Hari ini olimpiade, dan Alya tidak mau berharap lebih kepada Iqbaal, sebenarnya Alya sudah tidak mau melanjutkan olimpiadenya namun Alham dengan semangat mendukung Alya, menyemangati Alya dengan kata mutiara yang Dia cari di internet, membuat Alya tertawa saat Alham menceritakan yang sebenarnya dengan malu – malu. Dan selain itu, Alya juga ingin bertemu Arvan , namun nihil hingga olimpiade di mulai Arvan tidak kunjung menampakkan dirinya, namun sekali lagi Alham terus mendukungnya meskipun hanya lewat telfon. Hasil olimpiadenya tidak terlalu memuaskan, Alya hanya mendapat juara Dua membuat Alya menelfon Alham dengan nada kecewa.
"Gapapa kali Al... Aku pernah mendengar seseorang berkata, kalau Kamu ikut lomba menang kalah itu sudah pasti tapi kalau tidak mencoba untuk ikut maka kamu gak akan pernah menang,"
"Iya, makasih yaa... Kamu udah dukung Aku, disaat semuanya lagi jauhin Aku, Kamu tetap disamping Aku, bahkan akhir – akhir ini Arvan jarang menghubungi dan entahlah.."
"Maaf Al.. sebenarnya aku tahu kenapa Arvan tidak ikut olimpiade,"
"Kenapa?? Dia marah sama aku??"
"Tidak,Arvan drop.."
"Kenapa Kamu gak bilang??"
"Aku tahu kalau Arvan itu semangat Kamu untuk ikut olimpiade ini, jadinya Aku gak akan memberitahumu bahwa Arvan drop,maaf.."
"Tidak apa Ham, Aku maklum.. kesehatannya memang sedang tidak stabil.."
"Kesehatan Kamu juga kan?? Kamu udah makan belum??"
"Gak nafsu,"
"Al.. sampai kapan Kamu akan murung terus??"
"Rasanya Aku mau mati, di benci saudara kembar sendiri itu menyakitkan, semuanya jadi sepi, Kak Iqbaal balik kaya' dulu lagi, ngeremehin Aku, ngerendahin Aku, sinis sama Aku, begitupun dengan Ayah dan Ibu, Mereka kecewa sama Aku, Aku tidak tahu.. Aku harus apa Ham.. di rumah Aku merasa seperti orang asing, di sekolah juga.. rasanya mau mati Ham.."
"Al... Kamu gak boleh ngomong begitu.. Ayah sama Ibu Kamu pasti sayang sama Kamu, sudah jangan nangis lagi,"
"Mereka bahkan gak tahu kalau gegar otak Aku kambuh,"
"Al.. andai Aku disana Al,, andai Aku disamping Kamu secara nyata, Aku gak akan biarin Kamu kaya' gini terus,, Al.."
"Mereka membenciku kan??? Sama seperti saat Mereka membenciku karena Aku menyusahkan Mereka, apa Aku selalu menyusahkan orang lain??"
"Tidak Al.."
"Sudahlah Ham.."
"Al.." panggil Alham lirih, rasanya Dia sangat ingin menghapus air mata Alya, rasanya Dia ingin mendekap Alya, membisikkan kata – kata indah kepada Alya, menguatkan hati Alya.
Hari sudah semakin siang, tapi Alya tidak kunjung bersiap untuk bersekolah, dari kemarin kepalanya terasa sangat sakit dan berat, membuatnya hanya bisa terbaring lemah di ranjangnya, badannya panas, matanya Dia pejamkan, anggota tubuhnya terasa sangat lemas dan tidak bertenaga. Bu Fatimah memang masih kecewa dengan putrinya, karena ketidak jujuran putrinya, tapi sejak tadi pagi Bu Fatimah sangat mengkhawatirkan Alya, dia merasa bahwa ini sudah keterlaluan untuk sebuah kesalahan yang sepele. Dengan bergegas Bu Fatimah menuju kamar putrinya, mengetuk pintu bercat putih itu.
"Al.. ini Ibu, Kamu gak sekolah??udah siang loh.." tidak ada jawaban, karena sudah terlanjur khawatir Bu Fatimah membuka pintu kamar Alya dan bergegas menghampiri Alya yang masih terbaring di ranjangnya.
"Al.." Bu Fatimah meraba dahi Alya, dapat dirasakan hawa panas menyelimuti punggung tangannya. "Ya Allah, Kamu demam sayang.."
"I...bu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Perfect Sunset (END)
Ficção AdolescenteCinta.. obat atau penyakit ?? cinta ?? pemisah atau penyatu ?? cinta ... cinta ... cinta dan tentang cinta, di suatu senja saat tangan saling tergenggam, kemudian malam memisahkan.