30 - PENYESALAN SEORANG SAHABAT

87 8 1
                                    

"Zakia."

"Elo?"

"Gue mau bilang, gue turut berduka cita."

"Berduka cita? Maksud lo?"

"Rencana lo udah gagal, kan? Arka ngga jadian sama Kiran dan mereka ngga bakal pernah jadian."

"Mereka jadian atau ngga, ngga bakal ada pengaruhnya sama hubungan lo dengan Kirani. Kirani udah ngga suka sama lo. Begitupun gue!"

"Gue sama sekali ngga pernah peduli lo suka sama gue atau ngga. Yang jelas, rencana lo udah gagal. Kiran ngga suka lagi sama Arka. The end! Ah, dan lo pikir gue ngga bisa dapetin Kiran? Kita liat aja. Gue masih belum selesai dengan semua ini."

"Lo jangan macam-macam sama Kirani atau gue ... gue ..."

"BRUUUK!!!"

"Ki? Zakia?! Kia!"

"Uh? Eh? R-Ran, ada apa?"

Kirani mengembuskan napas pelan dari hidungnya. "Harusnya gue yang nanya kayak gitu. Ada apa? Kok elo makanan lo ngga lo makan? Rasanya aneh apa gimana?"

Kia mengalihkan pandangannya dari Kirani ke arah sepiring nasi goreng di hadapannya. Tidak lama, ia kembali menatap Kirani seraya berkata, "Ngga pa-pa kok, Ran." Lalu, ia menyuapkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.

Begitu Kia siuman dan istirahat sejenak, Kia mengajak Kirani makan di kantin sebelum masuk kelas. Sekarang baru jam pelajaran kedua, Sosiologi. Kia dan Kirani sepakat bahwa pelajaran itu kadang "mengandung obat tidur" sehingga tidak jarang Kia dan Kirani mengantuk. Lagi pula, Kia merasa lebih baik makan lebih dulu daripada nanti harus berdesak-desakan di kantin saat jam istirahat.

Kirani menghela napas.

"Ki, kalo lo lagi punya beban pikiran, coba lo bagi ke gue. Gue ngga mau jadi orang yang bisanya nyusahin elo doang, Ki. Gue juga pengin bantu elo."

Kia mengeluarkan tawa samar. "Gue ngga pa-pa, Ki. Gue ngga lagi mikirin apa pun."

"Elo jelas banget lagi mikirin sesuatu, Ki." Kirani tanpa sadar mengeluarkan nada suara yang terkesan menghakimi Kia. "Saat elo pingsan tadi, elo nyebut-nyebut nama gue. Elo lagi mikirin gue?"

Kia menahan napasnya selama tiga detik sembari indra penglihatannya menatap manik hitam mata gadis berambut panjang yang duduk di sampingnya. Kia tidak memungkiri bahwa yang menjadi beban pikirannya selama sekitar dua jam terakhir adalah Kirani.

"Apa ada kaitannya dengan gue dan Dewa?" Kirani menebak.

Iya, gue emang lagi mikirin elo sama Dewa, Ran. Tapi, gue ngga tau harus ngomong sama lo dari mana.

"Ki? Kenapa lo cuma ngeliatin gue? Jawab gue, dong." Kirani mulai menuntut. "Elo beneran lagi mikirin gue dan Dewa, 'kan? Emang tadi dia ngomong apa sama lo? Dia ngga mungkin kebetulan melintas gitu aja di depan tangga, terus nolong elo, 'kan?" Kirani memegang punggung tangan Kia. "Ki ..., ngomong, dong!"

Perlahan, Kia menyingkirkan tangan Kirani dari punggung tangan kanannya. Dia lantas mengalihkan perhatiannya sebentar ke arah yang berlawanan dengan posisi Kirani, buru-buru menyeka air mata yang entah sejak kapan menggenang di pelupuk matanya.

Kia menarik napas panjang.

"Well," Kia memiringkan posisi duduknya sehingga bisa menatap Kirani lurus-lurus, "gue emang lagi mikirin elo sama Dewa. Tepatnya, mikirin omongan Dewa tentang ... hubungan lo sama Arka."

Kedua mata Kirani menyalang. "Memangnya, Dewa bilang apa ke elo?"

Kia menggigit sedikit bibirnya. Keraguan dan keinginan untuk menceritakan hal yang sebenarnya, tengah berperang dalam batinnya. Kia benar-benar tidak tahu harus mulai menceritakan semua dari mana.

FROM THE PAST [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang