"Bukankah ini sudah saatnya pulang sekolah?? Dimana Alya dan Alham??" Annan menutup pintu kamar rawat Arvan , mendengus tidak suka.
"Mereka melukaiku,lihat ini," Annan menunjukkan sudut bibirnya yang robek. "Ya ampun, memangnya kenapa??" Annan terdiam, tidak bisa menjawabnya. "Aku tahu, Kamu pasti melarang Alya menjengukku dan menghina Alya kemudian Alham tidak terima dan memukulmu??" tepat, pernyataan Arvan sangat tepat, membuat Annan menunduk, dan perlahan mengangguk.
"Annan, Mereka juga sahabatku, tentang Alya.. seharusnya Kita berterima kasih, karenanya Kita bisa seperti ini lagi, persahabatan Kita kembali, dan semangat, kepercayaanku kembali lagi, Aku sadar dari semua khilafku selama ini, Dia yang membuatku menangis tanpa suara karena menyesali perbuatanku sendiri, yang tidak bisa menerima semua yang sudah di gariskan untukku.."
"Aku hanya cemburu, yaa cemburu" Annan menghela nafas panjang, saat menyadari apa yang membuat sikapnya begitu buruk terhadap Alya. "Seharusnya Aku yang ada diposisi itu, bukan Alya..." Arvan tersenyum.
"Salahkan Aku juga, saat itu hanya Alya yang Kupercaya, minta maaflah sama mereka," Annan mengangguk.
"Sekarang," Annan kembali mengangguk kemudian meninggalkan ruang rawat Arvan . Sedang Arvan hanya tersenyum melihatnya, kemudian menerawang langit – langit rumah sakit kosong. "Maaf, jika Aku berbohong kepadamu Alya,"
#####
Annan berdiri hanya sekitar satu meter dari tempat Alya dan Alham duduk, mendengarkan apa yang di ucapkan Alya sembari terisak, tangan Annan mengepal, sekarang Dia tahu alasannya kenapa tidak bisa meninggalkan Alya sendirian, tahu kenapa Alya begitu mengerti apa yang dirasakan Arvan , Annan bergeming di tempatnya, rasa penyesalan menyergap batinnya. Annan jadi teringat dengan pertemuan pertamanya dengan Alya, dimana saat itu dirinya sedang bermusuhan dengan Arvan , Alya gadis yang dia tebak jarang menangis itu kini bersimbah air mata, gadis yang menurutnya adalah gadis yang kuat itu kini terlihat rapuh. Pelan Annan melangkah setelah Alya dan Alham tenggelam dalam hening.
"Maafkan Aku," suara Annan membuat Alya dan Alham refleks menoleh, kemudian dahi mereka berkerut, heran.
"Sungguh, maafkan Aku.. seharusnya Aku tidak seegois tadi, maafkan Aku," Alya dan Alham yang mendengar itu tersenyum manis, kemudian mengangguk, sedang Annan juga tersenyum.
"Akh, mudah sekali Mereka memaafkan orang lain" batin Annan berbicara.
#####
Alya menatap Arvan dengan raut wajah yang tidak bisa digambarkan, sedang Arvan tersenyum melihat keberadaan Alya dan Alham.
"Ayah sama Ibu mana???" Arvan tersenyum tipis saat Alya tidak menanyakan keadaannya dan malah menanyakan keberadaan kedua orang tuanya.
"Tante Mila dan Om Feri lagi keluar sebentar, sebentar lagi juga ke sini," bukan Arvan yang menjawab tapi Annan. Sedang Alya hanya beroh ria. Kemudian kembali diam, menatap kosong ke arah jendela, menghiraukan Annan, Arvan dan Alham yang sedang berbincang.
"Al kangen sama kakak.." batin Alya sendu, kembali mengingat Iqbaal, rumah sakit membuatnya kembali mengingat masa itu dimana saat dirinya dan Iqbaal saling berbagi dalam posisi berbeda, Iqbaal yang terbaring terpejam tidak merespon dan dirinya yang duduk berceloteh di sisi ranjang sembari menggenggam erat tangan Iqbaal.
"Al.." panggilan Arvan membuat Alya refleks menyeka air matanya, berbalik kemudian tersenyum. "Ada apa??"
"Apa Kamu tidak khawatir denganku??" pertanyaan Arvan membuat Alya tersenyum sinis, apalagi melihat Annan yang terkekeh pelan, sedang Alham memasang wajah datarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Perfect Sunset (END)
Teen FictionCinta.. obat atau penyakit ?? cinta ?? pemisah atau penyatu ?? cinta ... cinta ... cinta dan tentang cinta, di suatu senja saat tangan saling tergenggam, kemudian malam memisahkan.