1 - THE DARE

1.1K 39 12
                                    

"KA! KA! SINI, ARKA! CEPETAN!"

"Apaan?"

"Sini aja! Ya elah, jalan lo lelet amat. Masih cepetan Grandma gue!"

Arka memutar kedua bola matanya jemu mendengar gerutuan Alvin yang tengah berdiri di depan mading sekolah. Baru tiba di sekolah, tahu-tahu Alvin menemukan sesuatu yang menghebohkan—paling tidak, baginya—di mading. Sangat disayangkan jika berita itu tidak ia beri tahukan kepada teman baiknya.

"Apaan?" tanya Arka begitu ia berdiri di sebelah Alvin, memperbaiki letak tali ransel merahnya.

Sambil mengarahkan wajah Arka ke papan mading, Alvin berkata, "Tuh! Liat!"

Hal pertama yang ditemukan Arka dalam pandangannya adalah beberapa baris kalimat yang ditulis di atas kertas karton berwarna biru muda. Di sebelahnya, ada foto seorang siswa kelas tiga yang Arka kenali sebagai salah satu panitia pendamping guru dalam acara pengenalan sekolah.

Arka menoleh ke arah Alvin, "Lo nyuruh gue jalan cepet-cepet buat liat foto kakak kelas ini?"

"Bukan! Tuh! Di atas!"

Arka mendongak, mengarahkan pandangannya ke arah yang ditunjuk Alvin.

"Beneran dimuat, ya? Enggak nyangka gue," tutur Alvin, takjub.

Di sudut kanan atas, selembar foto Alvin yang mengenakan seragam pramuka, tertempel di atas kertas karton berwarna biru. Di dekatnya, terdapat beberapa baris kalimat berupa pendapat Alvin tentang wacana jam sekolah "full day". Ya, hari Sabtu lalu, Alvin memang diwawancarai oleh seorang siswi yang mengaku anggota klub mading.

"Halah! Gitu aja bangga. Kayak dimuat di koran nasional aja lo!"

"So what?!" timpal Alvin. "Yang penting gue pernah muncul di mading."

Arka memutar kedua bola matanya, kesal. "Udah, ah, gue mau ke kelas. PR akuntansi gue belum jadi."

Arka melangkahkan kakinya meninggalkan Alvin. Beberapa langkah telah diambilnya, tetapi menyadari Alvin tidak segera menyusulnya, Arka menengok ke belakang. Sebuah pemandangan Alvin sedang menolong seorang siswi memungut buku-buku yang terjatuh di lantai koridor, terlihat di matanya.

Kepala sang siswi yang menunduk, lengkap dengan rambut yang terjuntai di sisi pipinya membuat Arka tidak mampu mengenalinya. Satu-satunya yang bisa ditebak oleh siswa kelas sepuluh itu adalah ... gadis tersebut pasti cantik.

Kalau tidak cantik, Alvin tidak mungkin sesemangat itu menolongnya.

Selesai melaksanakan tugasnya sebagai "superhero", Alvin menemui Arka dengan membawa senyum yang luar biasa lebarnya. Ya, tidak ada yang membuat pemuda blasteran Indonesia-Inggris itu bahagia selain berdekatan dengan gadis cantik.

"Jadi ..., siapa gadis tidak beruntung yang tadi elo tolong?" Arka menunjuk gadis yang menjauh dari posisi mereka itu dengan dagu.

Mendengar pertanyaan yang terkesan meledek itu, Alvin mengayunkan satu pukulan ke lengan teman sekelasnya, lalu berkata, "Payah, lo, ah! Masa elo enggak tau? Gue kan sering ngomongin dia di kelas."

"Si kakak kelas?" tebak Arka.

"Yap!"

"O, ya, namanya siapa? Gue lupa."

"Kak Kirani. Cewek paling cantik di sekolah."

Tuh, 'kan? Gue bilang juga apa? Pasti cewek cantik.

***

Arka dan Alvin memasuki sebuah ruang kelas yang di pintunya terdapat sepotong papan bertuliskan "KELAS X.D". Beberapa anak perempuan membuat kelompok di meja depan. Mereka duduk sambil memandangi layar laptop, terlihat nyaris tidak pernah berkedip. Sesekali terdengar gumaman "aww so sweet" dari mereka. Pemandangan yang sudah bisa ditebak oleh Arka dan Alvin.

FROM THE PAST [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang