7 - YANG LEBIH BAIK

129 11 2
                                    

"Tugas akuntansi lo udah selesai sampai mana? Gila! Gue baru bisa nyelesaiin jurnal umumnya PD. Duta Usaha. Mana hasilnya enggak imbang lagi!"

Baru tiba di kelas, duduk di bangku di sebelah Arka, Alvin langsung berseru panik. Belum duduk dengan baik, laki-laki itu meletakkan tasnya di bangku, bergegas mengeluarkan seperangkat alat untuk mengerjakan tugas akuntansi dari Pak Santoso—buku folio, mistar, kalkulator, dan pulpen hitam. Harus pulpen hitam!

"Berisik lo. Kerjain aja yang elo bisa. Bentar lagi Pak Santoso masuk!" Arka sedetik pun tidak mengalihkan pandangan dari buku folionya.

"Tapi, jurnal Duta Usaha yang gue bikin enggak imbang, Ka! Gue liat punya elo, dong. Mau ngecek doang."

Arka lekas menampik tangan Alvin yang hendak menarik buku folionya. "Gue masih ngerjain tugas, Vin!"

"Pelit amat sih lo."

"Bodo!"

Alvin mendengus sebal. Tidak punya pilihan lain, ia duduk dan mencoba menyelesaikan tugasnya. Sejenak Arka menengok ke arah Alvin yang tengah sibuk membuat kolom-kolom jurnal, lantas perhatiannya teralih ke depan begitu seseorang meletakkan tas dengan kasar di bangkunya.

Dewa.

Laki-laki yang setiap harinya mengenakan jaket itu sempat beradu tatap dengan "mantan" teman sebangkunya. Hanya dua detik, lantas Dewa segera membuang muka, kemudian duduk di bangku barunya.

Sejak kemarin, Dewa meminta Alvin untuk bertukar tempat dengannya. Entah apa yang membuat Dewa bersikap demikian, tetapi Arka menduga bahwa Dewa marah padanya karena bertanya perihal hubungan Dewa dengan Kirani.

Apa itu salah?

Lagi pula, kalau memang tidak mempunyai hubungan apa-apa—seperti yang dikatakan Dewa, seharusnya Dewa tidak perlu bertindak seperti ini, bukan?

Sekarang, seluruh warga kelas sepuluh D tahu bahwa ada masalah antara Arka dan Dewa.

***

Arka dan Alvin terlihat berkutat dengan buku folio, buku cetak akuntansi, dan alat tulis masing-masing di bangku taman di samping perpustakaan. Tugas akuntansi yang belum selesai membuat Pak Santoso memberikan tambahan waktu satu jam pelajaran, sedangkan beliau di dalam kelas, sibuk memeriksa tugas murid yang telah selesai. Tristan, Dewa, dan lima orang siswi menjadi murid beruntung yang bisa duduk santai sambil menunggu teman-temannya menyelesaikan tugas.

"Lo liat enggak, sih? Tadi mukanya Dewa waktu mau ngumpulin tugasnya ke Pak Santoso? Kayak enggak kenal kita aja," Alvin bersuara sambil tangan kanannya sibuk menyalin catatan tugas Arka di kertas buram.

"Mungkin dia udah enggak mau kenal kita kali," Arka menyahut sekenanya.

"Mungkin enggak, Ka, kalo cowok dari masa lalu Kak Kirani yang Kak Kia maksud itu si Dewa?"

Pulpen di dalam genggaman Arka yang sedari tadi menari-nari di atas buku folionya, berhenti. Arka menolehkan wajahnya ke arah Alvin, menatap temannya itu sejenak. "Gue sebenernya udah punya dugaan itu, Vin," ujar Arka. "Mungkin Dewa orangnya, cowok yang Kak Kia maksud."

"Kalo emang bener Dewa, apa yang tuh anak lakuin coba sampai Kak Kia segitu amat ngelindungin Kak Kirani dari Dewa?"

"Yang pasti," Arka memalingkan wajahnya dari Alvin, "sesuatu yang buruk."

Meski berusaha menenggelamkan dirinya ke dalam tugas, separuh pikirannya tersita sebab memikirkan ucapannya barusan. Sesuatu yang buruk, Dewa melakukan sesuatu yang buruk pada Kirani. Namun, sesuatu yang buruk seperti apa?

FROM THE PAST [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang