6 - KITA HARUS BICARA

127 8 2
                                    

Ini bukan kali pertama.

Ini kali kedua Kirani melihat Dewa berdiri di depan rumahnya. Mau tidak mau, gadis itu bersembunyi di pos satpam kosong di depan kompleks rumah, menunggu hingga Dewa beranjak dari sana. Namun, satu jam berlalu sejak detik pertama Kirani menemukan sosok Dewa di depan rumahnya, gadis itu belum melihat Dewa meninggalkan kompleks.

Tidak biasanya.

Kirani melirik jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya. Sudah pukul tiga lewat. Kirani belum makan siang, padahal sebentar lagi ia harus kembali ke sekolah untuk latihan. Dewa pun seharusnya seperti itu. Ck! Apa dia tidak ingat tentang latihan?

Kirani telah mencapai batas rasa laparnya. Dia benar-benar sudah telat makan, kabar buruk untuk maagnya. Tepat di saat gadis itu berpikir untuk meninggalkan kompleks rumah menuju rumah salah seorang teman sekelasnya di dekat sini, ponsel di dalam tasnya tiba-tiba berdering.

Sedikit malas-malasan gadis itu merogoh tasnya, mengeluarkan ponsel yang masih menyanyikan lagu milik Ariana Grande. Kedua matanya seketika membulat. Napasnya perlahan tercekat ketika ia menemukan sebaris kalimat "Do not answer!" tertera di layar.

Dewa.

Oke. Ini tidak biasa. Meski Kirani telah dua kali menemukan Dewa berdiri di depan rumanya, tetapi baru kali ini ... Dewa menelepon dalam posisi—mungkin—masih di depan rumah Kirani.

Suara Ariana Grande kembali terdengar setelah beberapa detik berhenti dan meninggalkan tulisan "one missed call" di layar. Kirani tidak menjawabnya, tentu saja. Hanya membiarkan suara Ariana Grande itu terdengar di pos satpam sampai Dewa menyerah dan—

"Rupanya kamu di sini."

Suara berat itu terdengar oleh indra Kirani, sontak membuat gadis itu menolehkan kepalanya ke asal suara. Sosok Dewa dalam balutan seragam sekolah, lengkap dengan jaket hitam, terlukis dalam pandangannya, tengah berdiri di pintu pos satpam.

"E-Eeo—"

"Aku ingin bicara. Kali ini, tolong jangan lari."

***

"Gue yakin Dewa kenal sama Kak Kirani, Ka. Bahkan mungkin, dia tuh lebih dari sekadar ngenal Kak Kirani."

"Kenapa lo ngambil kesimpulan kayak gitu? Mungkin aja si Dew—"

"Bro! Elo ngeliat Dewa di perpustakaan di waktu yang sama elo ngeliat Kak Kirani keluar dari perpustakaan. Barusan, elo juga ngeliat Dewa berdiri di depan rumah Kak Kirani," jelas Alvin. "Dan ..., gue ngga bermaksud buat berprasangka buruk sama Dewa, ya, tapi nomer hape Kak Kirani yang waktu itu enggak bisa elo hubungin, mungkin udah diedit sama Dewa."

"Maksud lo?"

"Waktu elo ke toilet setelah elo bilang elo udah dapet nomer hapenya Kak Kirani, si Dewa minjem hape lo buat SMS temennya. Alasannya sih, dia lupa bawa hape."

"Kenapa lo enggak bilang sama gue?"

"Ya, gue pikir si Dewa udah ngasih tau elo. Lagian, kan harusnya dia sendiri yang ngasih tau elo kalo dia habis make hape lo."

"Terus?"

"Ya, bisa jadi itu cuma alesannya doang. Mungkin dia enggak nge-SMS temennya. Mungkin dia cuma pengen ngambil nomer hape Kak Kirani, terus ngedit nomernya biar elo enggak bisa telponan sama Kak Kirani."

FROM THE PAST [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang