14 - RAHASIA KIA

88 9 2
                                    

Bel pulang baru saja meraung-raung, terdengar ke seluruh penjuru SMA Harapan Bangsa. Pak Gito, guru bahasa Inggris di kelas sebelas IPS A, lekas menyudahi penjelasannya. Beliau pun tidak lupa mengingatkan murid-muridnya untuk mengumpulkan tugas minggu depan.

Setelah melihat teman-teman sekelasnya sudah selesai membereskan buku-bukunya, begitu juga dengan Pak Gito, Sigit segera memberi aba-aba untuk berdoa dan melakukan salam.

"Terima kasih, Pak!" Koor satu kelas.

Pak Gito baru saja keluar dari kelas disusul murid-murid lainnya. Namun, Kia, begitu melihat Kirani bergerak meninggalkan bangkunya, ia menahan salah satu tangan gadis berambut panjang itu. Kirani menengok ke arah Kia, menatap teman sebangkunya itu penuh tanya.

"Gue tadi belum selesai nyatat penjelasan Bu Rana. Elo bisa tinggal bentar? Gue mau minjem catatan elo," jelas Kia, paham maksud tatapan Kirani.

"Gue pinjemin lo aja, Ki. Be—"

"Gue mau nyatat di sini aja, Ran. Tinggal dikit juga kayaknya. Kalo gue bawa pulang, takutnya besok gue lupa. Lusa kan Bu Rana mau ngadain kuis. Tinggal bentar, mau, ya? Paling cuma lima belas menit kok, Ran," bujuk Kia. "Habis ini gue anterin pulang, deh."

Kirani menatap sahabatnya itu sebentar, kemudian menghela napas pelan. "Ya udah, deh."

Gadis itu lantas melepaskan tas dari tubuhnya, kemudian mengeluarkan buku catatan Sosiologi dari tasnya. Kia lekas mengambil buku catatan Kirani, mencari catatan materi hari ini. Sembari menunggu Kia melengkapi catatannya, Kirani duduk di bangkunya sambil memainkan ponsel.

"Lo tadi lama banget di toilet, Ran. Ngapain?" Kia bersuara.

Mendengar itu, Kirani mengalihkan pandangannya dari ponsel ke arah Kia. Sejenak ditatapnya gadis berambut pendek yang sedang mencatat itu.

"Ngantri, Ki."

"Ngantri?" Kia menoleh ke arah Kirani. "Bilik toilet cewek kan ada empat, Ran. Masa penuh semua, sih?"

Kirani bisa menangkap nada curiga dari suara Kia. "I-itu, yang dua lagi dibersihin. Yang duanya lagi isi pas gue datang."

"Bener?"

"I-iya, bener, kok, Ki."

"Gue tadi ke toilet juga waktu elo ke toilet. Tiga bilik kosong dan masih kotor semua. Ngga ada tanda-tanda habis dibersihin."

Kirani baru saja merasa seolah detak jantungnya berhenti sedetik. Napasnya pun tiba-tiba tertahan. Rahangnya terasa kaku, bahkan bibirnya seketika terkatup rapat. Dia tidak tahu harus berkata apa karena ... memang yang ia ucapkan sebelumnya adalah sebuah kebohongan.

"Waktu gue nelpon elo, gue udah ada di toilet, di bilik empat."

Kirani tidak menyahut.

"Gue yang mau mastiin di dalam bilik dua itu elo atau bukan."

Kirani mengumpat kebodohan dirinya dalam hati.

"Lo bisa jelasin sebenarnya apa yang terjadi sampai elo ngurung diri di bilik toilet?"

Kia melepaskan pulpen dari genggamannya, kemudian menutup bukunya. Alasan sebenarnya ia menahan Kirani pulang, bukan karena ingin meminja catatan, melainkan ingin menanyakan sikap aneh Kirani siang ini.

"Dewa?" Kia menebak. Tidak ada hal lain di sekolah yang membuat Kirani tampak kehilangan semangat seperti ini. Hanya Dewa orangnya.

Kirani akhirnya mengangguk.

"Dia itu masih gangguin elo, ya?" Volume suara Kia menanjak.

"Dia tadi hampir mukulin Arka."

"What?" Volume suara Kia naik setingkat. "Dia hampir mukul Arka? Gila banget tuh anak! Maunya apa, sih?"

FROM THE PAST [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang