa yaa?? Aku meminjam Mereka darimu semalam," mata Alya memicing, sedang Bu Mila tersenyum, maklum dengan Alya yang memang sering lupa.

"Benarkah??" Arvan mengangguk malas. "Sudah,, jangan bertengkar lagi, Kamu juga Arvan jangan melarang Alya untuk bertanya, dan Kamu Al.. jangan lemparkan penamu kepada Arvan , nanti penamu rusak lagi," tuturan Bu Mila membuat Arvan mendengus sebal, Ibunya tidak membelanya sama sekali, sedang Alya sudah tersenyum kegirangan memeletkan lidah kepadanya, kemudian berlalu sembari mengelus kotak pensilnya. Detik berikutnya setelah kepergian Alya, Arvan tersenyum manis memegang keningnya kemudian terkekeh, sedang Bu Mila tersenyum.

"Dia gadis aneh, berbeda,, ya kan Arvan ??" perkataan Bu Mila membuat Arvan terdiam sesaat, kemudian mengangguk. Sedang Bu Mila kembali tersenyum, menatap Arvan yang masih menatap kearah perginya Alya.

#####

Jam makan siang baru dimulai, seperti biasa meja makan selalu ramai oleh perdebatan antara Arvan dan Alya. Arvan yang protes karena Alya terus bertanya tentang tamu yang akan datang saat makan siang.

"Berhentilah bertanya Al.. Kau membuat kepalaku pusing," protesan dari Arvan ditanggapi Alya dengan dengusan sebal. "Aku tidak bertanya kepadamu, kenapa Kamu yang pusing,aneh.. Aku bertanya dengan Ibu dan Ayah," Bu Mila dan Pak Feri tersenyum mendengarnya.

"Tapi suaramu saat bertanya sungguh sangat mengganggu tingkat kewarasanku, bayangkan Kamu bertanya sangat detail," Arvan menghentikan aksi mengunyahnya, menatap Alya yang juga menghentikan aktivitas makan siangnya. "Kenapa Mereka tidak datang??? Apa Mereka belum datang?? Apa Yogyakarta itu macet?? Lalu kapan Mereka akan datang?? Terus apa yang akan Mereka lakukan disini?? Wah berarti Mereka sangat dekat dengan Kita?? Sahabat?? Wihh keren banget, Alya bisa gak yaa?? Mendapat sahabat seperti itu?? Sejak kapan sahabatan??.." Arvan mengucapkannya sembari meniru gaya Alya saat Alya bertanya kepada Pak Feri dan Bu Mila yang nyaris kewalahan menjawab pertanyaan – pertanyaan itu, sedang Alya sudah memasang wajah masamnya.

A Perfect Sunset (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang