28 - SESUATU YANG SALAH

87 6 0
                                    

Raka keluar dari ruangannya di kafe. Pemuda itu beranjak ke ruang utama kafe, duduk di kursi yang berada tidak jauh dari counter kasir. Pemuda itu memandang ke arah ruang utama, membiarkan matanya menyisir seluruh pelanggan yang meramaikan tempat usahanya.

"Malam ini masih ramai seperti biasa, kok, Bos," Anto yang malam ini menggantikan Tara di balik meja kasir, menceletuk.

"Ya, alhamdulillah, To. Jadi, ada duit buat ngegaji elo sama temen-temen lo," ujar Arka tanpa menoleh ke arah Anto.

Anto yang sedang tidak melayani pelanggan lantas bertanya, "Tumben Bos duduk di sini. Biasanya juga seharian di ruangan. Ada apa, Bos? Penilaian karyawan dadakan, ya?"

Raka menoleh ke arah karyawannya yang agak "melambai" itu. "Emang gue ngga boleh duduk di sini. Suka-suka gue. Gue kan bos di sini."

"Iya, deh, yang Bos. Bebas mau ngapain."

Raka mengabaikan ucapan Anto. Pemuda itu kembali mengarahkan pandangannya ke depan. Tepatnya, kepada gadis berbaju hitam yang sedang melayani pelanggan di meja nomor sebelas.

"Kak, Kirani ada di kafe, ngga?"

"Iya, ada. Kenapa?"

"Kak Raka bisa tolong Kia buat liatin Kirani? Soalnya, tadi siang, Kirani tiba-tiba aja balik ke rumah. Kia liat dia nangis gitu, Kak. Kayaknya lagi ada masalah, tapi ngga tau apa. Kia udah ngehubungin dia, tapi selalu di-reject. Makanya, Kia takut kalo Kirani kenapa-napa, Kak. Kak Raka bisa liatin Kirani, kan, Kak?"

"Ya elah, Ki. Kakak ada kerjaan kali. Ngga mungkinlah mau ngeliatin Kirani mulu. Lagian, karyawan lain nanti bisa mikir macam-macam kalo Kakak merhatiin Kirani banget."

"Please, Kak. Bentar aja. Kia cuma mau mastiin kalo Kirani tuh baik-baik aja, Kak."

"Ya, udah. Nanti Kakak keluar liatin Kirani kerja. Tapi cuma sebentar, ya?"

"Iya, Kak. Ngga pa-pa. Bentar aja."

"Ya, udah. Kamu istirahat, gih. Nanti Kakak kabarin."

Sesuai permintaan adiknya, Raka menaruh atensi penuh pada Kirani. Gadis berambut panjang itu tampak baik-baik saja. Dia bekerja seperti biasa. Raka merasa Kia terlalu mencemaskan temannya yang satu itu. Sungguh! Tidak terlihat sesuatu yang salah menimpa Kirani.

"Duuuh, segitu amat merhatiin temennya Kia. Iya, sih, Kirani itu cantik, tapi merhatiinnya ngga usah segitunya kali."

Raka segera berdeham usai mendengar nada menyindir dari Anto. Tertangkap basah memandangi Kirani membuat benak pemuda itu diselimuti rasa canggung. "Elo jangan salah paham, ya, To. Gue ngeliatin Kirani, bukan karena gue suka. Gue ngeliatin dia karena disuruh Kia."

"Ooo, begitu." Raka tahu Anto meledeknya. "Tapi, Anto denger dari anak-anak lain, Bos katanya sering nganterin Kirani pulang, ya? Wah! Wah! Apa itu juga disuruh sama Kia?"

"Apaan, sih, lo, To? Mau ngeledek gue?"

"Duh! Bos. Ngga usah sewot gitu, dong. Anto kan cuma bercanda. Serius amat, sih. Bos Raka kayak kurang piknik, deh."

Raka berdiri dari duduknya, mendengus sebal. "Kerja yang bener. Tuh! Ada pelanggan mau bayar!"

"Ciyeee ... yang ketahuan ngeliatin anak SMA, jadi malu, ciyeee."

Awas kamu, Anto!

***

Waktu telah menunjuk pukul sepuluh lewat. Di dalam ruangannya, Raka sibuk memasukkan laptop ke dalam tas, juga mematikan televisi dan pendingin ruangan sebelum beranjak pulang. Keluar dari ruangannya, pemuda itu mendapati kafenya telah sepi. Akan tetapi, lampu di dapur masih menyala, penanda masih ada orang di sana.

FROM THE PAST [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang